MALANG, Tugujatim.id – Lesbumi PCNU Kota Malang sukses menggelar Festival Sekarbanjar di Sumber Serut Genting, RW 07, Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jumat-Minggu (06-08/10/2023). Festival ini merupakan event perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang bekerja sama dengan masyarakat Genting.
Istimewanya, Plt. Gubernur Jawa Timur H. Emil Elestianto Dardak membuka acara, dilanjut kirab gunungan jeruk, tumpeng, dan pusaka Lesbumi PCNU Kota Malang berupa tombak Kiai Sekarbanjar.
Ketua Lesbumi NU Kota Malang Fathul H. Panatapraja menjelaskan, tombak tersebut akan dijadikan ikon pusaka pada festival yang digelar rutin setiap tahun. Sebab, tombak Kiai Sekarbanjar memiliki dhapur megantara luk tujuh dan berpamor ngulit semangka.
“Tombak Kiai Sekarbanjar dibuat seorang mpu bernama Ki Krisna Singo Menggolo Putro. Salah seorang mpu muda kebanggaan Kota Malang,” jelasnya.
Saat pembukaan acara, Lesbumi NU Kota Malang menghadiahkan sebilah keris Pasupati yang juga garapan dari Mpu Krisna kepada Plt. Gubernur Jawa Timur H. Emil Elestianto Dardak. Selain itu, dihadirkan juga keris para kiai NU dalam sebuah pameran pusaka yang diselenggarakan di dalam ruang pameran bersama Pustaka (kitab dan lontar) dan seni rupa (lukisan dan patung).
“Kami memang sengaja hadirkan pusaka para kiai NU pada Festival Sekarbanjar. Harapannya agar masyarakat bisa meneladani para kiai tersebut. Sebab, pusaka ini warisan budaya yang adiluhung dan sudah seharusnya dilestarikan,” katanya.
Dia juga mengatakan, pusaka ini capaian tertinggi dari silang upaya antara seni, spiritualitas, dan teknologi. Keris juga merupakan sebuah doa yang dibendakan dengan teknik tempa metalurgi yang di belahan dunia lain masih belum bisa melakukannya saat itu.
“Sedangkan saat itu leluhur kita sudah bisa membuatnya. Bahkan hasilnya elok sekali, baik dalam bentuk lurus maupun berkelok (luk),” ungkap Fathul.
Pameran Keris Mewarnai Perhelatan Festival Sekarbanjar
Sementara itu, mpu asli kelahiran Kota Malang Ki Krisna menjelaskan, memahami keris memang tidak bisa dipandang hanya sebagai senjata, apalagi hal mistis saja. Dia mengatakan, memahami keris adalah menyelami adat masyarakat Jawa.
“Alam di mana fungsi, estetika, dan simbol-simbol akan nilai kehidupan ditempa menjadi satu,” katanya.
Dalam acara ini, salah satu keris pusaka milik Almaghfurlah KH. Achmad Masduqi Mahfudz, kiainya para kiai NU di Malang, juga dihadirkan. Keris ini berjenis Tosan Aji keris lurus yang memiliki dhapur Tilam Upih dengan pamor Melati Sinebar, tangguh Mataram, dan warangka Gayaman Surakarta.
Menurut Ki Krisna, Keris Tilam Upih salah satu jenis keris keluarga Jawa yang memiliki bentuk lurus dengan ukuran bilah keris sedang. Ciri-cirinya memiliki ricikan yang sederhana berupa Gandhik polos, pejetan, lugas, dan tikel alis.
Secara filosofis, Keris Tilam Upih, bahwa kata “tilam” memiliki pengertian alas tidur, berupa anyaman daun yang membentuk tikar. Dari kata tersebut kemudian muncul sebuah filosofi tentang Tilam Upih yang memiliki simbol kebahagiaan, khususnya untuk keluarga yang memiliki keris tersebut.
“Pamor Melati Sinebar ibarat bunga melati yang bertebaran di mana-mana. Melati sendiri mempunyai warna putih yang dimaknai kesucian. Melati mempunyai aroma yang sangat harum sehingga disukai banyak orang. Jadi, makna pamor Melati Sinebar yaitu manusia hendaklah berperilaku baik sehingga dicintai atau disukai banyak orang,” tambahnya.
Selain itu, ada pula pusaka dari Rektor Unisma (1989-1998) dan Menteri Agama era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Almaghfurlah Prof Dr KH Muhammad Tholhah Hasan. Sebenarnya ada empat bilah keris yang dipinjamkan oleh keluarganya, tapi hanya satu yang menjadi perhatian Ki Krisna, yaitu Cundrik.
“Dhapur Cundrik memiliki ciri khas yang khusus, biasanya berukuran kecil sekitar 10-15 cm. Keris pusaka Cundrik sering dikatakan patrem karena ukurannya kecil. Keris Cundrik umumnya memiliki bentuk bilah yang lurus seperti belati/pedang kecil karena dulu senjata rahasia yang mudah dibawa dan disembunyikan” katanya.
Dia melanjutkan, sebagian orang menganggap Cundrik itu senjata para putri untuk melindungi dirinya dari segala ancaman. Tapi, ada juga yang memiliki pemahaman bahwa dhapur Cundrik digunakan para alim ulama dan orang sakti pada zaman dulu.
“Cundrik meski memiliki bentuk kecil, tapi daya tampung energi atau kekuatannya cukup besar sehingga tidak heran bahwa para alim ulama dan orang linuwih pada zaman dulu wajib memiliki keris dhapur Cundrik,” tutur Ki Krisna.
Menurut dia, pamor Pancuran Mas mengandung ajaran untuk selalu bersedekah untuk membantu sesama karena sedekah bagaikan sumber air.
“Sebanyak apa pun dikeluarkan, tidak akan pernah habis,” ujarnya.
Sementara itu, ketua pelaksana Festival Sekarbanjar Fajrus Sidiq menyampaikan bahwa tidak hanya pusaka tombak Kiai Sekarbanjar dan pusaka para kiai masyhur dari Malang saja yang dihadirkan. Dia mengatakan, pusaka milik warga Genting juga dipamerkan di festival ini.
Menurut dia, masyarakat Genting dan sekitarnya sangat antusias dalam menyambut Festival Sekarbanjar. Dia memaparkan, lebih dari dua puluh keris dan tombak pusaka milik warga Genting yang terpajang di ruang pameran.
“Para pemilik juga berkonsultasi kepada Ki Krisna tentang perawatan pusaka mereka agar tetap terjaga,” terang Fajrus.
Untuk diketahui, Festival Sekarbanjar 2023 sukses dilaksanakan berkat didukung oleh Polresta Malang Kota, PT Djarum, OJK Malang, Unisma, Kominfo Kota Malang, DPRD Kota Malang, Perumda Tugu Tirta, Optima Kreatif, dan Instituto Superior Cristal. Selain itu, juga Hippam Sumber Makmur, Uniga Malang, Kelompok Tani Sumber Rejeki, Nawaksara, Zebra Production, Atozz Audio, malangtimes.com, Tugujatim.id, Kampus Desa Indonesia, bacamalang.com, blokA.com, ketik.id, Dawuh Guru, Langgar.co, nggalek.co, dan sejumlah komunitas dari berbagai pihak. (*)
Writer: Haris Rahmat Daliman
Editor: Dwi Lindawati