SIDOARJO, Tugujatim.id – Sebarkan nilai kasih dan toleransi, Gusdurian Sidoarjo gelar buka bersama lintas agama di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sidoklumpuk, Sidoarjo, Jumat (07/04/2023). Turut hadir istri Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Dr Shinta Nuriyah Wahid.
Terpantau pada pukul 16.30 WIB, Nyai Shinta Nuriyah Wahid tiba di GKI Sidoarjo. Menuju ruangan altar, Nyai Shinta memberikan santunan sekaligus menyapa anak-anak yatim piatu. Dia menanyakan satu per satu kepada mereka tentang identitasnya masing-masing.
Lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang memenuhi riuh ruangan. Semua orang yang hadir dari berbagai lintas agama menyanyikan penuh khidmat. Kegiatan kali ini mengangkat tema “Dengan Berpuasa, Kita Tempa Kembali Ketaqwaan, Kemanusiaan, Moral dan Persatuan Jiwa Anak Bangsa”.
Dalam dialog kebangsaan, Nyai Shinta Nuriyah menekankan pentingnya nilai toleransi, saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong. Kegiatan buka atau sahur bersama sendiri juga sudah dia lakukan bersama Gus Dur saat menjabat sebagai kepala negara.
Bagi dia, berbuka atau sahur bersama dengan lintas iman, kaum duafa, dan kaum marginal sebagai bentuk saling memahami dan merasakan indahnya nikmat bulan puasa. Bertepatan dengan perayaan Jumat Agung, Pendeta GKI Sidoarjo Leonard Andrew Immanuel mengungkapkan sebagai tuan rumah, GKI telah bersentuhan dengan unsur kebhinekaan.
“Kami percaya kematian Kristus menghasilkan perdamaian antara Allah dan manusia dan manusia dengan sesamanya. Tidak ada hari yang lebih baik, benar dan tepat untuk GKI menjadi sahabat Indonesia. Menjadi tuan rumah bagi Bu Shinta dan teman-teman menjadi cara terbaik untuk mengajak anak-anak Indonesia dengan cara baru, seperti yang kita lakukan bersama ini,” kata Leonard pada Jumat (07/04/2023).
Pendeta Leo menuturkan, antar lintas agama memang tidak lepas dari perbedaan. Namun, di sisi lain di dalam perbedaan juga ada persamaan. Seperti Islam dan Kristen yang saat ini sama-sama menjalankan ibadah puasa.
“Jangan takut perbedaan. Saya melihat, makin jelas perbedaan kita, makin jelas juga persamaannya. Tidak hanya teman-teman muslim, kami Kristen juga menjalankan aksi pantang dan puasa. Bedanya, kami sudah memulai puasa sejak Rabu Agung tempo lalu. Dan berlangsung selama 40 hari tanpa hari Minggu. Bedanya kami dianjurkan, tidak diwajibkan,” ungkapnya.
Dia pun berharap dengan adanya perbedaan dan persamaan antaragama, antara satu penganut satu dan penganut lainnya dapat saling berkomunikasi, menghargai, dan mengasihi satu sama lain.
“Akan sangat menyenangkan bila kita mengetahui kekayaan rohani satu sama lain. Kita tahu perbedaan, tapi seperti kata Gus Dur, kita juga tahu letak kesamaannya. Jadi punya bahan ngobrol (berdiskusi),” tuturnya.
Sementara itu, koordinator Gusdurian Sidoarjo Febrianti Rian Ariani mengungkapkan, kegiatan buka bersama ini berkolaborasi dengan berbagai komunitas lintas iman dan kepercayaan.
“Ini bukan hanya Gusdurian saja, tapi juga lintas iman. Karena jejaring kami semua lintas iman, kami bekerja sama dengan teman-temana Kristen, Khonghucu, dan sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, kegiatan ini juga bukan kali pertama diadakan oleh Gusdurian Sidoarjo. Sebelumnya, mereka juga mengajak kaum marginal untuk makan sahur dan buka bersama saat Ramadhan.
“Kegiatan kami targetnya bukan di tempat yang elite dan susah dijangkau. Sebelumnya kami mengadakan sahur dan buka bersama di tempat pembuangan sampah (TPS) dan klenteng. Sekarang berkesempatan di gereja,” tuturnya.
Perempuan yang akrab disapa Febri tersebut menuturkan, dipilihnya gereja sebagai lokasi buka bersama ini sebagai bentuk wujud toleransi nyata yang tidak hanya digaungkan lewat suara, tapi juga aksi.
“Kami ingin menanamkan, menunjukkan kepada masyarakat tentang keberagaman dan kebersamaan. Sebelumnya orang awam dengan rumah ibadah, menjadi tahu semua agama dan rumah ibadah itu baik dan tidak perlu ditakuti. Minimal ada pesan toleransi itu tidak cukup hanya diucapkan, tapi perlu dipraktikkan,” ujarnya.