Tugujatim.id – Tuntutan pekerjaan, pendidikan, ekonomi, budaya, dan sederet kegiatan lain menyebabkan Anda harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya baik sementara maupun menetap. Hal ini memungkinkan adanya pertemuan satu budaya dengan budaya lain yang seringkali menyebabkan seseorang cemas, bingung, sedih, dan terkejut dengan budaya tempat baru.
Bahkan, rasanya ingin cepat pulang ke kampung halaman. Jika Anda pernah merasakannya, bisa jadi Anda mengalami culture shock atau gegar budaya. Apa yang dimaksud gegar budaya?
Teori gegar budaya pertama kali dicetuskan oleh Hall (1959) dan diteliti pertama kali oleh Kalervo Oberg (1960). Menurut artikel yang berjudul Analytical Theory: Gegar Budaya (Culture Shock) karya Sabrina Hasyatti Maizan dkk, gegar budaya merupakan reaksi emosi individu terhadap lingkungan baru yang belum dikenalinya.
Karena adanya perbedaan budaya yang tidak terduga dengan lingkungan lama, sehingga mengakibatkan munculnya perasaan cemas, tidak berdaya, mudah terpancing emosi, takun dibohongi, dilukai, dan diacuhkan. Tak jarang, perbedaan budaya itu menimbulkan kebingungan dan pemikiran negatif terhadap keadaan baru.
Sementara, mengutip pendapat Oberg dalam jurnal berjudul Peran Komunikasi Antarbudaya dalam Mengatasi Gegar Budaya Mahasiswa UNS karya Rahma Yudi Amartina, gegar budaya merupakan penyakit mental. Sebuah patologi kerja yang dialami orang yang berpindah ke luar negeri yang dipicu kecemasan akibat kehilangan semua tanda dan simbol pergaulan yang dikenalinya.
Penyebab culture shock di antaranya perbedaan bahasa, perbedaan nilai, perbedaan pola perilaku, perbedaan agama, reaksi stres individu, sikap etnosentris, cuaca, lingkungan, makanan, karakteristik masyarakat, kesulitan beradaptasi dan beragam faktor lainnya.
Teori-Teori Tahapan Culture Shock
Masih dari sumber yang sama, culture shock mengalami beberapa tahapan yang dijelaskan dalam dua teori berikut.
1. Teori Hall
Pertama, The Honeymoon phase, pada tahap ini timbul perasaan bahagia ketika sampai di tempat baru. Kedua, the crisis phase, pada fase ini individu mulai merasa tidak berdaya menghadapi perbedaan budaya dengan daerah asal.
Tahap ketiga yaitu the adjustment place yaitu individu mulai mampu berinteraksi dengan lingkungan baru. Terakhir, Bi-cultural phase, yaitu individu merasa nyaman dan bisa menerima adanya dua kebudayaaan.
2. Teori U-Curve Hypothesis oleh Oberg
Sama dengan Hall, Oberg juga membagi fase gegar budaya menjadi 4. Fase optimistik, yaitu ketika individu merasa gembira dan penuh harapan saat memasuki lingkungan baru. Kedua, fase krisis yaitu individu mulai merasakan permasalahan di lingkungan barunya.
Fase recovery yaitu individu mulai memahami budaya barunya dan berusaha menyesuaikan diri. Terakhir, fase penyesuaian diri, yaitu seseorang sudah memahami dua budaya yang dikenali dan menikmatinya.
Cara Mengatasi Gegar Budaya
Ada beberapa cara untuk mengatasi gegar budaya, di antaranya:
1. Kemampuan Beradaptasi
Menurut penelitian Astrid dan Siregar (2018), semakin tinggi kemampuan adaptasi seseorang, maka semakin rendah gegar budaya yang akan dialaminya. Maka, kemampuan beradaptasi sangat penting agar Anda bisa memahami dan menguasai beragam aspek budaya setempat, mulai dari bahasa, adat istiadat, nilai-nilai yang dianut, kebiasaan dan seterusnya.
Selain itu, Anda disarankan agar melakukan pendekatan sosial kepada masyarakat sekitar, terbuka, dan tertarik untuk mengenal budaya di tempat Anda yang baru.
2. Kesiapan Individu
Jika Anda hendak menjajaki lingkungan baru, Anda harus memiliki kemampuan dan keterampilan pribadi untuk menyesuaikan diri, toleransi, harmoni dan sinergi dalam berbudaya.
3. Literasi Budaya
Pengenalan budaya sekitar yang dapat dibuat oleh lembaga daerah untuk membekali pendatang asing agar dapat mempelajari dan mengenali terlebih dahulu kebudayaan setempat. Jika di tempat baru ada kegiatan ini, Anda wajib mengikutinya.
4. Komunikasi Antar Budaya
Interaksi yang terjalin antara dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan. Anda dapat mencoba berkomunikasi dengan orang-orang setempat.
Selain untuk memperkenalkan diri, Anda dapat menambah pengetahuan tentang kebudayaan orang lain. Kemudian, cara ini bisa menjadi jalan menghubungkan diri dengan kebudayaan setempat sehingga mempermudah proses adaptasi.