BATU, Tugujatim.id – Kasus baru mencuat dari SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu. Lantaran, diduga ada praktik tindak kekerasan kepada siswa yang kembali terungkap. Namun, kali ini bukan JEP selaku pendirinya yang dilaporkan. Tapi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batu Fuad Dwiyono melaporkan Ahmad Akhiyat selaku Kepala Asrama SPI Kota Batu pada Selasa (16/11/2021).
Dalam kasus ini, Ahmad Akhiyat dilaporkan atas dugaan tindak kekerasan terhadap siswanya. Bukti kekerasan itu diketahui dari rekaman suara yang berhasil direkam siswa lain saat aksi kekerasan itu terjadi. Diketahui, aksi itu dilakukan di hadapan puluhan siswa yang lain.
Dalam video tersebut terdengar suara pria berteriak dengan intonasi tinggi tampak marah-marah sembari menampar dan memukuli korban berkali-kali. Video tersebut juga telah dikonfirmasi oleh korban bahwa itu adalah dirinya.
LPA Kota Batu juga sudah menerima video itu saat pelaporan, termasuk keterangan langsung dari 2 korban. Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batu Fuad Dwiyono menjelaskan peristiwa itu terjadi pada 3 Mei 2021. Saat itu, pukul 12.30 WIB, terlapor mengumpulkan seluruh siswa di BP Cinema, gedung mini teater atau bioskop mini di sana.
”Tanpa ada sebab yang jelas, 2 korban ini dipanggil ke depan, lalu dimarahi sambil ditampar, dipukuli, dan ditendang berkali-kali di hadapan seluruh siswa,” jelas Fuad usai proses pelaporan.

Dari pengakuan korban, dia melanjutkan, alasan terlapor memarahi korban ditengarai sebagai buntut dari permintaan korban untuk keringanan jam kerja. Dia merasa kecapekan harus bekerja sampai larut setiap hari.
Fuad menuturkan, aksi kekerasan seperti itu hampir dialami siapa pun yang pernah tinggal di sana. Hanya saja, fakta itu baru bisa dibuktikan lewat rekaman video tersebut.
”Dari kejadian ini, aduan yang kami dengar dari para siswa itu benar adanya. Di luar tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan pendirinya (JEP, red), nyatanya, rantai kekerasan itu juga terjadi secara sistemik,” ujar Fuad.
Dia menambahkan, aksi kekerasan itu tak hanya dipertontonkan di hadapan seluruh siswa, tapi juga disaksikan kepala sekolah.
”Saya katakan tadi, kepala sekolah harus ikut diperiksa karena ada pembiaran di situ. Ini dipukuli lho ya,” imbuhnya miris.
Derita korban tak cukup di situ saja. Korban bersama 5 temannya dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Fuad mengatakan, mereka dipulangkan dengan hanya diberi uang saku Rp 500 ribu. Padahal, mereka sudah tidak punya sanak keluarga.
”Mereka ini anak yatim piatu, gak punya siap-siapa lagi. Mereka itu akhirnya terlantar di jalan, jadi tukang parkir, ngamen. Mereka gak tau harus pulang ke mana,” bebernya.
Dia melanjutkan, pihak SMA SPI akhirnya memanggil 5 siswa itu agar kembali lagi.
”Tak lama kemudian, mereka dihubungi kembali oleh pihak SPI untuk balik ke asrama. Sekarang mereka sudah balik ke asrama lagi,” imbuhnya.
Fuad berharap kasus ini dijadikan atensi utama kepolisian demi menuntaskan rantai kekerasan sistemik ini. Apalagi korbannya adalah anak-anak yatim piatu.
”Saya harap banyak korban lain ikut berani buka suara semua demi memutus rantai tindakan penganiayaan di sekolah tersebut,” tegasnya.