SURABAYA, Tugujatim.id – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang mulai diberlakukan sejak 3 hingga 20 Juli 2021 di wilayah Jawa dan Bali masih menuai banyak perhatian masyarakat. Banyak kebijakan pemerintah soal PPKM Darurat yang belum menyentuh substansi untuk mengatasi persoalan pandemi Covid-19.
Lebih jauh, Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr dr M Atoillah Isfandiari MKes menegaskan bahwa PPKM Darurat yang sedang diterapkan pemerintah hanya upaya untuk mempertahankan titik ekuilibrium atau titik keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
“Syaratnya, harus ketat. Artinya, idealnya karantina wilayah. Sehingga karenanya maka PPKM saja ‘tidak efektif’. Ini menurut saya, hanya upaya pemerintah untuk mempertahankan titik ekuilibrium antara kesehatan dan ekonomi,” terangnya, Jumat (09/07/2021).
Di sisi lain, Dr Atoillah juga menyebut bahwa bila PPKM Darurat perlu upaya pengetatat yang ideal. Seperti karantina wilayah, karena menurutnya bila PPKM saja masih dinilai belum efektif dalam menangani persoalan pandemi Covid-19.
Terlebih, banyak upaya pembatasan mobilitas dalam PPKM yang masih belum ketat, sehingga titik pertemuan antara ekonomi dan kesehatan belum terjadi. Lantas, tegas Dr Atoillah, penyebaran Covid-19 masih berlanjut.
“Tetapi dalam PPKM atau PSBB dan upaya upaya pembatasan mobilitas sebelumnya yang juga tidak ketat, titik ekuilibrium ini tidak pernah terjadi, artinya, penyebaran penyakit masih terus terjadi,” bebernya.
Selain melanjutkan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 sebelumnya, jelas Dr Atoillah, saat ini ‘concern’ pemerintah juga pada adanya pola penyebaran Covid-19 yang baru, diakibatkan munculnya varian delta yang 4-8 kali lebih cepat menular.
“Sehingga, satu-satunya cara menekan penyebaran Covid-19 yang notabene menular ‘human to human’ atau dari manusia ke manusia, maka adalah dengan menekan pergerakan dan interaksi sosial. Sehingga dalam hal ini salah satunya adalah PPKM,” jelasnya.
Apalagi masa pemberlakuan PPKM Darurat hanya 20 hari, jelas Dr Atoillah, berbeda dengan pendapat Epidemiolog yang setidaknya perlu waktu dua kali masa inkubasi pada karantina. Sehingga, idealnya minimal 21 hari pemberlakuan.
“PPKM Darurat kali ini, masa pembatasan yang hanya kurang dari 20 hari tidak ada dasar epidemiologis, normalnya karantina minimal dua kali masa inkubasi ditambah masa gejala, kira-kira seorang pasien berisiko menularkan ke yang lain. Minimal 21 hari,” pungkasnya.