MALANG, Tugujatim.id – Cincau adalah makanan jenis agar-agar paling digemari, apalagi memasuki bula-bulan suci Ramadhan. Di Malang, orang akrab menamainya Cao. Biasanya dipakai untuk campuran isi pada minuman seperti es campur, es teler dan masih banyak lagi.
Berbagai jenis minuman penyegar dahaga ini kerap dijumpai di lapak-lapak dagangan takjil di bulan suci ramadan. Nah, di balik segarnya es cao itu, kepikiran gak sih kalian bagaimana cara membuat agar-agar tradisional ini?
Nah, reporter Tugu Malang ID, grup Tugu Jatim berkesempatan menengok langsung kesibukan salah satu produsen cincau di Kota Malang selama bulan suci Ramadhan 1422 Hijriah ini langsung ke pabriknya di kawasan Kebalen Wetan, Kota Malang. Persisnya di Jalan Laksamana Martadinata Gang 6B No.38.
Warga sekitar akrab menamai pembuat cincau ini dengan nama Mak Cao. Mak Cao ini adalah salah satu produsen cao legendaris di Kota Malang. Usut punya usut, Mak Cao sudah memproduksi cao sejak tahun 1961. Artinya, sudah sekitar 60 tahun lamanya, mereka bergelut di dunia percincauan.

Kini, pengelolaan industri rumah tangga pembuatan cao ini dipegang generasi ketiga yaitu Hariyati (34) bersama sang ibu, Suriyati (58). Resep asli itu didapat dari China, di mana nenek buyutnya dulu menikah dengan warga Tionghoa asli yang tinggal di Kebalen.
Berdua, kisah Haryati, mereka merintis usaha cincau ini dan sukses. Bahkan, usaha rumah tangga kecil justru populer dan terus bertahan hingga kini. Bahkan sampai diwariskan secara turun-temurun kepada generasi penerus keluarga sampai sekarang.
”Sejak dulu itu orang-orang manggilnya Mak Cao. Dan populer dengan nama itu sampai sekarang saya cucunya juga sampe ikut dipanggil Cao,” kata Hariyati kepada reporter Tugu Malang ID, Minggu (25/4/2021).
Mak Cao Kebalen ini merupakan pemasok utama bahan baku cao ini dari seluruh pedagang yang tersebar di pasar-pasar tradisional Malang Raya. Mulai dari Pasar Kepanjen, Pasar Gadang Pasar Blimbing hingga Kota Batu.
Dalam memenuhi permintaan itu, jumlah produksi harian di sana bisa mencapai 50 blek (jurigen) dengan berat sekitar 20 kilogram per blek. Tapi, jika Ramadhan, permintaannya bisa meningkat 10 kali lipat mencapai 200-250 blek. Per bleknya dihargai Rp50 ribu.
”Tapi Ramadhan kali ini agak penurunan, Mas. Sehari hanya sampai 170 blek saja paling banyak. Itungannya menurun 25 persen,” tuturnya.

Meski begitu, asap dapur harus tetap ngebul. Mak Cao yang sampai saat ini diperkuat 6 karyawan yang kebanyakan juga warga sekitar ini terus menghidupi kejayaan masa lalu cao legendaris tradisional ini.
Lebih jauh, dalam proses pembuatan cao ini juga cukup unik karena dibuat dengan cara tradisional. Haryati menjelaskan, dalam 1 tong besar digunakan untuk merebus 50 kilogram daun cao sampai lunak. Dalam proses pembakarannya juga masih memakai cara lama menggunakan kayu bakar.
Dalam melunakkan daun cao ini memakan waktu sekitar 3-4 jam. Kemudian, air rebusan daun ini disaring untuk diambil sarinya dan dipindah ke tong berikutnya. Lanjut ke proses percampuran bahan-bahan lain membuat cao dan lanjut ke proses pengadukan.
”Proses pengadukan dan bahan-bahan baku cao tahap dua ini direbus sampai sekitar 1,5 jam. Baru dipindah ke blek-blek kecil. Udah dipindah ke blek itu didinginkan sampai cao mengeras selama 4-5 jam baru jadi,” jelasnya.