MALANG – Mungkin nama Coban Jodo masih asing di telinga wisatawan di Kabupaten Malang. Tentu hal ini karena air terjun ini baru ditemukan pada tahun 2015 lalu. Namun, hutan rimba di Coban Jodo yang terletak di Desa Ngadirejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang memang dipenuhi misteri sepanjang tugumalang.id, Grup Tugu Jatim menyusuri hutan lereng Gunung Bromo ini.
Setelah sempat gagal sampai di Coban Jodo pada Selasa (11/08/2020) lalu karena kondisi cuaca, akhirnya tugumalang.id memulai petualangan kembali untuk bersua dengan Coban yang kabarnya sangat cantik ini.
Track dimulai kembali untuk menuju Coban Kricik dan Coban Suko, track ini terbilang cukup mudah karena sudah pernah kami lewati sebelumnya.
Uniknya, kami tiba-tiba menemukan uang Rp 13.000,- di tengah perjalanan di hutan Coban Jodo ini. Terlintas kejadian ini mirip ketika sesepuh Desa Ngadirejo, Satsit, menceritakan saat menemukan Coban Jodo, dirinya dan 11 orang temannya menemukan uang Rp 12.000,- yang tidak basah.
Namun, alih-alih mengambil uang tersebut, kami lebih memilih menaruhnya kembali di salah satu lubang di tanah. Terlebih karena cukup aneh, hanya kami yang pagi itu trakcking pertama dan tidak ada seorangpun di depan kami.
Setelah berjalan kira-kira 45 menit dari pintu masuk, akhirnya kami sampai di Coban Singo. Coban ini sangat unik, ada 2 tingkat air terjun dan dasarnya tidak dalam, cocok untuk mandi dan bermain air.
Setelah selama satu jam perjalanan menysuri hutan, akhirnya kami sampai di Coban Jodo yang disebut-sebut masyarakat sekitar sangat cantik ini.
Dan ternyata memang benar, air terjun ini benar-benar berbeda dari coban-coban lain di Kabupaten Malang.
Dalam satu area, ada 2 air terjun yang berjajar seolah-olah memang dijodohkan untuk bersanding.
Air terjun yang satu sangat tinggi seperti gedung pencakar langit, sedang satunya sangat deras seolah menolak untuk didekati manusia.
Setelah satu jam puas menikmati, kami tiba-tiba dikejutkan dengan sesosok tulang sejenis hewan karnivora. Beberapa dari kami mengatakan itu macan, beberapa mengatakan itu rubah.
Kami akhirnya memutuskan bergegas kembali untuk mandi di Coban Singo, merasakan dinginnya air pegunungan. Ternyata memang benar, dasar airnya hanya selutut dan cocok bagi yang tidak bisa berenang.
Lalu kami kembali ke sungai dekat Coban Kricik, mecoba air yang lebih dalam agar bisa berenang.
Belum sempat masuk ke air, kami dikejutkan dengan jejak kaki harimau di pinggir sungai. Sangat jelas, dan terlihat masih baru karena bentuknya masih sempurna.
Rasa panik langsung menyerang, dalam pikiran hanya satu, bagaimana cara untuk bergegas keluar dari hutan. Karena sangat tidak lucu jika kami tiba-tiba disergap harimau di tengah hutan.
Kami melangkah dengan ritme tidak karuan untuk naik kembali ke pintu masuk. Alhasil, tubuh sangat lelah tatkala sampai di lapangan parkir kendaraan.
Pengelola wisata Coban Jodo, Saturi membenarkan jika memang masih banyak hewan liar di sekitar sini. “Di sini kawasan hutan lindung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang dikasihkan desa untuk dimanfaatkan masyarakat,” ungkapnya saat ditemui pada Jumat (21/08/2020).
Bahkan, hewan-hewan liar yang sangat dilindungi seperti macan tutul, macan hitam, macan kuning dan elang Jawa masih hidup di hutan ini.
“TNBTS juga memasang kamera untuk memantau hewan-hewan ini. Jadi, terpantau jumlah dan jenis kelamin semuanya,” bebernya sambil menggerakkan tangan membentuk layar kamera.
Hampir setiap hari warga yang mencari rumput atau kayu bakar juga sering melihat hewan-hewan ini berjalan mencari mangsa. “Warga sekitar juga sering melihat hewan-hewan itu hampir setiap hari,” tegasnya meyakinkan dengan menunjuk arah hutan bagian atas.
Namun, ia meyakinkan jika hewan-hewan liar seperti harimau tidak akan melewati sungai atau air terjun. “Tapi harimau itu tidak sampai ke Coban, tapi biasanya hanya elang Jawa, kera atau lutung Jawa,” ungkapnya.
Alasan lain kenapa Coban Kricik, Singo, Suko dan Jodo masih alami adalah karena belum banyak diketahui orang. Tarifnya juga masih masuk akal, hanya Rp 5.000,- per orang.
“Kalau saat ini masih sedikit, mungkin setiap harinya hanya 5 sepeda motor atau 10 orang lah. Tapi kalau hari Sabtu dan Minggu masih bisa 10 sampai 15 sepeda motor atau bisa dikatakan 30 pengunjung,” tukasnya.
Reporter: Rizal Adhi Pratama
Editor: Gigih Mazda