MALANG, Tugujatim.id – Masih panasnya polemik antara petani Jeruk Sumberejeki, Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, dengan Pemerintah Desa Selorejo, membuat kasus ini tak kunjung reda. Meski polemik yang bermula dari penggarapan lahan tanah kas desa (TKD) ini pernah dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Malang, tapi hingga saat ini belum ada kesepakatan antara petani dan Pemdes Selorejo.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Suwadji menuturkan jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang sebenarnya sudah melakukan mediasi. Namun, tampaknya Pemerintah Desa Selorejo belum bisa menyerap aspirasi para petani jeruk.
“Kami sudah memfasilitasi waktu itu. Mereka kan sudah pada posisinya masing-masing untuk petani diberikan kesempatan sampai akhir 2020. Kemudian akan dilaksanakan musyawarah di tingkat desa untuk pengelolaan lebih lanjut, dan mungkin petani ini aspirasinya belum ditanggapi oleh kepala desa,” ungkapnya saat dikonfirmasi pada Selasa (19/01/2021).
Ditambah kedua pihak saat ini dikabarkan saling lapor kepada pengadilan perdata membuat polemik ini tidak kunjung usai.
“Dan sekarang katanya kedua pihak sudah melaporkan pada pengadilan perdata. Karena sudah dilaporkan ke pengadilan perdata, selain menunggu persidangan, saya berharap petani dan kepala desa bisa duduk satu meja untuk menyelesaikan masalah. Sebenarnya kuncinya ada di kepala desa dan petani,” bebernya.
Lebih lanjut, Suwadji menjelaskan jika pemanfaatan tanah kas desa (TKD) sudah tertulis jelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Bupati (Perbup).
“Aturan tentang tanah kas desa itu ada di Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 kan jelas, kemudian di Perbup Nomor 24 Tahun 2016 bahwa pemanfaatan tanah kas desa itu bisa sewa menyewa, kerja sama, alih fungsi, dan sebagainya,” tegasnya.
Dia juga menjelaskan jika TKD di Desa Selorejo tampaknya ingin dikelola Pemerintah Desa Selorejo sendiri. Namun, dia memperingatkan jika hal tersebut harus melalui musyawarah desa.
“Sedangkan di Selorejo tampaknya mau dikelola desa melalui BUMDes, itu boleh-boleh saja tapi melalui musyawarah desa. Kemudian jika ada silang pendapat dengan petani, maka dijelaskan dulu kepada petani karena memang historisnya mereka sudah menggarap tanah sudah lama,” ujarnya.
“Kuncinya saya menyerahkan pada desa untuk paling tidak memusyawarahkan langkah itu dengan petani. Nanti di situ pasti ada keinginan petaninya bagaimana dan dari pihak desa bagaimana, akan ada kesimpulannya,” ujarnya. (rap/ln)