MALANG, Tugujatim.id – Kondisi kontras tampak dalam penataan pedestrian Kayutangan Heritage dan keberadaan Kampung Wisata Kota Malang. Ya, Pemkot Malang saat ini tengah menata Kayutangan Heritage agar semakin cantik hingga menarik wisatawan untuk berkunjung. Sayangnya, hal itu tidak memberikan dampak positif bagi kampung wisata yang semakin meredup.
Pedestrian Kayutangan kini dipercantik dengan lampu hias, box telephone, replika trem kereta api, kursi-kursi taman, beserta bunga-bunga. Sementara di dalam gang-gang kampung wisatanya tampak sepi. Hanya ada warga setempat berlalu lalang hingga beberapa orang bercengkerama sembari menanti wisatawan mengunjungi dagangannya.
Kondisi ini disampaikan oleh Rudi Haris, 67, warga Kampung Heritage Kayutangan. Dia mengatakan pengunjung saat ini lebih banyak memilih hiruk pikuk pedestrian dari pada kampung wisatanya. Padahal, dia melanjutkan, kampung wisata tematik merupakan pelopor yang melambungkan nama kawasan Kayutangan hingga dilirik wisatawan.
“Sekarang yang masuk Kampung Heritage hanya di bawah 1 persen saja. Tentu pengunjung lebih memilih pedestrian Kayutangan,” kata pria yang akrab disapa Mbah Ndut itu.
Dia mengaku heran dengan langkah yang dilakukan Pemkot Malang yang justru mempercantik pedestrian dari pada perkampungan yang menjadi tempat wisata sejak 2018 itu. Di mana penataan pedestrian itu justru meredupkan kampung wisata tematik tersebut.
“Orang mengatakan enak warganya, di luar ramai. Jangan salah, yang ramai hanya di luar, dalamnya ya sepi. Padahal, di kampung ini dulu pernah digunakan untuk film Yo Wes Ben dan beberapa film dokumenter,” ungkapnya.
Menurut dia, antusias warga Kampung Heritage saat ini sudah mulai menurun untuk meramaikan kampung. Sebab, kampung itu tak banyak dilirik wisatawan lagi.
“Masyarakat sudah capek, buat apa buka kalau tidak ada pengunjung. Kalau saya kan memang hanya untuk mengisi waktu, jadi mau buka warung nanti sepi atau tidak gak masalah,” bebernya.
Bahkan, Mbah Ndut saat ini hanya membuka warungnya di hari Sabtu dan Minggu. Sebab, menurut dia, pengunjung warung miliknya hanya dari wisatawan. Padahal dahulu sejak 2018, warungnya buka setiap hari dan ramai pengunjung.
Mbah Ndut menceritakan awal mula dirinya membuka warung kopi. Dia mengatakan, dia dulu membuka warung sembako. Namun, karena kampung itu menjadi tempat wisata, dia mengubah haluan dengan membuka warung kopi untuk wisatawan.
Bahkan, dia juga menata warung sedemikian rupa dengan barang-barang koleksi kuno untuk menambah kesan heritage. Sayangnya, gelas-gelas kopinya kini hanya digunakan di akhir pekan saja.
“Dulu sempat ditanya teman-teman, kok saya nekat ganti jual kopi. Ya harus nekat,” ucapnya.
Saat itu, dia memandang bahwa rumahnya punya potensi dikunjungi wisatawan. Rumahnya berdiri sejak 1923 atau seratus tahun yang lalu. Terlebih, ayah Mbah Ndut juga seorang veteran perang saat perebutan Jembatan Merah yakni Muhammad Ahiyat.
“Kalau dipikir-pikir rumah ini seharusnya adalah hari ulang tahunnya ke-100. Kalau histori rumahnya dulu hanya rumah singgah biasa dan pernah jadi lumbung padi,” bebernya.
Kondisi Kampung Heritage saat ini sudah tak sesuai dengan harapannya pada 5 tahun yang lalu. Dia mengaku dalam sepekan pernah tidak satu pun warungnya dikunjungi pembeli. Dia mengaku sering mendapati hal itu.
Dia berharap pemerintah juga memperhatikan keberlangsungan perekonomian warga dan kampung wisata tematik itu.
“Mudah-mudahan nanti bisa ramai kembali. Kasihan warga yang sudah membangun kampung ini menjadi kampung wisata,” ujarnya.