SURABAYA, Tugujatim.id – Jawa Timur berada di posisi kedua dengan kasus TBC (Tuberkulosis, red) tertinggi di Indonesia setelah Jawa Barat. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa pun optimistis menyatakan komitmennya dalam mendukung program eliminiasi TBC 2030.
“Data rilis dari Kementerian Kesehatan RI, Jatim saat ini berada di posisi kedua untuk jumlah tertinggi kasus TBC di Indonesia. Totalnya 81.753 kasus,” kata Gubenur Khofifah pada Sabtu (25/03/2023).
Merujuk dalam data nasional, jumlah penderita TBC di Indonesia mengalami kenaikan pada tahun lalu. Sebelumnya pada 2022, jumlah kasus TBC di Indonesia menjadi 717.941 kasus. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya (2021) sebanyak 61,98 persen dari 443.235 kasus.
“Kami Pemprov Jatim berkomitmen serius untuk program Eliminasi TBC 2030 dengan target penurunan 65/100.000 penduduk,” tegasnya.
Menurut dia, dengan kondisi pandemi Covid-19 yang berangsur melandai, maka program Eliminasi TBC 2030 perlu dikuatkan kembali. Karena itu, Khofifah berharap dapat bekerja sama dari seluruh elemen untuk menurunkan angka TBC di Jatim.
Sementara itu, berkaca dari Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021, Pemerintah Provinsi Jatim telah menerbitkan Peraturan Gubernur Jatim No 5 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Penyakit TBC. Terbitnya regulasi tersebut sejalan dengan upaya peningkatan penemuan terduga TBC melalui aplikasi E-Tibi dan pemberlakuan TB 06 di semua faskes.
Langkah tersebut juga guna mencapai target temuan kasus TBC 90 persen dari estimasi kasus TBC nasional. Atau menemukan 16.700 kasus TBC setiap minggunya. Selain itu, didukung penuh dari keterlibatan fasilitas layanan kesehatan, baik swasta maupun negeri, dalam melakukan screening.
“Intinya semakin banyak terdeteksi sedini mungkin, maka penanganannya akan semakin cepat. Karena penularannya dari udara, jadi screening harus dilakukan sebanyak mungkin untuk mengurangi jumlah penularan,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Erwin Astha Triyono mengungkapkan, Dinkes Jatim telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi TBC.
“Kami mengintensifkan penemuan terduga TBC di masyarakat dengan skrining mandiri gejala TBC melalui aplikasi E-Tibi,” papar dr Erwin.
Selain itu, Dinkes Jatim juga berkolaborasi lintas program seperti TBC-HIV, TBC-DM (Diabetus Melitus), TBC-KIA (Kesehatan Ibu dan Anak, TBC-PISPK, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, dan unsur pentahelix dalam penanganan TBC Jatim.
“Ketiga, kami mengoptimalkan penemuan kasus TBC secara aktif (investigasi kontak; skrining masal di sekolah, lapas, pondok pesantren, dan tempat kerja),” bebernya.
Dinkes Jatim juga membentuk tim DPPM (Distric Public Private Mix) dan KOPI (Koalisi Organisasi Profesi) TBC di kabupaten/kota di Jawa Timur. Lalu yang terakhir melakukan ekspansi layanan TBC Resisten Obat di 21 rumah sakit dan 2023 akan ditargetkan menjadi 33 Rumah Sakit Layanan TBC Resisten Obat.
“Dari berbagai upaya yang sudah kami lakukan, Jatim berhasil meraih penemuan terduga pada 2022 melebihi target 100 persen dari yang ditentukan 117 persen,” paparnya.
Sebelumnya, pada 2021, Jatim hanya mencapai penemuan terduga TBS sebanyak 57 persen. Dari target yang diestimasikan sebanyak 107.547 kasus Jatim menemukan kasus TBC sebanyak 81.753 jiwa. Jumlah yang meningkat dibanding tahun 2021, sebanyak 53.289.
Pada kasus Treatment Coverage (TBC yang ditemukan dan diobati) pada 2022 mencapai 63,94 persen dan mengalami kenaikan dari tahun 2021 mencapai 45,08 persen. Sementara itu, untuk capaian keberhasilan pengobatan mencapai 89 persen.