MALANG, Tugujatim.id – Kampung Warna Warni Jodipan di Kota Malang tampak sepi meski sudah dibuka untuk masyarakat umum. Tak seperti sebelumnya yang selalu dipadati pengunjung setiap harinya, kali ini hanya ada satu dua pengunjung yang datang.
Soni Pari, kepala Kampung Warna Warni, mengatakan bahwa pandemi mengubah segala kegiatan masyarakat baik pariwisata maupun sektor yang lain. Banyak pariwisata yang tutup pada saat pandemi Covid-19 merajalela dunia, termasuk Kampung Warna Warna. Sayangnya, untuk kembali ramai seperti semula sepertinya sangat sulit.
“Sebelum pandemi lumayan ramai dua tahun yang lalu, selama pandemi tidak ada apa-apa, tetapi memang ditutup. Tutupnya tidak lama mulai dari bulan Maret sampai Oktober 2021, kemudian buka lagi tetapi masih sepi,” katanya kepada wartawan Tugujatim.id saat ditemui pada Rabu (23/03/2022).
Also Read
Wartawan Tugujatim memasuki setiap gang yang ada di kampung yang sempat viral itu. Beberapa gambar masih terlihat bagus, warnanya belum sepenuhnya pudar. Walaupun jika dicat ulang akan tampak lebih bagus dan indah.
Di dekat sungai di bawah, ada lapangan badminton dan biasanya ada penjual minuman dan makanan kecil di sekitarnya. Tetapi kali ini para penjual itu sudah tidak ada, hanya ada beberapa yang masih bertahan dan hanya menjual minuman.
Gambar-gambar yang berada di dinding di sisi selatan lapangan itu juga tampak memudar. Misalnya, di situ ada gambar kerapan sapi yang terlihat mulai lusuh dan butuh pembaharuan warna. Lusuhnya warna ini membuat Kampung Warna Warni tampak kian suram.
Menurut Soni, sapaan akrabnya, untuk kembali ke keadaan seperti sebelum pandemi ternyata cukup sulit. Ada banyak persoalan yang dihadapi oleh para pelaku pariwisata. Termasuk Kampung Warna Warni yang notabene salah satu ikon kota Malang bahkan wisawatan mancanegara banyak yang mengunjungi sebelumnya.
“Sekarang masih sepi-sepi saja, tetapi sudah ada satu dua orang, untuk kembali seperti semula mungkin butuh waktu yang lumayan lama. Masyarakat Indonesia hampir semua sudah ke sini, kemudian dari mancanegara juga datang mengunjungi kampung ini,” ucapnya.
Memang beberapa spot foto yang dulunya jadi tempat favorit juga sepi. Misalnya, di jembatan kaca. Di jembatan ini biasanya para wisatawan banyak mengabadikan diri dengan background warna-warni atap rumah warga. Tetapi kali ini nyaris tidak ada orang.
Soni melanjutkan sepinya Kampung Warna-Warni juga disebabkan banyaknya kampung tematik di Kota Malang. Sehingga para pengunjung telah terbagi-bagi ke beberapa lokasi wisata lainnya.
“Dulu kampung wisata tematik itu hanya satu yaitu Kampung Warna Warni, sebelum pandemi. Sekarang sudah 23 titik kampung, jadi otomatis orang terbagi ke situ. Tetapi kampung tematik pertama adalah Kampung Warna Warni itu sendiri,” tutur Pria kelahiran Madiun itu.
Mantan anggota TNI AD itu menambahkan berbagai kendala yang dihadapi, mulai dari tidak ada sponsor hingga kurang support dari pemerintah. Karena itu pihaknya memilih berinisiatif untuk mandiri dalam manajemen tiket masuk agar bisa untuk membiayai perawatan.
“Sudah tidak ada sponsor lagi, sekarang cat beli sendiri tukang bayar sendiri, dari pemerintah daerah support tidak ada lagi. Jadi kami bertahan dengan mandiri, caranya kami dapat uang masuk itu dibelikan cat dan membayar tukang,” tambahnya.
Kampung ini sebetulnya selain menghadirkan warna-warni yang indah juga ada lagi yang disajikan seperti kerajinan tangan topeng kayu dan berbagai jenis lukisan.
“Kerajinan yang ada sebagian bikin sendiri dan juga untuk lukisan ya anak-anak kami sendiri. Untuk gambar petan sendiri cuman cari yang lucu-lucu saja, yang serem ada macan jadi bervariasi,” ungkapnya.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim