BANYUWANGI, Tugujatim.id – Berwisata ke desa adat Osing Banyuwangi tentu menjadi sebuah pengalaman baru bagi banyak orang. Terutama bagi mereka yang bukan berasal dari kabupaten paling timur di Jawa Timur ini. Salah satu pemukiman tradisional yang kini bermetamorfosis menjadi desa wisata ialah Desa Kemiren.
Salah satu desa wisata di Jawa Timur ini menawarkan banyak sekali paket wisata dan acara tradisional tahunan. Beberapa di antaranya menginap di rumah warga sekaligus belajar tentang tari tradisional, membatik, hingga mencicipi beragam masakan tradisional.
Potensi Wisata Desa Adat Osing Kemiren
Desa Kemiren berada di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Kemiren yang sadar akan potensi wisata budaya daerahnya lalu beraktivitas dengan membuat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) kencana yang telah beraktivitas sejak 2018. Barulah pada 2020 mendapat pembaruan legalitas dari pemerintah desa setempat.
Sebagai pengelola dan pelaku pariwisata, terdapat beberapa paket yang ditawarkan pada wisatawan, yakni paket wisata budaya, edukasi, kuliner, hingga beragam acara tradisional tahunan. Mereka juga mengelola setidaknya 55 rumah warga untuk menjadi homestay penginapan pengunjung.
Pengelola menggunakan prinsip Community Based Tourism atau CBT, di mana menempatkan masyarakat sebagai pelaku wisata di daerahnya sendiri. Selain mengangkat nama daerah, adanya wisata desa adat Osing Kemiren pun dapat menjadi pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Penghargaan Nasional hingga Ribuan Pengunjung Tiap Tahun
Desa Adat Osing di Desa Kemiren ternyata diminati masyarakat dari berbagai daerah, bahkan luar negeri. Setelah dibuka sejak 2018, ada 8.474 pengunjung selama Januari hingga Desember 2018. Setahun kemudian, dalam rentang Januari hingga Mei saja, ada 2.253 wisatawan yang datang.
Pengakuan secara nasional pun diperoleh. Setelah masuk dalam nominasi 100 Desa Wisata di Indonesia 2021, akhirnya Desa Kemiren mendapat juara 2 pada ajang Desa Wisata Award 2021. Desa tersebut masuk dalam kategori wisata berbasis budaya.
Asal Usul Desa Kemiren
Daerah yang sekarang dikenal sebagai Desa Kemiren dahulu terdiri dari hutan yang dipenuhi oleh pohon kemiri dan duren. Menurut para sesepuh desa, nama tersebut berasal dari kedua jenis pohon tersebut.
Sejarah mencatat bahwa masyarakat Desa Kemiren merupakan orang-orang yang mengasingkan diri dari Kerajaan Majapahit setelah runtuhnya kerajaan ini pada 1478 M. Selain menuju ke Desa Kemiren, kelompok ini juga mengungsi ke Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo dan Pulau Bali.
Mereka kemudian mendirikan Kerajaan Blambangan di Banyuwangi yang memiliki corak Hindu-Buddha seperti Majapahit. Kerajaan Blambangan berkuasa selama dua ratus tahun sebelum jatuh ke tangan Kerajaan Mataram Islam pada 1743 M.
Desa Kemiren terbentuk pada masa penjajahan Belanda pada 1830-an. Awalnya, desa ini merupakan sawah hijau dan hutan yang dimiliki oleh warga Desa Cungking, yang konon merupakan asal-usul masyarakat Osing di Banyuwangi.
Hingga saat ini, Desa Cungking masih ada dan terletak sekitar 5 km arah timur dari Desa Kemiren. Namun, saat ini Desa Cungking sudah berubah menjadi desa kota. Pada saat itu, warga Desa Cungking memilih bersembunyi di sawah untuk menghindari tentara Belanda.
Mereka enggan kembali ke desa asal mereka di Cungking sehingga hutan di daerah Kemiren dibabat untuk dijadikan perkampungan. Desa ini diberi nama Kemiren karena terdapat banyak pohon kemiri dan durian di daerah tersebut.
Kemiren pertama kali dipimpin oleh seorang kepala desa bernama Walik, tapi tidak ada sumber yang jelas yang menceritakan siapa dia. Ada yang mengatakan bahwa Walik merupakan keturunan bangsawan.
Tentang Masyarakat Osing dan Perebutan Kekuasaan Masa Lampau
Osing adalah salah satu komunitas etnis yang terdapat di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Lebih luas lagi, Osing merupakan bagian dari sub-etnis Jawa. Menurut peta wilayah kebudayaan Jawa, Osing termasuk dalam wilayah Sabrang Wetan yang berkembang di daerah ujung timur Pulau Jawa.
Sejarah komunitas Osing sangat erat kaitannya dengan Blambangan. Orang Osing adalah masyarakat Blambangan yang tersisa. Keturunan Kerajaan Hindu Blambangan ini berbeda dengan masyarakat lain di Jawa, Madura, dan Bali dalam hal adat-istiadat, budaya, dan bahasa.
Osing memang lekat dengan persaingan pengaruh antara kerajaan Islam di Jawa yang bertarung dengan kerajaan Hindu dari Bali. Pasca jatuhnya Majapahit pada abad ke-15, kerajaan Islam seperti Pajang, Demak, dan Mataram berusaha mengekspansi daerah kekuasaan.
Penaklukan pun berhasil dilakukan oleh Demak yang dapat merebut Panarukan. Wilayah ini sebelumnya menjadi salah satu pusat bermukimnya suku Osing. Akhirnya mereka terpaksa pindah ke daerah pedalaman. Penaklukan ini terjadi sekitar 1545 Masehi.
Namun, hagemoni Bali tampaknya belum ingin menyerah. Banyuwangi atau Blambangan menjadi salah satu daerah perekonomian yang ingin dipertahankan. Kerajaan dari Bali pun berhasil menguasai kembali wilayah Blambangan pada rentang 1697-1764. Wilayah ini benar-benar menjadi milik Kerajaan Mataram saat mereka bekerja sama dengan penjajah VOC untuk menaklukkan para pasukan kerajaan dari Bali.
Paket Wisata Desa Adat Osing di Desa Kemiren
Pokdarwis Desa Kemiren telah menyediakan beberapa paket wisata yang dapat menjadi pilihan bagi pengunjung. Berikut ini paket wisata yang dapat dipilih.
1. Wisata Edukasi Budaya Osing
Masyarakat desa dan pokdarwis telah menyediakan paket wisata edukasi yang sangat menarik. Beberapa kegiatan yang ada di antaranya:
• Trecking Sawah, Tanam Padi, dan Membajak Sawah: Rp500.000 (kuota 1-20 orang)
• Belajar Menari: Rp25.000 (kuota 25-50 orang)
• Belajar Musik Tradisional: Rp25.000 (kuota 25-50 orang)
• Menyangrai Kopi: Rp30.000 (kuota 25-50 orang)
• Membatik: Rp50.000 (kuota 25-50 orang)
• Masak Pecel Pitik: Rp30.000 (kuota 25-50 orang)
2. Menginap di Desa Adat Osing Kemiren
Sebagai desa wisata, Desa Kemiren memang telah sangat siap menyambut tamu yang datang ke desa mereka. Masyarakat pun telah bekerja sama dengan menyiapkan rumah mereka sebagai homestay.
Penginapan terbagi merata dalam beberapa RW dan RT. Pemilik rumah menyediakan harga yang sama, yakni sebesar Rp125.000 per orang. Namun, jumlah kamar yang disediakan berbeda-beda sesuai kondisi rumah warga.
3. Belajar Membuat Batik Khas Banyuwangi
Para pengunjung juga dapat menikmati wisata edukasi berupa fasilitas belajar membuat batik khas Banyuwangi. Pengelola hanya menetapkan tarif sebesar Rp50.000 per orang dengan jumlah peserta 25-50 orang untuk paket belajar batik.
4. Mengikuti Event Tradisional
Ada beberapa event tahunan yang diselenggarakan Pokdardis Desa Kemiren. Beberapa di antaranya acara Barong Ider Bumi yang biasanya dilaksakana pada 2 Syawal sesuai kalender Islam. Acara ini bisa diikuti hingga 3.000 peserta.
Selain itu, juga ada acara Tumpeng Sewu yang biasa dilaksanakan pada bulan Dzulhijah dengan peserta juga mencapai 3.000 orang. Belum lagi event tradisi lainnya seperti Mocoan Lontar dan Festival Ngopi yang diselenggarakan pada Oktober tiap tahun.
5. Belajar Tarian Khas Banyuwangi
Wisatawan lokal maupun mancanegara banyak yang tertarik dengan potensi budaya yang ada di Desa Kemiren. Hal ini membuat pengelola menyediakan paket belajar tari. Beberapa paket yang ada yakni:
• Tari Gandrung: Rp1.500.000 per orang.
• Tari Gandrung, Jaran Goyang: Rp2.250.000 per orang.
• Tari Gandrung, Jaran Goyang, dan Pawai Barong: Rp3.000.000 per orang.
Itulah gambaran bagaimana Desa Adat Osing Kemiren bermetamorfosis menjadi salah satu destinasi wisata di Banyuwangi. Tentu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya yang menakjubkan.