Bunga Edelweis atau bunga abadi merupakan tubuhan yang identik dengan pegunungan. Di beberapa daerah, bunga ini juga biasa disebut bunga senduro. Bunga edelweis sendiri merupakan tumbuhan endemik yang tumbuh di pegunungan.
Sejarahnya, edelweis pertama kali ditemukan oleh orang berkebangsaan Jerman yang bernama Georg Karl Reinwardt pada tahun 1819 di lereng Gunung Gede, Jawa Barat. Bunga ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh seorang botanis asal Jerman yang bernama Carl Heirich Schultz. Edelweis berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jerman. Edel berarti mulia atau agung dan weiss berarti putih.
Bunga ini biasanya tumbuh di wilayah-wilayah terbuka seperti tebing, padang savana, dan puncak gunung. Meskipun demikian tumbuhan ini hanya bisa hidup pada pegunungan dengan ketinggian 1700—3000 mdpl, terutama di pegunungan yang berbatu dan berkapur. Hal tersebut dikarenakan bunga edelweis tidak dapat tumbuh di tempat yang lembab dan gelap.
Baca Juga: Mengintip Film Tilik, Diproduksi Tahun 2018, Viral Tahun 2020
Bunga ini juga akan mekar ketika musim hujan telah berakhir dan sinar matahari datang secara intensif. Bunga yang ditemui oleh para pendaki biasanya rata-rata memiliki batang setinggi 1—4 meter. Bunga edelweis yang tumbuh Indonesia tentu berbeda dengan yang ada di luar negeri. Misalnya di Austria, bunga edelweis yang dimaksud adalah Leontopodium Alpinum, sedangkan bunga edelweis di Indonesia adalah Anaphalis Javanica.
“Abadi” merupakan kata yang tidak bisa dilepaskan dari bunga ini. Bunga ini memang dikenal dengan bunga abadi karena diyakini mampu mencapai umur lebih dari 100 tahun. Bunga ini juga memiliki waktu mekar yang lama, yakni 10 tahun. Tidak hanya itu saja, bunga ini juga bisa tahan lama dalam keadaan kering. Jadi, meski sudah dipetik, bunga ini seakan-akan masih hidup. Selain itu, bunga abadi ini juga memiliki kandungan hormon etilen yang berfungsi untuk mencegah proses kerontokan kelopak bunga. Maka dari itu bunga ini sering dikaitkan sebagai simbol cinta abadi yang tidak lekang oleh waktu.
Bunga Edelweis bukan hanya bunga yang menonjolkan keindahan dan lambang keabadian. Bunga ini juga mempunyai beberapa manfaat untuk lingkungan sekitarnya. Bunga Edelweis berfungsi sebagai sumber makanan bagi serangga-serangga penyuka madu. Kemudian bunga ini juga dapat menjadi tempat bersarang burung tiung batu licik yang memiliki nama ilmiah Myophonus glacinus.
Bunga ini juga dapat menjaga struktur tanah di daerah pegunungan serta mencegah tanah longsor dan erosi. Selain bermanfaat untuk lingkungan, bunga edelweis juga digunakan untuk upacara adat masyarakat Jawa yang tinggal di Desa Ngadas. Masyarakat Ngadas masih menjunjung tinggi serta melestarikan adat dan budaya Tengger. Bunga edelweis merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan untuk sesaji atau persembahan pada dewa.
Baca Juga: Kala Mahasiswa S3 Asal Blitar Produksi Arang untuk Bertahan di Masa Pandemi
Bunga ini termasuk tumbuhan yang dilindungi. Tumbuhan ini statusnya termasuk tanaman langka dan hampir punah. Oleh karena itu, bungan ini dilindungi oleh hukum yang diatur dalam pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayai Ekosistem. Kemudian dalam pasal 40 ayat 1 juga disebutkan ancaman denda dan pidana untuk pelanggaran pasal tersebut. Para pelanggar bisa dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 200 juta.
Peraturan perundang-undangan ini digunakan untuk mencegah pencurian atau pengambilan secara ilegal serta melindungi bunga edelweis dari kepunahan. Hal tersebut dakibatkan banyaknya oknum pendaki maupun warga yang memperjualbelikan bunga edelweis liar untuk souvenir. Meskipun demikian, masyarakat tidak perlu bersedih, karena mereka tetap dapat membeli bunga edelweis yang sudah mulai dibudidayakan oleh masyarakat di daerah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jadi tidak alasan lagi untuk memetik bunga edelweis yang tumbuh liar di alam bebas.
Penulis: Sindy Lianawati
Editor: Gigih Mazda