MALANG, Tugujatim.id – Jawa Timur, khususnya Malang, menyediakan berbagai macam destinasi wisata, salah satunya di Hawai Group dengan Hawai Waterpark Malang, Malang Night Paradise, dan Malang Smart Arena. Namun, belum lengkap jika tidak mengunjungi Museum Ganesya Malang, destinasi bertema wisata edukatif yang menghadirkan wisata sejarah.
Di sini, benda koleksi era Kerajaan Majapahit bisa dinikmati, berbagai macam koleksi mulai keris peninggalan era Majapahit, peralatan rumah tangga, hingga kendi-kendi yang digunakan untuk upacara keagamaan.
Tampak beberapa barang-barang milik masyarakat di era Majapahit hingga daerah-daerah lain yang tersebar di berbagai kota di Jawa Timur ada di sini.
Pemandu Senior Museum Ganesya Malang, Amri Bayu mengungkapkan, ada dua jenis koleksi dari museum yakni benda-benda yang sifatnya tetap seperti koleksi peninggalan Kerajaan Majapahit dan Singasari. Sedangkan untuk benda-benda dengan jenis koleksi temporary atau tergantung waktunya mulai dari segala macam benda-benda wayang.
“Kalau benda-benda arkeologi sejarah Singasari dan Majapahit itu tetap. Benda museum yang sifatnya temporary, tiap enam bulan sekali di-update, tergantung temanya. Pernah yang dipamerkan itu benda-benda mistik, keris, kemudian celengan, yang terakhir ragam londo wayang Arjuno,” ucap Amri, pada Kamis (5/10/2023)
Dikatakan, benda-benda yang berhubungan dengan peninggalan Kerajaan Majapahit berada di lantai dua dari tiga museum. Bangunan museum ini sendiri menyatu dengan bangunan loket wahana permainan air yang dikelola oleh Hawai Group
“Di lantai dua ini ada benda-benda sejarah dari beberapa kerajaan, yang banyak dari Majapahit dan Singasari. Benda-benda ini berhubungan dengan keramik atau alat-alat logistik zaman dahulu, terutama perdagangan era antar kerajaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Amri mengatakan bahwa keramik-keramik ini merupakan koleksi asli yang diperoleh dari hasil penelitian dan penitipan dari Museum Trowulan dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah XI, yang dahulunya bernama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) di Trowulan, Mojokerto.
Keramik-keramik ini saat ditemukan tidak selalu dalam keadaan utuh dan mampu diidentifikasi. Tak sedikit keramik dan peralatan sehari-hari ada yang pecah karena berbagai macam peristiwa.
“Dulu masyarakat Singasari, Majapahit, dan sebagainya itu berdagang tukar tambah, atau tukar barang dengan kerajaan-kerajaan dari Cina, Kamboja, Thailand, dan sebagainya,” tuturnya.
“Artefaknya ada seperti keramik, ada gentong, ada fragmen-fragmen pecahan piring, itu membuktikan kalau dulu memang perdagangan itu berkembang sangat pesat. Nenek moyang kita sudah berinteraksi dengan orang-orang di luar Nusantara,” imbuhnya.
Koleksi keris aneka ragam, baik dari dapur, pamor, luk, mendak, hingga pendok dari peninggalan Kerajaan Majapahit juga terdapat di sini. Menariknya, keris-keris ini diamankan khusus di etalase yang dipamerkan pada ruang tertutup dengan dikunci.
Pengunjung hanya boleh melihat seluruh koleksi keris peninggalan kerajaan besar di Jawa Timur itu dari luar pagar di ruangan khusus. Sedangkan di dalam ruangan dipamerkan banyak koleksi keris, anting-anting, cincin, gelang, hingga tombak yang digunakan masyarakat di era Kerajaan Majapahit.
“Di sini menceritakan identitas sosial masyarakat Jawa kuno saat itu. Jadi yang mulai koleksinya berbahan emas, sampai perak dan perunggu. Semua itu benda-benda aksesoris identitas para bangsawan, ini hipotesa. Keris ini juga menjadi identitas sosial masyarakat, orang dulu nggak punya KTP, KTP-nya mereka keris ini. Makanya keris itu ID card bagi masyarakat Jawa kuno, dan ini sifatnya privasi dan tidak boleh diketahui oleh umum,” jelasnya.
Amri mengisahkan bagaimana keris dalam tangguh Tuban misalnya yang dipamerkan juga merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Ada juga keris yang berasal dari wilayah Jombang, namun berdasarkan tangguh umurnya keris itu berasal dari kerajaan yang sama.
“Yang Singasari kayak betok, kayak bilah pisau pramuka, tapi lebih cembung itu betok, era tangguh Majapahit di daerah Majapahit, yang tangguh Jombang, Tuban itu sefrekuensi satu era dengan Majapahit,” jelasnya.
Menurut Amri, keris ini sengaja dipasang pagar di dalam ruangan khusus untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi secara dimensi metafisika, keris di museum ini juga memiliki dinamika metafisika atau hal-hal mistis. Beberapa keris dari tangguh Majapahit disebut memiliki penunggu.
“Nilai budayanya paling tinggi, baik untuk diduplikasi maupun dicuri. Kecuali VVIP yang bisa masuk. Tapi yang di sini semua kerisnya asli, tidak ada yang terbuat dari plastik atau prototipe,” bebernya.
Di museum ini juga terdapat koleksi cermin yang biasanya digunakan oleh para bangsawan Kerajaan Majapahit. Tak ketinggalan beberapa benda cagar budaya seperti genta biara yang biasanya diletakkan di altar pemujaan, mata panah yang digunakan untuk berburu hewan liar di masa Kerajaan Majapahit.
Ada juga barang rumah tangga milik kaum sultan Kerajaan Majapahit seperti bokor tempolong yang digunakan sebagai tempat ludah sirih di rumah-rumah kaum bangsawan, bokor pinggan yang digunakan sebagai tempat buah-buahan sesajen di kuil, hingga fragmen bokor sebagai tempat makanan atau benda kering juga dipamerkan di ruangan museum.
Tak ketinggalan beberapa guci, kendi, dan tempat meminum air temuan dari masa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singasari. Koleksi ini tersimpan dalam dua buah ruangan besar yang dibatasi kaca. Total ada 71 jenis kendi yang dipamerkan.
“Yang paling banyak temuan kendi susu, ini digunakan diduga untuk upacara pengganti kamandanu, kamandanu dari perunggu ini dari tanah liat makanya yang dipilih kayak coraknya kayak payudara wanita,” terangnya.
Amri melanjutkan, bila kendi kamandanu itu jarang ditemukan karena kendi itu susah ditemukan dan biasanya terdapat di pagoda-pagoda. “Itu dari perunggu jarang sekali ditemukan. Carinya seperti pagoda airnya kayak naga, untuk masyarakat bentuknya yang biasa,” paparnya.
Untuk bisa melihat benda koleksi cagar budaya di Museum Ganesya Malang, anda dapat berkunjung ke Museum Ganesya Malang pada pukul 08.00 sampai 16.00 WIB, dan pukul 18.00 sampai pukul 23.00 WIB, dengan harga tiket Rp25 ribu.
Reporter: Yona Arianto
Editor: Lizya Kristanti