PASURUAN, Tugujatim.id – Lokasi dua pesawat Super Tucano milik TNI-AU yang jatuh di Kabupaten Pasuruan, Kamis (16/11/2023), dianggap warga sebagai tempat sakral. Terutama bagi suku Tengger yang mendiami sekitar TKP jatuhnya dua pesawat jenis Super Tucano tersebut.
Dua pesawat latih TNI-AU dari Lanud Abdulrachman Saleh ini jatuh di dua lokasi berbeda. Bangkai pesawat bernomor ekor sayap TT 3103 jatuh dan ditemukan hancur di bawah tebing perbukitan areal Perhutani, di Desa Keduwung, Kecamatan Puspo. Sementara bangkai pesawat bernomor ekor sayap TT 3111 ditemukan jatuh di Bukit Kundi, tepatnya di perkebunan kentang yang masuk wilayah TNBTS, di perbatasan Desa Wonorejo Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pasuruan.
Sulaksono, warga sekitar, menyatakan, dua titik lokasi jatuhnya pesawat Super Tucano ini sudah terkenal lama sebagai tempat sakral. Kesakralan tempat ini, menurut informasi yang dia dapat dari warga, sudah menjadi cerita turun-temurun di antara keturunan asli suku Tengger.
“Tempatnya memang terkenal sakral bagi suku Tengger, itu cerita sudah dari mbah-mbahnya dulu,” ujar Sulaksono pada Senin (20/11/2023).
Dia menuturkan bahwa dalam cerita yang beredar di masyarakat sekitar, areal sekitar jatuhnya dua pesawat latih TNI-AU ini dianggap tempat suci. Bahkan, menurutnya warga sekitar, khususnya suku Tengger sendiri tidak berani memasuki areal hutan sekitar Bukit Kundi ataupun hutan di wilayah Desa Keduwung secara sembarangan.
Bahkan, pria asal Desa Wonorejo, ini menyatakan bila sebagian besar warga suku Tengger percaya bahwa memasuki dua areal tersebut harus dengan semacam ritual.
“Katanya orang Tengger ya kan dua tempat itu tempat suci, jadi kalau masuk situ, kebanyakan takut, kecuali ada doa-doa ritual atau pakai sesajen sesuai kepercayaan mereka,” ungkapnya.
Sulaksono menambahkan, warga yang ikut membantu saat evakuasi jenazah keempat korban jatuhnya pesawat TNI-AU ini justru kebanyakan warga yang berasal dari Desa Wonorejo, meski ada pula sebagian lain yang dari warga Tosari.
Menurut dia, fenomena ini terjadi karena warga suku Tengger sendiri sangat menghormati tempat sakral tersebut sehingga membatasi diri untuk keluar masuk tempat tersebut. Sementara warga Desa Wonorejo banyak turun membantu karena mayoritas bukan keturunan asli dari suku Tengger.
“Kemarin kan yang turun kebanyakan memang warga Wonorejo, ya selain aksesnya memang lebih dekat, warga ingin membantu karena murni rasa kemanusiaan, gak tega juga warga, Mas,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, jatuhnya dua pesawat TNI-AU menurut kesaksian warga terjadi pada Kamis (16/11/2023), sekitar pukul 11.00 WIB. Kesaksian warga sekitar sempat melihat empat pesawat terbang di langit, sebelum akhirnya diduga ada ledakan keras yang terdengar hingga belasan kilometer.
Dua pesawat Super Tucano ini diduga jatuh di dua lokasi berbeda. Lokasi pertama tempat jatuhnya pesawat dengan nomor ekor TT 3013 berada di bawah tebing kawasan perhutani di Desa Keduwung, Kecamatan Puspo. Adapun lokasi kedua jatuhnya pesawat dengan nomor ekor TT 3111 berada di Bukit Kundi. Tepatnya di perbatasan antara Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo; dengan Desa Wonorejo, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pasuruan.
Insiden pesawat latih TNI-AU yang jatuh ini memakan korban jiwa empat perwira yang berdinas di Lanud Abdulrachman Saleh. Yakni Letkol Pnb Sandhra Gunawan, Kolonel Adm Widiono, Mayor Pnb Yuda A. Seta, dan Kolonel Pnb Subhan.
Pada Jumat (17/11/2023), Tim Investigasi TNI-AU juga telah menemukan Flight Data Recorder (FDR) dari dua pesawat Super Tucano yang jatuh di Kabupaten Pasuruan. FDR dua pesawat latih tersebut kini telah dibawa ke Lanud Abdulrachman Saleh, Kabupaten Malang, untuk dilakukan pembacaan data penerbangan guna mengungkap penyebab pasti jatuhnya pesawat.
Hingga saat ini, tim gabungan yang dikoordinasi TNI-AU itu masih terus mengevakuasi bangkai dari dua pesawat latih tersebut.
Writer: Laoh Mahfud
Editor: Dwi Lindawati