SIDOARJO, Tugujatim.id – Series Netflix berjudul Gadis Kretek memetik kesuksesan dengan ramainya pemberitaan dan perbincangan di kalangan warganet maupun sineas Indonesia.
Series yang pertama kali tayang di Busan Internasional Film Festival ini mendapat rating usia 13+. Hal itu tak lepas dari kretek itu sendiri.
Mengutip dari salah satu data yang diungkap oleh Beladenta Amalia melalui satu tulisannya di The Convertation, Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO (WHO FCTC) memiliki rekomendasi tersendiri bagi lembaga penyiaran untuk melarang total penanyangan produk tembakau melalui media digital meskipun tidak punya entitas terhadap produk tersebut.
Disney, sejak 2007 melarang adanya tayangan adegan produk rokok maupun penggunannya dalam film-film mereka yang ditargetkan untuk anak atau remaja (rating PG-13).
Sementara itu, di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga, lewat Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, pasal 46 yang melarang promosi rokok dengan memeragakan wujudnya.
Aturan tersebut ditujukan untuk peringatan bahaya rokok pada kesehatan kepada masyarakat, terutama anak-anak.
Penulis novel dan script series Gadis Kretek, Ratih Kumala mengatakan bahwa sejak diterbitkannya novel Gadis Kretek, banyak masyarakat yang mencecar dirinya dengan menggunakan narasi glorifikasi rokok.
“Sejak awal Gadis Kretek keluar, banyak nyinyiran, banyak orang yang mencaci maki saya. Tiba-tiba ada yang email dan mendapatkan nomor saya dan bilang bahwa saya mempromosikan ketidaksehatan,” katanya, di Sidoarjo, Jawa Timur, pada Sabtu (16/12/2023).
Namun, dia tidak ambil pusing. Baginya, kecenderungan gaya hidup masyarakat tergantung bagaimana prinsip atau pola pikir itu dibangun dari dalam dirinya. “Kalau menurut kamu rokok itu buruk, ya jangan diikuti. Kalau prinsip hidupmu ditentukan berdasarkan tontonan, betapa menyedihkannya dirimu,” ucapnya.
Baginya, tidak hanya perihal rokok, banyak film atau tontonan yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Seperti halnya film Joker, menampilkan cerita yang bernarasi dendam dan menunjukkan karakter jahat dalam karakter utama.
Namun, bukan berarti film tersebut memberikan pesan atau menjadi inspirasi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan niat serupa. Lagi-lagi, bagaimana seseorang dapat mengelola prinsipnya dan mengambil pesan positif dalam industri film.
“Kalau menurut saya siapapun yang terpengaruh dengan bahan tontotan, ya harus dibalikin lagi ke dirinya sendiri, prinsip dirimu seperti apa? Kalau misalnya kita nonton Joker, kita berpikiran ‘ih joker filmnya bagus banget, kita terpengaruh gila’, kan engga,” jelasnya.
Perempuan yang menulis sejak 2001 tersebut tak ambil pusing jika karyanya dinilai dapat mempengaruhi peningkatan jumlah perokok. “Saya easy going, kalau tidak boleh ya tidak apa-apa. Dibilang saya mengglorifikasi rokok,” tandasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti