MALANG, Tugujatim.id – Proyek revitalisasi Tugu Balai Kota Malang telah dimulai pada Juni 2023. Proyek yang dianggarkan sebesar Rp5 miliar lebih tersebut melingkupi pengerjaan perobohan pagar, pelebaran pedestrian yang semula dua meter menjadi lima meter, dan penambahan lajur jogging track. Selain itu, juga penggantian dan penambahan lampu taman, pengadaan kursi taman, penataan pola taman, dan penambahan atraksi air mancur.
Namun di tengah revitalisasi Alun-Alun Tugu Balai Kota Malang itu, ada temuan fakta baru. Ada temuan tiga batu berbentuk kotak berbahan andesit yang ditemukan saat proses revitalisasi. Batuan ini awalnya terpasang di kawasan Bundaran Tugu dan ada tulisan menghadap ke arah atas. Banyak masyarakat tidak tahu akan keberadaan tiga batu yang diduga peninggalan zaman penjajahan ini.
Berdasarkan pengamatan Tugu Jatim di Bundaran Tugu Balai Kota Malang, bebatuan itu bertuliskan kata berbeda. Satu batu bertuliskan “MALANG IN MEMORY OF”, batu kedua bertuliskan “OOSTERHUIS” dan “BAPAK TONKO”. Di batuan itu juga ada plakat bulat dengan tanda anak panah.
Baca Juga: Tersangka Pembunuhan Pemuda di Jembatan Araya Malang Jalani Reka Ulang, Hasilnya Ada 2 Versi!
Pada baris atas ada tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “WESTERLEE 1896”. Sementara di baris bawah ada tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “AMBON 1943”.
Sementara batu ketiga memiliki tulisan JOHAN dan JAN. Di sebelah kanan tulisan ada dua plakat bulat dengan masing-masing tanda anak panah. Plakat pertama pada bagian atas, ada tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “KALABAHI 1927”. Pada baris bawah ada tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “MALANG 1945”.
Plakat kedua (bawah) pada baris atas terdapat tulisan diawali dengan tanda bintang (*) dan dilanjutkan dengan tulisan “TJIMAHI 1933”. Pada baris bawah ada tulisan diawali dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan tulisan “LABUHANBAJO 2003”.
Menanggapi penemuan batu andesit bersejarah itu, pemerhati sejarah Malang Restu Respati menyatakan, saat dia datang meninjau lokasi dan memeriksanya, awalnya menduga merupakan benda cagar budaya dan memiliki catatan sejarah. Mengingat kekhawatirannya jika pelaksana proyek tidak memahami arti pentingnya objek tersebut bagi kesejarahan, maka musnahlah bukti penting tersebut.
“Benar dugaan kami, pelaksana proyek mengaku tidak mengetahui akan keberadaan objek tersebut. Setelah kami jelaskan, barulah kami bersama-sama mencarinya. Berdasarkan foto lama yang kami pegang, kami tahu titik lokasi yang harus dituju. Untung saja objek tersebut masih ada meski beberapa dalam kondisi cacat karena terkena alat backhoe,” ucap Restu dalam keterangan resminya pada Selasa (04/07/2023).
Sementara itu, pengamat dan peneliti sejarah Tjahjana Indra Kusuma memastikan jika berdasarkan data dan bukti sejarah yang dia miliki, batuan tersebut bukanlah benda cagar budaya apalagi berkaitan erat dengan sejarah Alun-Alun Tugu Balai Kota Malang.
Dia mengetahui, bebatuan tersebut dipasang oleh seseorang melalui dinas lingkungan hidup (DLH) pada Februari 2016.
“Batu andesit ini ditempatkan di sini pada 2016. Kalau kaitan sejarah ini ya sebagai elemen pelengkapnya, tidak berhubungan dengan nilai-nilai sejarah lingkungan kawasan,” kata Indra sembari menunjuk ke arah bebatuan itu.
Baca Juga: 5 Desain Rumah Minimalis ala Luar Negeri, Elegan Cocok untuk Kaum Milenial Kekinian
Indra melanjutkan, jika bebatuan itu diberikan oleh keluarga dari Indonesia bagian timur, di mana ayah dari keluarga tersebut pernah bertugas di Malang sebagai pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands-Indische Leger). Sosoknya disebut Indra bernama Tonko Oosterhuis, dengan pangkat terakhir saat bertugas di Malang yakni letnan muda.
“Dia itu tentara KNIL yang dinas terakhir di Batalyon Infanteri 8 di Rampal. Ini KNIL sejak muda tahun 21 memulai dinasnya di Kalabahi, Kepulauan Alor. Kemudian mutasi ke Waingapu, lalu ke Cimahi, kemudian ke Surabaya, ditempatkan ke Samarinda, terakhir ditempatkan di Malang sampai invasi Jepang, meninggal di Ambon, korban kena romusha,” jelas Indra saat ditemui di Alun-Alun Tugu Balai Kota Malang.
Indra melanjutkan, berdasarkan data yang diterimanya dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), bebatuan itu terpasang dikarenakan ada kerja sama antara dinas lingkungan hidup (DLH) dengan ahli waris keluarga yang memberikan kenang-kenangan untuk Kota Malang.
“Harusnya sih ada MoU-nya, tapi kalau durasinya saya tidak begitu tahu. Itu kan dihibahkan saja. Karena itu melalui sebuah keterbukaan informasi latar belakang apa pada pembangunan ini dengan komunikasi. Harapan kami semakin jelas apa yang dimaksud dengan ini,” beber Indra.
Writer: Yona Arianto
Editor: Dwi Lindawati