Penanganan Tragedi Kanjuruhan Disebut Bisa Tingkatkan Angka Golput Pemilu 2024

Patung kepala Singa Tegar yang terletak di halaman Stadion Kanjuruhan Malang. Foto: Bayu Eka/Tugu Jatim

MALANG, Tugujatim.id – Isu gerakan golput di Pemilu 2024 sempat menyeruak saat penanganan tragedi Kanjuruhan belum bisa mewujudkan keadilan bagi para korban.

Pakar Sosial dan Politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Wahyudi Winarjo mengatakan bahwa potensi golput memang selalu ada dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Namun, belum tampaknya keadilan bagi korban tragedi Kanjuruhan berpotensi bisa meningkatkan angka golput di Pemilu 2024 mendatang.

“Kekecewaan masyarakat terhadap kasus tragedi Kanjuruhan itu berpotensi meningkatkan angka golput. Secara normal saja selalu ada golput, apalagi kalau masyarakat sudah tidak percaya,” ucapnya.

Kata dia, sejauh ini angka golput memang belum pernah melebihi angka partisipasi masyarakat. Namun dia menyebutkan bahwa sistem demokrasi harus mendapatkan perhatian serius jika angka golput mencapai 40 persen atau bahkan 50 persen lebih.

Maka, Wahyudi mengatakan bahwa isu gerakan golput ini harus menjadi perhatian dan atensi bagi seluruh pihak. Gerakan ini bisa berpotensi menjadi gerakan kontrol sosial bagi penyelenggara negara yang dinilai tidak mampu mewujudkan aspirasi masyarakat.

Terlebih, tambah dia, pemerintah melalui Kemensos RI belum lama ini menyatakan kekurangan alokasi anggaran untuk penanganan tragedi Kanjuruhan. Lalu, DPR RI gagal dan tak bisa membentuk Pansus penanganan tragedi Kanjuruhan. Kemudian, penegak hukum terkesan bertele-tele dalam mengusut tragedi Kanjuruhan.

Menurutnya, golput bisa merusak kesuksesan sistem demokrasi, karena pemimpin terpilih merupakan hasil suara sebagian rakyat. Hal ini bisa berakibat pada rendahnya kepercayaan publik terhadap pemimpin. Negara tak akan berjalan dengan baik jika pemimpinnya tak mendapat kepercayaan.

“Sebetulnya rakyat Indonesia bahkan dunia menunggu penyelesaian kasus tragedi Kanjuruhan. Kita tau Aremania juga menunjukkan sikap ketidakpercayaan terhadap penegakan hukumnya,” ucapnya.

Wahyudi mengibaratkan bahwa suporter layaknya air yang memiliki kelembutan namun akan menjadi kekuatan besar saat mampu bersatu dan bergerak bersama. Maka, dia menyarankan agar pemerintah maupun penegak hukum bisa mulai menciptakan rasa keadilan bagi para korban tragedi Kanjuruhan.

“135 nyawa telah menjadi korban, tapi rakyat masih merasa belum mendapat keadilan. Maka ini harus ada pendekatan subjektif, psikologis, dan keseriusan dalam melanjutkan aspirasi,” tandasnya.