MOJOKERTO, Tugujatim.id – Sebagian warga Jawa Timur yang pernah berkunjung ke Kota Batu pasti tak asing dengan jalur Cangar-Mojokerto. Jalur alternatif yang menjadi penghubung antara Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu itu, termasuk dalam kawasan Hutan Rakyat Raden Soerjo.
Letak geografis yang diapit oleh Gunung Welirang dan Gunung Anjasmoro membuat jalur altenatif penghubung dua wilayah itu menawarkan pemandangan alam yang masih elok dan asri.
Namun, selain terkenal dengan keasrian hutannya, kawasan tersebut dipercaya menyimpan beragam cerita mistis. Begitu waktu memasuki petang hari, ruas jalan tersebut mulai sepi kendaraan dan tak jarang pula sedikit pengendara yang berani melintas, atau hampir tidak ada kendaraan yang lewat. Beberapa kisah mistis terdengar dari pengalaman masyarakat maupun pengendara yang sedang lewat.
Warga Mojosari, Mojokerto, Achmad Faizin Bisri menuturkan bahwa dulunya jalur Cangar ini sering dibuat tempat pembuangan mayat. Seringkali ditemukan mayat korban pembunuhan di jalur Pacet-Cangar itu berangkat dari kondisi geografis hutan.
“Kalo dari medan yang cukup terjal dan ekstrem itu karena kanan dan kiri ada jurang, jadi dikira oleh pembuang mayat pembunuhan itu tempat yang aman,” ucap relawan Punokawan Majapahit yang sering ikut menjaga jalur ekstrem Sendi, pada Senin (6/3/2023).
Selain sempat dipercaya sebagai tempat pembuangan mayat, jalur di kawasan Hutan Rakyat Raden Soerjo itu juga terkenal angker. Gapura Tahura R Soerja yang berada di Dusun Sendi, Pacet Selatan, Kecamatan Pacet, dikelilingi sejumlah goa peninggalan zaman Jepang. Goa-goa itu sangat jarang disentuh manusia.
Gapura yang berfungsi sebagai penanda masuk kawasan Hutan Rakyat Raden Soerjo, konon juga dijaga oleh dua sosok makhluk tak kasat mata. Diyakini, makhluk tersebut berupa seekor ular hitam seukuran pohon kelapa dan seorang perempuan cantik.
“Mereka ada di sekitar hutan ini dan sering menyeberang jalan. Makanya banyak pengendara yang bunyikan klakson saat lewat,” ucap Faiz, sapaan akrabnya.
Warga Pacet, Mojokerto, Yanto Tholib bercerita bahwa tak jauh dari gapura, sisi sebelah selatan terdapat kawasan bernama Alas Kutukan. Rute jalan cekung dan menikung di tepi tebing itu memiliki ruas jalan yang lebih sempit dari jalur sebelum maupun sesudahnya.
Bila melintas, kendaraan roda empat harus bergantian dengan dipandu seorang petugas supeltas di ruas jalan sepanjang sekitar 50 meter itu.
Sedangkan pada tepi sisi utara jalan, terdapat sebuah batu yang menjadi tempat sesaji dan membakar dupa.
“Dulu orang percaya bahwa saat melintasi jurang Kutukan, mobil terutama yang membawa sayuran akan melempar koin. Mobil dari Mojokerto dan Batu sudah terbiasa dengan hal seperti itu,” ujar Cak Gusi, sapaan akrab Yanto Tholib, pada Senin (6/3/2023).
Beberapa kasus pembunuhan yang mayatnya ditemukan di jalur Cangar membuat nuansa jalur Cangar kian angker di telinga masyarakat dan pengendara yang melintas.
Masih kata Cak Gusi, hal yang paling dirasakan di jalur itu adalah hawanya yang berubah drastis. “Pernah ada yang di warung itu ada yang ketok-ketok pintu dan memanggil-manggil,” sambung pria angggota Banser Mojokerto itu.
Selain itu, tak sedikit pengendara yang menyaksikan jalan tiba-tiba bercabang. Pengendara melihat ruas jalan yang lurus, padahal berbelok. Mitos yang beredar, di jalur Pacet-Cangar itu terdapat lima titik angker. Ketika melintasi titik itu, pengguna jalan kerap menemui penampakan berupa keramaian, orang duduk, hingga jalan bercabang. Padahal, semua itu tidak ada.
“Biasanya kalau ada jalan bercabang, istilah lokalnya jalan kembar, pengendara yang lewat harus berhenti dulu lalu menunggunya hingga jalur tersebut nampak normal,” pungkasnya.