MALANG, Tugujatim.id – Nama Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Arief Sulistyanto masuk salah satu dari lima nama bursa kandidat kuat calon kapolri. Hal ini juga dikonfirmasi Ketua Komisi Kepolisian Nasional sekaligus Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Mahfud MD mengajukan 5 nama Komjen Pol kepada Presiden Jokowi, yaitu Gatot Edy Pramono, Boy Rafly Amar, Listyo Sigit Prabowo, Agus Andrianto, dan Arief Sulistyanto. ”Kelima orang itulah yang dianggap memenuhi syarat, mulai profesionalitas, loyalitas, hingga jam terbang,” kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitter-nya Jumat (08/01/2021).
Untuk nama terakhir, Komjen Pol Arief Sulistyanto digadang-gadang jadi calon kuat untuk menggantikan Jenderal Polisi Idham Aziz nantinya. Jika melihat jejak reputasinya pun cukup gemilang dan terus melesat.
Lulusan Akpol 1987 ini berangkat dari nol. Mulai dari jajaran reserse hingga kini dipercaya menjabat sebagai kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Terbaru, namanya tercantum dalam sederet bursa calon kapolri.
Jejak karir awalnya banyak dimulai di Jawa Timur. Mulai di Polresta Surabaya Selatan, Polres Pasuruan, Polres Sidoarjo, Polres Malang, hingga melesat di ibu kota, mulai jadi kapolsek Bekasi Kota (1996) hingga kapolsek Metro Pasar Minggu (1998).
Baru pada 1999 silam, pria kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, 24 Maret 1965, ini mulai dipercaya bertugas di Mabes Polri sebagai sekretaris pribadi (sespri) Kapolri. Tahun 2006, pria yang yatim sejak usia 13 tahun itu dipercaya menjadi kepala Subbagian Prodsus Bagian Produk Roanalisis Badan Reserse Kriminal Polri.
Selang 12 tahun kemudian pada 2018, Arief didapuk menjadi kepala Bareskrim Polri. Sebelumnya, Arief sempat menjabat sebagai direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim (2010) hingga pada 2014, dia diangkat menjadi kapolda Kalimantan Barat.
Karirnya terus melesat. Arief kembali diangkat di jajaran Polri menjadi Staf Ahli Manajemen Kapolri (2016). Setahun kemudian dia menjadi asisten SDM Kapolri (2017) oleh rekan seangkatannya di Akpol, Tito Karnavian. Sedikit cerita, antara Tito dan Arief adalah sama-sama menjadi bintang di angkatannya. Bedanya, Tito nomor wahid, Arief nomor 4. Tapi, keduanya setel, sama-sama paham dan satu visi.
Dari sinilah gebrakan-gebrakan baru di tubuh Polri lahir dari tangannya. Disadur dari buku berjudul “Jalan Lurus Reformasi SDM Polri” (2019) yang ditulis Nurcholis MA Basyari, Arief termasuk reformis ulung, khususnya dalam hal mencetak SDM Polri jauh dari mental koruptif. Dari hulu ke hilir, dari sejak proses rekrutmen atau seleksi Akpol.
Visi-misi Tito saat itu untuk mencetak sosok polisi promoter (profesional, modern, dan tepercaya) berhasil diterjemahkan dengan apik oleh Arief. Baru saja diangkat menjadi ASSDM, Arief langsung membuat program prinsipal “Betah”. Akronim dari Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis.
Bahkan, tercatat untuk kali pertama dalam sejarah, para calon perwira dan polisi diminta mengucapkan ikrar dan integritasnya untuk tidak melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
”Sudah bukan zamannya lagi penerimaan anggota Polri dengan sogok-menyogok. Tidak boleh ada lagi sponsor, katabelece, suap-menyuap, sogok, atau bahkan jual beli kursi jabatan. Percaya saja dengan potensi dan kemampuan diri. Jangan percaya makelar dan penipu,” ungkap Arief beberapa waktu lalu.
Ucapannya ini juga bukan sekadar gimmick. Arief juga dikatakan pernah menolak setumpuk uang dari satu bank nasional tanah air setelah berjasa membongkar skandal keuangan di sana.
Dalam setiap tugasnya, Arief juga memang dikenal sebagai polisi baik. Bahkan, warga Dayak Kayan, Kalbar, menjulukinya dengan gelar “Belarek”. Artinya, guntur atau petir. Lantaran, sejak kehadirannya di Kalbar membuat penjahat gentar. Seolah mengingatkan pada sosok superhero komik Indonesia, Gundala Putra Petir. (azm/ln)