Hakim Vonis Ringan Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, LBH Pos Malang: Sidang seperti Dirancang untuk Gagal

LBH Pos Malang.
Daniel Siagian, Koordinator LBH Pos Malang. (Foto: Izzatun Najibah/Tugu Jatim)

SURABAYA, Tugujatim.id Setelah Hakim Ketua PN Surabaya Abu Achmad Sidqi Achmadi memberikan vonis yang dinilai ringan kepada seluruh terdakwa Tragedi Kanjuruhan, LBH Pos Malang menuturkan bahwa diduga proses penegakan hukum tersebut sengaja dirancang untuk gagal.

Diketahui, sidang vonis kepada lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan Malang telah berakhir pada Kamis (16/03/2023) di PN Surabaya. Hasil yang dinilai lebih ringan daripada tuntutan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya.

Lima terdakwa atas Tragedi Kanjuruhan tersebut, yakni Danki I Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan (dihukum 1,6 tahun penjara), Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto (dinyatakan bebas), Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi (dinyatakan bebas), Ketua Panpel Pertandingan Arema FC Abdul Haris (dihukum 1,6 tahun penjara), dan Security Officer Suko Sutrisno (dihukum 1 tahun penjara).

“Kami menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya juga seadil-adilnya serta dapat mengungkap aktor high level di balik tragedi ini,” kata Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang Daniel Siagian pada Kamis (16/03/2023).

Dia menuturkan, sejak awal pihaknya sudah curiga jika Majelis Hakim PN Surabaya yang menangani kasus Tragedi Kanjuruhan tidak melakukannya secara serius.

“Sebetulnya sejak awal kami telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus ini. Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan,” ujar Daniel.

Terlebih, selama proses penegakan hukum ini dijalankan, LBH Pos Malang telah menemukan dan mencatat banyak kejanggalan sehingga dapat disebutkan bahwa proses peradilan tersebut masuk dalam malicious traik process atau peradilan sesat.

“Keganjilan-keganjilan yang kami maksud di antaranya aktor yang diproses secara hukum hanyalah aktor lapangan, terbatasnya akses terhadap pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang, terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring, diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan,” paparnya.

Selain itu, keterlibatan anggota aparat kepolisian daripada keluarga korban atau korban selama proses persidangan dengan ditunjuk sebagai saksi patut untuk dicurigai. Terlebih, saat sidang lanjutan, beberapa anggota Polri hadir dengan menyanyikan yel-yel Brigade.

“Hakim dan jaksa penuntut umum cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil, minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan, komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian, intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan, adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata kebagian tribun penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh,” jelasnya.

Hingga saat ini LBH Pos Malang bersama Koalisi Masyarakat Sipil masih mengecam keras terhadap sikap ketidakadilan hakim PN Surabaya dalam memberikan putusan kepada seluruh terdakwa.

Writer: Izzatun NajibahEditor: Dwi Lindawati