SURABAYA, Tugujatim.id – Tren jual-beli baju thrift (second import) kini kian menarik diikuti dan dikupas tuntas. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak penggemar baju thrift yang merasakan manfaatnya. Apalagi shopping, tapi tak bikin dompet “jebol”. Dengan harga murah, para penggemar baju thrift pun tetap bisa tampil stylish.
Nah, Tugu Jatim pun berkesempatan mewawancarai Ketua Jatim Thriftshop Community (JTC) sekaligus owner dari akun media sosial baju thrift dengan username @jumatsore_, yakni Deni Yuda Irawan.
Mulai membuka obrolan, Deni menjelaskan apa itu yang dimaksud thrifting serta bagaimana penjual baju thrift memasarkan produk baju-baju second dengan harga yang “terbanting” jauh dari harga aslinya.
“Jadi thrifting ini mencari atau membeli barang second dengan kualitas bagus, barang branded dengan harga murah, bisa via pasar maupun online (salah satunya seperti media sosial Instagram dan Facebook, red),” terangnya pada Tugu Jatim Selasa (25/05/2021).
Deni mengatakan, thrifting menjadi dikenal dan naik daun akibat anak milenial yang ingin tampil modis, stylish, dan good looking, berbekal baju-baju bermerek, kualitas bagus, tapi harganya di bawah standar.
“Kenapa thrifting bisa jadi tren karena banyak yang mencari barang branded dengan harga di bawah pasaran, otomatis alternatifnya mencari barang thrifting,” sambungnya.
Mengenai jenis-jenis baju second yang dijual, Deni melanjutkan, tergantung dari minat si penjual memilih kategori baju apa yang akan dipasarkan. Deni menegaskan, pilihlah jenis baju yang sesuai kesukaan seller-nya agar bisa mengantisipasi bila baju tidak laku bisa dipakai sendiri.
“Jenis-jenis baju thrifting, biasanya sesuai dengan selera seller, seperti saya lebih suka jualan model-model baju dari Adidas, Nike, jersey, ada juga yang jualan kemeja, hoodie, jaket, topi, sepatu, bahkan ada juga yang celana dalam. Jadi, kalau mau jualan, saya saya sarankan sesuai passion biar gak stres karena kalau tidak laku bisa dipakai sendiri,” bebernya.
Distributor Thrift
Untuk memulai berbisnis dan menjual baju thrift, ada hal-hal yang perlu dipahami. Salah satunya, Deni menjelaskan, soal distributor baju thrift yang ada di Indonesia. Ternyata, yang paling banyak dipilih yakni memakai ball second import.
Jenis ini, Deni melanjutkan, ada yang 40 kg, 80 kg, dan 100 kg. Ada yang dari Korea, Jepang, Amerika, dan beberapa negara lain. Tapi, Deni mengatakan, kita tidak tahu apa saja merek dan model baju yang ada di dalam ball second import itu.
“Kalau di Indonesia, kebanyakan dari ball second import, sebanyak 100 kg berasal dari Jepang, Korea, jadi ada kodenya, dikategorikan hoodie semua, jaket semua, tapi kita dalamnya gak tahu seperti apa barangnya, kaya beli kucing dalam karung,” imbuhnya.
“Selain beli ball itu, ada juga yang langsung thrift dari luar negeri, seperti dari Korea, Amerika, mereka nitip dari teman yang ada di sana. Untuk seller, tidak ada aturan harus membeli barang tertentu, yang penting dananya cukup dan bisa dapat cuan,” jelasnya.
Cara Thrifting
Selain distribusi baju thrift, ada bahasan lain yang hangat jadi topik bercakap para penjual thrift. Apa itu? Deni menyebutkan, cara-cara untuk memilih dan memilah baju thrift yang layak dipakai dan dijual dengan harga yang memuat margin keuntungan tinggi.
“Ada beberapa cara, karena baju yang layak dipakai yang di dalam ball kita gak tahu di dalamnya apa, jadi kita bisa kenali dari vintage dan tahun produksinya,” bebernya.
“Seperti contoh, ada kaus Metallica, 1 kaus itu laku Rp 36 juta, karena tagnya lama (vintage, red), dan gak diproduksi ulang, jadi nilainya besar, karena sudah gak dicetak lagi,” sahutnya.
Beberapa merek juga bisa menjadi tone harga jual dari baju thrift. Harga yang dijual bisa mahal dan keuntungan yang diperoleh penjual baju thrift makin legit. Di sisi lain, pembeli juga masih merasa untung karena harga jual baju thrift itu masih jauh lebih murah dari harga baju baru aslinya.
“Lalu menilainya juga lagi dari brand-brand ternama, seperti Gucci, Kenzo, Adidas, Nike, brand-brand itu banyak diminati. Jadi, beli bekasnya juga harganya mahal, perbedaan harga jualnya bisa sampai 50% dari harga asli,” ujarnya.
“Tapi, dilihat juga dari kondisinya, karena di ball 100 kg itu gak semuanya bagus, ada yang bolong, atau gak lengkap, barang-barang seperti itu diobral di berbagai event,” jelas laki-laki berusia 35 tahun itu.