Bisnis  

Masuk Musim Tanam, Pupuk Subsidi di Tuban Langka dan Mahal

musim tanam tugu jatim
Parijan, petani padi di Desa Kembangbilo, Kecamatan Tuban, saat menyemprot tanamannya agar bisa tumbuh maksimal dan terhindar dari penyakit maupun hama. Foto Rochim/Tugu Jatim

TUBAN, Tugujatim.id – Petani padi di Desa Kembangbilo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, mengeluhkan sulitnya mendapat pupuk bersubsidi, mengingat saat ini telah memasuki masa tanam. Hal ini membuat biaya produksi mahal dan menghambat produktivitas petani.

Para petani setempat dibuat cemas lantaran sulit mendapat pupuk bersubsidi dari pemerintah. Pupuk dengan harga murah itu mendadak hilang dari peredaran. “Sulitnya minta ampun. Entah gimana lagi mencarinya,” ucap Parijan, petani di Desa Kembangbilo.

Parijan mengaku hanya mendapat satu paket pupuk bersubsidi jenis phonska dan urea seharga Rp250 ribu pada awal musim tanam ini. Padahal, kebutuhan petani untuk lahan seluas satu bahu atau sekitar seperempat hektar mencapai lima paket pupuk. Akibatnya, petani harus mencari tambahan pupuk. “Kita hanya dapat sepaket. Padahal kebutuhan kita sampai lima paket bahkan lebih,” terangnya.

Herannya, pupuk bersubsidi seakan hilang ditelan bumi. Bahkan, petani terpaksa mencarinya hingga keluar wilayah desa dan kecamatan. Namun, mereka tetap tidak mendapat paket pupuk bersubsidi. “Sudah cari ke kios-kios pupuk sampai luar desa gak ada,” ungkap Lasmuji, petani di Desa Kembangbilo.

Dia menduga, kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan pribadi. Saat petani kesulitan, mereka muncul menawarkan pupuk bersubsidi dengan harga jauh lebih mahal, yaitu Rp400 ribu per paket. Sebagian petani terpaksa membelinya agar tanaman padinya tidak mati karena kekurangan asupan pupuk.

“Saya kebutuhannya satu bahu menghabiskan lima paket jenis phonska dan urea. Ini saya dapat pupuk harganya sangat mahal Rp400 ribu. Tapi karena butuh ya tetap cari dan beli,” imbuh Lasmuji.

Mereka berharap, pemerintah turun tangan mengatasi permasalahan pupuk di tingkat bawah. Sulit dan mahalnya pupuk bersubsidi menyebabkan biaya operasional petani membengkak. “Tolonglah, pemerintah harusnya tahu dan paham kondisi ini. Karena hampir tiap tahun, kami merasakan seperti ini. Butuhnya kami, barang ada,” pungkasnya.