SURABAYA, Tugujatim.id – Perpustakaan Medayu Agung Surabaya, begitulah nama tempat yang berlokasi di Jalan Medayu Selatan Gang IV, Rungkut, Surabaya ini. Bisa dibilang, tempat ini merupakan ‘surga’ bagi pecinta buku dan juga sejarah di mana banyak menyimpan arsip bersejarah yang kini mungkin tak ternilai harganya.
Catatan sejarah Indonesia, bahkan dunia ada semua di sana. Mulai buku, kliping koran dan majalah, hingga naskah buku asli Tetralogi Buru karya sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer.
Namun, ada sosok penting di balik berdirinya Perpustakaan Medayu Agung Surabaya ini. Ya, dia adalah Oei Hiem Hwie, sang inisiator perpustakaan ini.
Ketika Tugu Jatim mengunjungi Perustakaan Medayu Agung, Selasa (18/1/2021) pagi, Oei Hiem Hwie tampak sedang sibuk menata barang yang dulu ia peroleh dari Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.

Meski banyak tumpukan buku-buku kuno, aroma perpustakaan begitu segar lantaran angin dari luar langsung berembus masuk ke dalam ruangan. Tugu Jatim dipersilakan masuk, mengisi daftar hadir dan izin untuk melakukan peliputan.
Oei Hiem Hwie yang merupakan pria kelahiran Malang, 26 November 1938, itu pun bercerita tentang awal mula berdirinya Perpustakaan Medayu Agung Surabaya tersebut. Bahkan, ia dulunya sempat digoda dengan uang Rp 1 miliar dari orang Eropa yang ingin mengoleksi 1 buku berisi foto tempel lukisan dan patung yang diberikan langsung oleh Ir Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
“Coba ambilkan buku itu (sembari saya ambil di rak buku, red). Buku ini diberi oleh Soekarno. Isinya foto tempel dari lukisan, patung, dan barang antik yang ada di rumah Soekarno. Buku ini hanya ada satu, tidak ada lagi yang punya (tampak sampul buku itu berwara merah, red). Dulu sempat mau dibeli Rp 1 miliar oleh orang Eropa, tapi tidak saya berikan,” jelas Hwie di Ruang Koleksi Kuno Perpustakaan Medayu Agung Surabaya, Selasa (19/01/2021).
Perpustakaan Medayu Agung mulai aktif dibangun sejak 1 Desember 2001. Sebelumnya, semua koleksi itu hanya disimpan secara pribadi oleh Hwie. Ada koleksi buku yang diberi oleh kakeknya, ada yang diperoleh sebagai hadiah dari tokoh penting di era Presiden Soekarno, ada juga yang didapat dari compliment media massa pada sosok Oei Hiem Hwie. Koleksinya kini mencapai 25.000 lebih buku yang dimiliki.
“Pada masa Belanda dan Jepang, memang banyak buku yang dikasih pada kakek saya, oleh kakek saya diambil dan dikasikan ke saya. Kata kakek saya, ‘disimpan ya, buku itu terlarang, besok pasti berguna’. Saya sangat hati-hati simpannya, saya taruh di kamar pembantu saat itu,” jelas pria yang kini berusia 80 tahunan itu pada Tugu Jatim.

Dulu Oei Hiem Hwie merupakan wartawan media ternama di Surabaya. Nama media itu ‘Terompet Masyarakat’ pada 1930-an. Hwie ditugaskan di Istana Presiden untuk meliput berbagai berita di sana, sehingga membuatnya mengagumi Soekarno hingga mengikuti hobi membaca buku. Ada arloji berwarna emas milik Soekarno yang diberikan pada Hwie, sampai sekarang arloji itu masih ada, disimpan dengan baik di etalase perpustakaan.
“Ini ada foto Soekarno, sekitar tahun 1960-an. Lalu ada arloji yang warna emas itu, dikasih langsung sama Soekarno,” ucap Hwie pada pewarta Tugu Jatim sambil mengajak mengelilingi koleksi buku-buku, naskah kuno, piagam/sertifikat, dan koleksi bersejarah yang disimpan di Perpustakaan Medayu Agung Surabaya.
Dalam upaya menyimpan buku itu, Hwie banyak bertaruh nyawa. Pada 1965 ia diduga sebagai Soekarnois, sehingga koleksinya dirampas, namun untung sebagian buku-buku, naskah kuno, piagam/sertifikat, dan koleksi bersejarahnya masih ada yang terselamatkan. Sehingga bisa bertahan sampai sekarang, memenuhi Perpustakaan Medayu Agung Surabaya.
“Waktu saya didatangi polisi, dirampas semua. Untung ndak semua, hanya sebagian. Kalau mobil yang mengangkut itu tidak cukup, nah kesempatan itu oleh saya ditutupi dan ditaruh di plafon. Saya dan adik saya jadikan alasan kalau buku-buku kami sudah kami bakar, untungnya mereka percaya,” cerita Hwie sembari duduk di sofa yang ada di dalam perpustakaan, Selasa (19/01/2021).
Salah satu alasan Oei Hiem Hwie mendirikan perpustakaan ini ialah untuk generasi muda agar tidak melupakan sejarah, mempelajari sejarah dari sumber, naskah, catatan asli yang ditulis langsung oleh tokoh nasional saat itu, serta dapat dipakai referensi generasi muda untuk menerbitkan buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Belanda, Jepang, dan Indonesia.
“Saya ingin buku-buku ini dijaga sebaik mungkin, untuk generasi mendatang. Agar anak-anak muda mengenal sejarah, tidak melupakan sejarah, serta dapat dipakai untuk referensi mengerjakan skripsi, menulis buku sejarah. Yang penting dipelajari dulu, urusan diterapkan atau tidak itu belakangan,” pesan pria beragama Buddha tersebut.
Hampir setiap hari selalu ada pengunjung yang datang ke Perpustakaan Medayu Agung Surabaya. Mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, pejabat, hingga perpustakaan lain yang ingin mendapat data-data sejarah dari koleksi buku-buku yang dimiliki Oei Hiem Hwie. Namun, perhatian pemerintah amat kurang, tidak pernah terlibat dalam upaya pelestarian buku-buku bersejarah yang ada di Perpustakaan Medayu Agung Surabaya. (Rangga Aji/gg)
Menengok Naskah Asli ‘Tetralogi Pulau Buru’ Karya Pramoedya Ananta Toer