SURABAYA, Tugujatim.id – Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak berjalan dengan efektif. Pernyataan itu ditanggapi oleh Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr. dr. Windhu Purnomo M.S. Ph.D bahwa PPKM merupakan ‘abal-abal.’
“Harusnya Jokowi lihat dari perencanaan. Isinya sejak awal sudah tidak sesuai dengan prinsip pemutusan penularan, kita punya sejarah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar, red) yang isi dan peraturannya lebih ketat. PPKM itu abal-abal implementasi tidak sesuai peraturan,” terang Pakar Epidemiologi Unair pada pewarta di Surabaya, Senin (01/02/2021).
Windhu Purnomo melanjutkan bahwa, PSBB yang memiliki peraturan dan isi yang lebih ketat saja tidak menunjukkan angka penurunan kasus COVID-19, apalagi penerapan PPKM yang aturannya tidak seketat PSBB dan lebih longgar di lapangannya. Pakar Epidemiologi Unair tersebut juga menegaskan bahwa virus COVID-19 tidak mengenal jam dan tidak dibatasi pada waktu tertentu saja.
“Kasus tetap meninggi. Sekarang PPKM kegiatan esensial tetap jalan. Virus nggak mengenal jam, bukan berarti siang boleh beraktivitas, malam dibatasi. Virus tidak bisa dikasih jam malam,” tegas Windhu Purnomo yang menanggapi pernyataan Presiden RI, Joko Widodo mengenai tidak efektifnya penerapan PPKM tersebut.
Di sisi lain, Windhu juga mengatakan bahwa Indonesia sudah kehilangan momentum untuk melakukan penanganan secara optimal pada rentang awal penyebaran COVID-19 sekitar bulan Maret 2020 lalu. Pakar Epidemiologi Unair Surabaya itu menyebut bahwa awal penyebaran pada Maret 2020 merupakan golden periode.
“Itu golden periode. Kalau ini lewat, susah. Dari awal bingung ekonomi atau kesehatan masyarakat. Ekonomi itu dampak dan efek. Penyebabnya ya kondisi masyarakat,” pungkas Pakar Epidemiologi Unair Surabaya, Windhu Purnomo pada pewarta yang begitu antusias menyimak jawabannya.
Untuk saat ini, Indonesia perlu melakukan penanganan yaitu meningkatkan upaya case finding dengan memaksimalkan 3T (Testing, Tracing dan Treatment) untuk menilik sumber kasus penyebaran COVID-19. Lantaran 3T di Indonesia masih sangat rendah. (Rangga Aji/gg)