MALANG – Pada 18 November 2020 kemarin, sekitar pukul 15.00 WIB, kereta KA Gajayana tanpa lokomotif yang sedang dalam proses langsiran di Stasiun Malang Kota Baru ‘larat’ alias berjalan sendiri hingga anjlog di Stasiun Kota Lama Malang.
Kejadian ini, rupanya bukan yang pertama kali terjadi. Hal ini diungkapkan salah seorang saksi mata yang tinggal di pemukiman pinggiran stasiun Kota Lama, Slamet Effendy (45). Dulu, peristiwa serupa kata dia juga pernah terjadi di lokasi yang sama pada sekitar tahun 2000 dan 2011 silam.
Baca Juga: 7 Gerbong Kereta Api Meluncur Sendiri Tanpa Lokomotif hingga Anjlok
”Sepengetahuan saya di sini sudah 3 kali. Pertama, pada tahun 2000-an dulu. Kedua, pada 2011 itu juga KA Gajayana. Kejadian kedua malah nabrak rumah warga sampai ada satu anak meninggal,” ungkapnya, kepada awak media, Kamis (19/11).

Diketahui, persisnya 4 Januari 2011 silam, peristiwa kereta ‘larat’ ini bahkan menabrak tiga rumah warga di Simpang Peltu Sujono RT 11 RW 9, Kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Imbasnya, satu anak usia 2,5 tahun tewas dan satu anak usia 1,5 tahuh luka–luka.
Sementara, pada peristiwa kemarin hampir saja mencelakai pekerja proyek yang sedang melakukan perbaikan rel kereta api di jalur 2. Jumlahnya ada puluhan pekerja.
”Spontan saja, saya langsung teriak ke mereka (pekerja proyek) biar mereka menghindar. Untung saja mereka dengar. Beruntung kemarin itu gak ada korban jiwa,” ujarnya lega.
Baca Juga: Motif Pelaku Pembacokan Teman Dekat di Malang: Cinta Segitiga
Terpisah, hal senada juga dikatakan Pengamat Kereta Api di Malang, Tjahjana Indra Kusuma, bahwa peristiwa ini juga bukan hal baru dijumpainya. Ia menuturkan, selain dua kejadian yang diketahui, juga pernah terjadi kereta larat sejak 1980-an.
“Sepengetahuan saya juga pernah liat kereta barang meluncur ke kepanjen (kereta tangki kosong). Ada pula, gerbong lokomotif sekitar tahun 1980-an juga pernah hampir keluar di rel embong brantas itu,” bebernya.
Menurut dia, dengan kejadian yang terus berulang ini sudah harus dijadikan pembelajaran sehingga sudah dilakukan antisipasi sejak dini. ”Harusnya kalau sudah gini kan harus ada SOP antisipasi ya. Saya melihatnya ada faktor human error selain faktor topografi dari kedua stasiun ini,” imbaunya. (azm/gg)