MALANG, Tugujatim.id – Wacana kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang soal pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN sebesar 15 persen untuk ASN kategori 7 hingga 9 masih jadi polemik. Pasalnya, kebijakan ini dinilai sepihak karena banyak juga ASN yang sebenarnya menolak rencana ini.
Seperti dikatakan salah satu ASN Pemkot Malang di Dinas Perhubungan, Linda Sibarani. Dalam hal ini dia tergolong ASN kelas 9 dan mendapat potongan 15 persen. ”Angka pastinya saya belum lihat karena masih dihitung. Kira-kira sekitar Rp900 ribu,” kata dia pada reporter, Minggu (29/8/2021).
Sebenarnya, dia tidak ada masalah dengan konsep sedekah, terlebih dalam hal penanganan dampak pandemi Covid-19. Namun menurut dia harus tetap transparan dan berdasar hukum.
”Tapi yang saya lihat tidak ada dasar hukumnya. Menurut saya itu salah. Waktu rapat zoom pertama itu juga tidak ada transparansinya, tahu-tahu ada imbauan sedekah dan kemudian diwajibkan,” terang dia.
Transparansi yang dimaksud adalah berapa jumlah orang yang benar-benar terdampak pandemi, berikut nominal kebutuhannya secara rinci. Jika sudah, lanjut dia, maka tinggal disosialisasikan dan para ASN ini diajak untuk saling mengayomi.
Dalam hal ini, kata dia, Wali Kota Malang saat rapat hanya mengimbau para ASN untuk bersedekah dan bersyukur sebagai ASN masih bisa menerima gaji di masa sulit seperti ini dimana ada masyarakat lain yang lagi kesulitan.
”Iya soal sedekah itu gak masalah. Tapi harusnya kan begini, orang yang terdampak berapa, nominal kebutuhannya dirinci berapa, lalu ditotal. Nah karena anggaran Pemkot tidak ada, ayok kita diajak urunan, kan gitu. Bukan ujug-ujug mengimbau bersedekah,” paparnya.
Lagipula, menurut dia masih ada cara lain yakni dengan mengoptimalkan anggaran refocusing di masing-masing dinas. Sampai saat ini pun dia belum tahu anggaran terkumpul dari potongan TPP ini mau dikemanakan.
”Sebenarnya, 90 persen ASN berharap rencana itu gak jadi karena gak ada dasar hukumnya. Kami yang dipotong, kami juga yang harus bertanggung jawab (surat pernyataan). Makanya kemarin itu semua pada sambat ke dewan soal ini,” kata dia.
”Terlepas dari itu, sebagai ASN ya saya mau gak mau tetap harus mengikuti program pemerintah. Saya juga ikut nyumbang, tapi secara hukum itu tadi menurut saya salah,” imbuhnya.
Di lain sisi, ada juga ASN yang tidak ingin disebut namanya, merasa tidak masalah dengan kebijakan ini. Menurut dia, itu bagian dari sedekah.
“Kan ini sama saja seperti saya nyumbang makanan untuk yang terbebani Covid-19, bedanya kan ini cuman berbentuk mentahannya (uang). Jadi, saya yang selama ini berinisiatif mau bersedekah berarti budgetnya ke sana,” tegasnya.
Dia pun mengaku jika beberapa hari yang lalu ia sudah mendapatkan sosialisasi baik dari kantor langsung maupun via WhatsApp (WA).
“Sosialisasinya melalui perwakilan dari kepala dinasnya, lalu dikasih WA grup, terus kita baca dan ya sudah. Dan itu belum cair (TPP), mungkin Senin,” jelasnya.
Seperti diketahui, rencana pemotongan TPP ASN untuk dialihkan sebagai dana penanganan Covid-19 menjadi sorotan.
Ketua DPRD Kota Malang Made Riandiana Kartika dengan terang-terangan menolak rencana tersebut, sejak awal wacana ini mencuat.
Made menilai jika pemotongan ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Dia berharap Pemkot Malang lebih berhati-hati, apalagi ini menyangkut hak individu.
”Kalau sudah hak individu ya sudah biar aja. Takutnya nanti kalau ada yang kecewa malah jadi gugatan hukum,” kata Made kepada reporter.
Made menambahkan, ASN yang mengeluh kepada dewan tidak hanya 1-2 orang. Mereka berharap rencana ini dibatalkan saja, karena tidak semua ASN tergolong kaya. Ada juga yang bahkan hanya menghidupi kebutuhan bulanannya dari TPP saja.
”Nah, takutnya nanti ada hal tak diinginkan, bisa saja ada yang terpaksa nyari-nyari yang gak resmi (pungutan) misalnya. Ini kan sebagai pencegahan juga, harusnya itu juga jadi pertimbangan,” kata politisi PDIP ini.
Sebagai wakil rakyat, pihaknya tetap akan mengawal kebijakan ini, meski bukan bagian dari ranah pengawasan legislatif.
”Karena ini juga bukan APBD, tapi berhubung banyak yang sambat ke kita, ya kami harus kawal aspirasi itu,” tegasnya.
Terlepas dari itu, tujuan daripada kebijakan ini dinilainya bagus, hanya saja jangan sampai di kemudian hari berbuah gugatan hukum. Alih-alih memanfaatkan uang pribadi, kata Made, masih banyak sumber APBD yang bisa dikelola dengan leluasa untuk menangani dampak Covid-19.
”Suatu niat yang baik harusnya dilakukan dengan langkah yang baik dan benar. Jangan sampai sesuatu yang baik, malah menimbulkan blunder. Kita wakil rakyat sudah mengingatkan,” pungkas dia.
Penolakan juga datang dari Wakil Ketua III DPRD Kota Malang, Rimzah, bahwa kebijakan pemotongan TPP ini adalah kebijakan sepihak karena tidak mengindahkan rekomendasi dewan.
“Kami dari awal menolak. Karena di lapangan ASN yang TPP-nya akan dipotong juga menolak. Kalau ini tidak didengar Pemkot, bisa dibilang ini kebijakan sepihak,” terang Rimzah.
Alumni FISIP Univ. Brawijaya ini juga menilai, Pemkot Malang harusnya bisa lebih adil dengan refocusing anggaran OPD, bukan memotong hak ASN sebagai individu. Ia mencontohkan DPRD Kota Malang yang telah melakukan refocusing anggaran kesekretariatan dan reses sebesar Rp. 18 miliar.
“Kalau TPP yang dipotong, itu hak individu. Dapur keluarga ASN yang kena. Beda cerita kalau misal menggeser program OPD yang belum prioritas,” lanjutnya.
Sebelumnya, Walikota Malang menyampaikan Belanja Tidak Langsung (BTT) Kota Malang saat ini telah ditambah sebanyak Rp. 30 miliar. Sebelumnya BTT yang ada sisa Rp. 12 miliar dari Rp. 56 miliar. BTT ini akan digunakan untuk penanganan pandemi hingga akhir tahun.
Menanggapi hal ini, Rimzah menyampaikan bahwa masyarakat membutuhkan aksi nyata dari Pemkot yang dirasa kurang optimal hingga hari ini.
“Masyarakat itu butuh output kebijakan yang bisa dirasakan, bukan hanya angka statistik. Kalau anggaran besar, tapi masyarakat tidak merasakan dampaknya ya buat apa?” Pungkas Rimzah.