Tugujatim.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kompak suarakan menolak politisasi identitas dalam Pemilu 2024. Bawaslu RI menyepakati itu ketika menyambangi Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (28/02/2023).
Dilansir dalam website resmi bawaslu.go.id, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan, Pemilu 2024 harus bersih dari politik identitas yang digunakan untuk kepentingan politik praktis dan politik uang. Dia berharap peserta pemilu tidak menjadikan tempat ibadah untuk berkampanye. Dia juga berharap tidak ada lagi penggunaan atribut partai politik di tempat ibadah.
“Ke depannya kami (Bawaslu) dan PBNU akan melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan warga dari tingkat terkecil seperti forum warga,” kata Bagja.
Dia mengatakan, ini juga bisa melibatkan pengurus ranting PBNU. Mulai dari kabupaten-kota sampai provinsi untuk membantu menangkal politisasi identitas dan politik uang. Selain itu, Bagja mengatakan, pemilu merupakan ajang kompetisi gagasan, kompetisi untuk meyakinkan warga negara bahwa program dan visi misi partai tersebut harus diperjuangkan.
“Ini yang seharusnya ditawarkan partai politik,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya menjelaskan, politisasi identitas dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Menurut dia, politik identitas hanya alat dari para kompetitor atau aktor politik untuk menutupi kekurangannya.
“Tidak punya tawaran, lalu mereka menipu pemilihnya dengan politik identitas. Dengan kata lain politik identitas itu saya anggap penipuan,” tegas Gus Yahya.
Karena itu, dia meminta Bawaslu RI membuat narasi yang kuat soal anti politisasi identitas. Selain itu, Gus Yahya juga menegaskan PBNU siap bekerja sama dengan Bawaslu dalam guna membuat pemilu damai tanpa politik identitas.
“PBNU siap bekerja sama,” ujar tokoh yang pernah menjabat sebagai Jubir Presiden Ke-4 RI itu.
Gus Yahya menegaskan bahwa Bawaslu RI mempunyai tanggung jawab besar membangun narasi yang berisi tagline atau kata kunci yang melarang secara pakem politik identitas.
“Di NU, kami sudah ada beberapa kata kunci untuk menangkalnya. Seperti hastag khittahNU, hastag tidakbolehmemperalatagama dan hastag tidakbolehmemperalatNU,” ungkapnya.