MALANG, Tugujatim.id – Bagi anda yang ingin belajar sejarah tapi tak ingin membaca literatur tertulis, Anda dapat mencoba alternatif lain ini. Yakni dengan mengunjungi langsung situs yang ingin dipelajari. Di antaranya Candi Kidal. Salah satu candi Hindu peninggalan Raja Anusapati, raja ke-2 kerajaan Singhasari. Bangunan batu arsitektur kuno itu tampak megah menunjukkan kebesaran peradaban masa itu.
Kini, candi ini tampak berdiri tegak di antara rerumputan hijau, pepohonan tinggi menjulang dan rumah-rumah warga. Lokasi candi Kidal ini sendiri terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti awal mula pembangunan candi ini, dikarenakan tak adanya bukti prasasti yang mencatat ihwal candi ini. Dalam beberapa literatur, sejarah seperti dalam Negarakertagama dan Pararaton menyebutkan hal yang berbeda mengenai situs satu ini. Kitab Negarakertagama mencatat Raja Anusapati wafat pada tahun 1170 Saka dan didharmakan sebagai Siwa di Kidal. Sedangkan dalam Pararton mencatat, bahwa candi ini menjadi tempat pendharmaan Raja Anusapati setelah diadaka upaca Sradha pada tahun 1248 M. Upacara Sradha merupakan rangkaian upacara kematian dalam Hindu.
Candi Kidal ditemukan pertama kali oleh Thomas Stamford Rafles pada tahun 1817 dan kemudian dilanjutkan pembersihan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1867-1883. Pada 1925, Pemerintah Hindia Belanda mengutus De Haan sebagai ketua pemugaran, hingga tahun 1986-1998 dilanjutkan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Dengan memperbaiki bagian kaki guna menambah kekokohan bangunan ini. Kini candi ini tercatat menjadi bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan SK Mendigbud RI Nomor 205/M/2015.
Awal mula ditemukannya, candi ini diperkiraan berukuran tinggi 17 m, namun karena bencana alam dan waktu yang panjang akhirnya kita hanya akan menemukan candi dengan tinggi 12,26 m dan lebar 8,36 m.
Konstruktusi candi berbentuk sangkar yang terbagi menjadi tiga bagian yakni, kaki candi, badan candi, dan atap candi. Tubuh candi dihiasi dua buah ornamen naga. Pada kedua sisi tangga masuk terdapat kepala Kala yang berwujud seperti raksasa, keempat pojok nampak relief singa berdiri sebagai penyangga kaki candi. Pada kaki terdapat relief timbul garuda yang merupakan fragmen dari cerita Garudaiyea. Pada bagian dalam candi (garbarghu) tidak ditemukan arca hanya ada beberapa Yoni yang itupun ditemukan di bagian luar. Dugaan kuat bagian dalam ini sebagai tempat penyimpanan arca Siwa gaya Singhasari yang saat ini tersimpan di Royal Tropical Institue Amsterdam.
Kidal berarti kiri, dalam pembacaan relief pada candi ini dilakukan dari kiri ke kanan berlawanan arah jarum jam (pradaksina), berbeda dengan candi kebanyakan yang dibaca dari kanan ke kiri. Relief candi yang terukir pada candi ini adalah relief Garudeiya pada pilaster candi tepatnya di tiga sisi kaki candi.
- Sisi utara, Garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, kaki tangan ditekuk, lutut bertumpu pada landasan. Tangan kanan diangkat seperti menyangga suatu benda yang bulat. Di atas kepala Garuda duduk seorang wanita diatas Padma. Kaki kiri tersebut dalam sikap bersila, kaki kanan menggantung ke bawah disangga oleh tangan kanan garuda, di sampingnya terdapat tiga ekor ular naga. Pada relief ini menggambarkan kekuasaan para naga yang membelenggu ibunda sang garuda dalam cengkraman perbudakan Kadru.
- Sisi Timur, Menggambarkan Garuda yang sama namun pada tangan kanannya memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan sebagai ikatan kuca rumput. Di atas kepala garuda terdapat guci Anumerta (Kamandalu). Digambarkan sang Garuda telah mendapatkan Amerta sebagai penebus ibunya, Seikat kuca yang terlepas menggambarkan Amerta yang berhasil direbut dari tangan para Dewa, kemudian para naga diminta mensucikan badannya terlebih dahulu sebelum meminum air Amerta.
- Sisi Selatan, tidak berbeda dengan sisi yang lain, yang berbeda hanya di bagian kepala terdapat tiga ekor naga. Naga–naga tersebut duduk diatas Padma. Ekor Naga tengah disangga oleh tangan Garuda. Pada sisi ini menggambarkan garuda yang tengah bersiap meninggalkan para naga bersama ibunya karena telah terlepas dari perbudakan Kadru.
Relief pada Candi Kidal tersebut menggambarkan cerita Garudaiya. Garuda dengan Guci Amerta yang telah direbutnya dari para Dewa dan garuda dengan para Naga. Jika disinkkronkan dengan cerita Ken Arok dan Ken Dedes dalam Pararaton diperkirakan bahwa, Garuda diposisikan sebagai Anusapati yang sangat ingin membebaskan ibunya dari belenggu Ken Arok yang telah merebut Ken Dedes dan membuhuh Tunggul Ametung yang saat itu menjabat sebagai Akuwu Tumapel sekaligus suami dari Ken Dedes. Meski dikisahkan bahwa Ken Dedes mencintai Ken Arok namun tidak sedikit yang percaya bahwa Ken Dedes tersiksa perasaan karena sikap Ken Arok yang berbeda setelah ia memiliki selir bernama Ken Umang. Meski demikian, cerita ini belum dapat dipastikan kebenaranya.
Jam Buka Candi Kidal, Malang
Jika anda tertarik belajar sejarah di situs Candi Kidal ini, datanglah di hari-hari biasa dari jam 8:30-15:00 WIB, tentunya dengan tetap mematuhi beberapa aturan, seperti wajib mematuhi protokol kesehatan, tidak bertindak asusila, dan tidak merusak kawasan. Terkhusus bagi perempuan yang tengah menstruasi, tidak diperbolehkan menaiki bangunan candi apalagi masuk ke dalam candi namun masih diperbolehkan jika hanya masuk atau sekedar berswafoto di areal candi. Anda juga tidak perlu khawatir mengenai tiket masuk karena tidak ada patokan biaya masuk, pengunjung hanya diminta menyumbangkan uang kebersihan selayaknya.
“Takutnya terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Sebagai manusia yang berbudi pekerti baik haruslah menunjukkan sikap yang baik. Kan ini bangunan suci jadi mestilah kita hormati dengan menunjukkan prilaku yang bagus,” ungkap pak Yus, juru pelihara Candi Kidal.