BOJONEGORO, Tugujatim.id – Warga Kota Bojonegoro mungkin sudah tidak asing lagi dengan pedagang pentol yang setiap hari mangkal di depan Kantor BRI, Jl AKBPM Soeroko, Bojonegoro. Meski setiap hari melewati jalan tersebut, tapi saya belum pernah membeli pentol dengan ciri khas gerobaknya ada payung berwarna pelanginya itu.
Sebelum memburu berita sebagai jurnalis, teman saya merekomendasikan untuk mampir dan membeli pentol tersebut karena banyak orang yang mengatakan rasa cukup enak.
Benar saja, gigitan pertama membuat saya sudah ketagihan dan tak ingin kalau pentol yang saya beli dengan harga Rp 5.000 itu habis seketika. Daging yang menyatu sempurna dengan tepung membuatnya berbeda dari pentol-pentol lain yang pernah saya beli.
Karena waktu liputan masih panjang, saya memilih berbincang dengan pria paro baya itu. Namanya Masikin, warga asal Desa Sumurcinde, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, yang mengaku sudah menjual pentol keliling sejak kepemimpinan Presiden Soeharto hingga saat ini.
Sebagai anak muda, saya merasa sungkan dengan Masikin. Sebab, di usianya yang menginjak 58 tahun, dia tetap gigih dengan pekerjaannya itu. Setiap hari dia harus menempuh jarak 12 kilometer untuk bisa menghabiskan dagangannya.
Pria lulusan sekolah dasar itu juga bercerita bahwa pernah menjajal segala macam pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum memutuskan menjual pentol secara keliling.
“Dulu saya pernah bekerja di pabrik, pernah juga jadi tukang bangunan. Setiap ada kerjaan yang halal, apa pun itu saya kerjakan, demi mencari nafkah untuk menghidupi keluarga saya,” celetuk Masikin sembari meladeni pelanggannya.
Setiap hari dia dibantu oleh istrinya untuk mengolah 5 kg daging agar jadi pentol siap jual. Mulai dari pukul 07.00, Masikin sudah berangkat dari rumah dan siap menjemput rezeki. Panas terik matahari tak dia hiraukan. Dengan berbekal topi dan handuk kecil yang sedikit membuatnya menutup kepalanya dari sengatan terik matahari, tak lupa sebotol air minum juga dia bawa untuk mendinginkan tenggorokan.
Hampir 20 menit berjalan, saya tetap berada di samping Masikin. Selama itu juga pembeli tak ada hentinya datang, saya sempat kaget. Memang rezeki Masikin hari itu sangat luar biasa.
Dia juga bercerita, meski harus banting tulang untuk mencari rezeki, tapi jangan lupa dengan ibadah kepada Tuhan YME. Bahkan selama Ramadhan, Masikin satu bulan penuh tak berjualan karena fokus dengan ibadah puasanya.
“Bulan Ramadhan kan cuma datang setahun sekali, jadi ya dimanfaatkan dengan baik buat ibadah,” katanya.
Mungkin hal tersebut menjadi salah satu faktor dagangannya yang setiap hari laris manis dengan tetap mengingat dari siapa dia diciptakan, dari siapa dia diberi rezeki, dan dari siapa dia diberi kesehatan.