MOJOKERTO, Tugujatim.id – Publik pasti sudah tidak asing dengan istilah Gemoy. Terlebih, kata tersebut dipilih oleh salah satu pasangan calon (paslon) yang bertarung pada Pilpres Februari 2024. Lalu, apakah politik citra tersebut berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilih pada pilpres tersebut?
Dosen Pascasarjana UIBU Dr Sakban Rosidi membedah politik citra tersebut dalam acara LKMM PD BEM FISIP Unim Mojokerto, Kamis (23/05/2024). Bersama Rektor Unim Mojokerto Dr Rachman Sidharta Arisandi, Dr Sakban didapuk menjadi pemateri dengan membawa materi tentang Mengeksplorasi Signifikansi Citra Politik Gemoy: Tipologi dan Karakteristik Pemilih, serta Calon Presiden Pilihan Mereka.
“Politik citra Gemoy itu muncul dalam kontestasi pilpres kemarin. Sekilas dari citra yang dimunculkan tersebut memicu perasaan santai, tidak menakutkan, dekat, bahagia, dan akhirnya bisa dicintai. Lalu muncul pertanyaan, apakah bisa dipilih?” tanya Dr Sakban saat mengawali diskusi dengan mahasiswa BEM FISIP Unim Mojokerto, Kamis (23/05/2024).
Selanjutnya, Dr Sakban juga memantik peserta diskusi dengan pertanyaan selanjutnya.
Baca Juga: 4 Pemain Liga 1 Digosipkan Merapat ke Persebaya Surabaya, Manajemen Buka Suara
“Berhasilkah (politik citra Gemoy) memenangkan kompetisi politik tertinggi? Apakah politik citra itu berkontribusi terhadap keberhasilan pemilu presiden?” sambungnya.
Lalu, Dr Sakban menyambung dengan hasil penelitian tentang politik citra Gemoy. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data Internet Mediated Research pada Kamis (15/02/2024), pukul 05:11:51 WIB; hingga Rabu (13/03/2024), pukul 18:25:36 WIB.
“Sebulan, dimulai sejak sehari setelah pilpres. Lalu sasaran penelitian meliputi dosen, alumnus, dan mahasiswa muslim dan ikut pilpres di Jawa Timur,” terangnya.
Merujuk pada data penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan pilihan calon presiden. Dalam dalam penelitian ini, hubungan tersebut terkonfirmasi ada dan signifikan. Bagian terbesar dari kaum perempuan dalam penelitian ini paling banyak memilih pasangan Prabowo-Gibran.
“Hubungan ini nyata dan signifikan dengan koefisien Cramer’s V sebesar 0, 276 dan probabilitas signifikansi 0,000. Mengapa demikian? Data kualitatif dari sampel terpilih, mengarahkan pada hipotesis lebih teoretik, bahwa ini bukan soal jenis kelamin, tetapi tipe pemilih berdasar tipologi tindakan sosial Weberian (dengan modifikasi),” beber Dr Sakban.
Berdasarkan tinjauan teori dan pengamatan data awal diasumsikan bahwa gaya berpikir dan mengambil keputusan kaum perempuan memiliki kecenderungan afeksional (mengedepankan afeksi, emosi, empati dan simpati). Data penelitian ini mengonfirmasi hubungan antara tipologi pemilih dengan capres pilihannya.
“Bagian terbesar tipe pemilih afeksional adalah pemilih pasangan calon Prabowo-Gibran. Hubungan ini nyata dan signifikan dengan koefisien Cramer’s V sebesar 0,758 dan probabilitas signifikansi 0,000,” sambung Dr Sakban.
Saat tanya jawab berlangsung, salah satu peserta diskusi yakni Lili, mengajukan pertanyaan cukup dialektik dan debatable. Mahasiswa FISIP Unim Mojokerto ini meragukan beberapa pernyataan dan bahkan kesimpulan penelitian Dr Sakban. Layaknya sesama peneliti, laki-laki yang kadang juga menulis lagu itu, justru menjawab dengan tantangan.
“Nah, itu pertanyaan dan hipotesis yang tidak hanya menarik, tetapi juga penting. Saran kami, lakukan saja penelitian yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan jawaban yang mendekati kebenaran. Jadi, kalau Saudari tidak tahu, Saudari cukup mempelajari hasil kajian yang sudah ada. Tetapi kalau memang belum ada pengetahuan mengenai itu, kita semua yang harus melakukan penelitian. Itu bedanya receptive-reproductive learning, dengan productive learning. Meneliti itu bentuk utama dari productive learning untuk menghasilkan new and valid knowledge,” papar Dr Sakban.
Akhir kata, Dr Sakban mengutip Anthony Giddens dalam bukunya yang berjudul The Third Way sebagai penutup diskusi.
“Namun, satu kaidah periklanan yang sukses adalah bahwa citra saja tidak cukup. Pasti ada sesuatu yang kuat di balik hype tersebut, jika tidak, publik akan segera mengetahui kebohongan di baliknya,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati