MALANG, Tugujatim.id – Rasa cinta bisa diungkapkan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti yang tergambar dari mural di sudut Kayutangan Heritage, Jalan Jenderal Basuki Rachmat, Kota Malang, yang ternyata menyimpan kisah romantika. Pemilik kisah itu adalah Arifin atau lebih akrab disapa Mbah Gombloh. Dalam mural itu, dia mengungkapkan lebih dari 30 tahun rela menanti kekasihnya hingga akhir hayatnya.
Sayangnya, kekasih Mbah Gombloh tidak kunjung tiba. Kisah berakhir sedih itu bahkan telah diabadikan dalam bentuk mural wajah Mbah Gombloh di tembok pertokoan, dekat tempat dia duduk menanti kekasihnya.
Pemerhati Budaya dan Sejarah Kota Malang Agung Buana mengatakan, ada dua versi cerita romantika yang dibawa Mbah Gombloh. Dia menyebutkan, kisah romantika Mbah Gombloh yang meninggal pada April 2017 silam itu masih menjadi misteri hingga saat ini.
Di dalam versi pertama, Agung menjelaskan, Mbah Gombloh digambarkan sebagai sosok yang pendiam dan tak banyak bicara. Namun, kesetiaannya terhadap kekasih yang dia nanti mampu menarik perhatian masyarakat luas.
Mbah Gombloh sering ditemui tengah duduk termenung di depan bekas Toko Surabaya di pertokoan Kayutangan Heritage, Kota Malang. Dia berdiam di tempat itu mulai pagi hingga sore hari. Tak banyak aktivitas yang dilakukan.
“Ketika ditelusuri, informasinya dia sedang menunggu entah kekasih atau istrinya. Dia menanti janji untuk bertemu di lokasi yang sama itu,” ungkapnya.

Beberapa informasi soal keberadaan kekasih Mbah Gombloh pun mencuat. Mulai kekasihnya yang telah meninggal, ditahan organisasi terlarang, hingga pergi ke luar negeri. Meski begitu, dia tetap duduk menanti sembari berharap kekasihnya tetap bisa datang.
Meninggalnya Mbah Gombloh menjadi akhir penantian panjang itu. Agung menyebut, dia telah menanti kekasihnya lebih dari 30 tahun lamanya.
“Kisah romantika di Kayutangan ini menunjukkan betapa seorang laki-laki rela menunggu pasangannya sampai akhir hayatnya di titik yang sama dan tidak ketemu. Inilah kesetiaan Mbah Gombloh,” ucapnya.
Sementara itu, Agung juga memberikan penjelasan soal versi kedua kisah itu. Di versi kedua, dia digambarkan sebagai sosok pengusaha kaya asal Surabaya. Namun, seluruh hartanya ludes dan menjadi nestapa karena kalah berjudi.
“Jadi untuk menghabiskan waktu, dia mengasingkan diri dari Surabaya ke Malang. Karena tidak punya aktivitas apa-apa, dia sempat menjadi tukang parkir di Toko Surabaya di kawasan Kayutangan,” bebernya.
Meski Mbah Gombloh tampak seperti orang tidak punya, dia kerap kali mendapat kiriman makanan dari seseorang yang mengendarai mobil mewah. Pemilik mobil itu diduga adalah anak dari Mbah Gombloh.
Namun karena tidak mau merepotkan anak dan memang malu karena terpuruk akibat judi, Mbah Gombloh mencoba berjuang menghidupi diri sendiri dengan menjadi seorang juru parkir di depan Toko Surabaya, kawasan pertokoan Kayutangan Heritage.
“Dia merasa malu karena kalah judi dan tidak mau merepotkan anaknya. Jadi, dia berusaha menjadi tukang parkir hingga jualan kupon undian,” ujarnya.
Agung menyebutkan, cerita versi pertama lebih kuat dalam lebih dikenal masyarakat Kota Malang dari pada cerita versi kedua dari Mbah Gombloh.
“Cerita yang paling kuat ya romantika kesetiaannya saat menanti kekasih hingga akhir hayatnya. Dia tidak bertemu kekasihnya sampai dia meninggal,” ujarnya.