SURABAYA, Tugujatim.id – Para pemain komunitas Front Kolosal Soerabaja (FKS) menampilkan drama teatrikal bertajuk “Kompi Maling: Kompi Penggempur Dalam Matosin”, di lapangan Tugu Pahlawan Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu (12/3/2023).
Selain menghibur, pertunjukan drama itu juga sebagai sarana edukasi sejarah bagi masyarakat. “Sebagai bentuk edukasi dan menjaga nilai sejarah. Anak-anak sekarangkan banyak yang nggak tahu, melihat perjuangan para pahlawan kita terdahulu. Pahlawan kita susah payah membawa kemerdekaan, jadi kita harus menjaga nilai-nilai perjuangan itu dengan sebaik-baiknya,” kata penulis naskah Kompi Maling Matosin, Robert Beyoned, pada Minggu (12/3/2023).
Front Kolosal Soerabaja merupakan sebuah komunitas seni pertunjukan yang memiliki fokus menampilkan cerita-cerita sejarah yang banyak tak diketahui oleh masyarakat umum, salah satunya cerita Matosin yang ditampilkan hari ini.
Matosin, pahlawan Surabaya yang namanya tak banyak dikenang oleh masyarakat. Sebab, aksi heroiknya melawan tentara Inggris saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tak pernah tertulis dalam buku sejarah.
“Banyak masyarakat yang belum tahu tentang Matosin. Karena cerita ini juga nggak ada di buku sejarah. Hanya sedikit orang tahu. Ada juga tokoh Madun, yang pernah melawan Inggris sendirian. Patungnya ada di depan Siola,” papar Robert.
Melibatkan sekitar 25 lebih orang yang tak hanya dari anggota FKS, melainkan terdapat kontribusi dari seniman non anggota. “Sekitar 25 orang anggota FKS. Tapi ada juga di luar FKS, yang penting bisa mengikuti skript dari kami. Kami nggak menuntut siapapun untuk ikut, salah atributnya sesuai bisa tampil. Jadi anggota tetap dan anggota lepas,” ungkapnya.
Bukan kali pertama Robert menampilkan drama teatrikal yang mengandung nilai sejarah. Mahirnya mereka memerankan setiap tokoh, Robert mengaku tak pernah melakukan latihan untuk pertunjukan ini.
“Kami tanpa latihan. Hanya breafing di hari Jumat biasanya. Karena secara keseluruhan sudah terbiasa membawakan cerita sejarah dalam pertunjukan. Jadi seperti tidak ada tantangan,” ujarnya.
Dengan penampilan FSH yang menceritakan tentang aksi Matosin bersama komplotannya, Robert berharap masyarakat dapat terdorong untuk menularkan cerita-cerita sejarah kepada generasinya sehingga nilai penting perjuangan kepahlawanan Surabaya tak pernah luntur.
“Orang tua bisa mengajak ke pertunjukan sejarah seperti ini supaya bisa mendapat ilmu pengetahuan. Karenakan biasanya anak-anak malas untuk membaca, dari teatrikal ini jadi ada sarana hiburan edukasinya. Makanya tagline kami, ‘belajar sejarah dari seni pertunjukan’,” pungkasnya.
Pertunjukan ini merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudporapar) Kota Surabaya lewat wisata Museum 10 November.