Malang – Pilkada 2020 serentak di masa pandemi corona membuat Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya (UB) khawatir. Sebab, keputusan pemerintah tersebut dianggap blunder lantaran masih tingginya angka persebaran virus yang dipercaya asal Wuhan, China itu.
Padahal, berbagai pihak mulai dari Nahdlatul Ulama (NU) sampai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan untuk menunda Pilkada 2020 serentak tersebut. Nyatanya, Pemerintah Pusat tetap kukuh menyelenggarakan pemilihan kepala daerah tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Satgas COVID-19 Universitas Brawijaya (UB), dr Aurick Yudha Nagara mengaku seram dan khawatir melihat penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah Pandemi COVID-19.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Terus Meningkat, Khofifah Bakal Realisasi RS Lapangan Darurat di Malang
“Pendapat saya, seram juga jika ada Pilkada saat pandemi begini,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Jumat (25/09/2020).
Oleh sebab itu, dr Aurick menitikberatkan perhatiannya pada penyelenggaraan Pilkada itu sendiri. “Penyelenggaraan Pilkada bukan boleh atau tidaknya, tapi bagaimana cara pelaksanaannya,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) mengatakan hal tersebut. Pasalnya, saat memasuki era new normal ini saja masih banyak warga yang abai protokol kesehatan. Oleh karena itu Pilkada 2020 dianggap membahayakan.
“Saya perhatikan sendi masih banyak kegiatan yang kurang tepat (melaksanakan protokol kesehatan) saat new normal ini,” tegasnya.
Apalagi, saat kampanye terkadang fanatisme para pendukung Calon Bupati terkadang membuat lupa untuk menerapkan protokol kesehatan. “Protokol kesehatan ini harus benar-benar dilakukan, bukan hanya sekedar mengucapkan mantra-mantra saja,” ungkapnya.
Ia juga mewanti-wanti kegiatan di ruang tertutup seperti rapat internal tim pemenangan jelang Pilkada 2020 juga berpotensi buruk bagi kesehatan. “Physical distancing mungkin dipenuhi, tapi perlu diperhatikan juga ventilasinya, begitupun durasi rapat yang melebihi 15 menit itu sudah termasuk kontak erat,” paparnya.
Baca Juga: 31 Penghuni Ponpes Al Izzah Kota Batu Positif COVID-19
Alumni Universitas Brawijaya ini juga mengingatkan bahwa saat ini setiap rumah sakit rujukan COVID-19 mulai penuh.
“Kapasitas rumah sakit dalam jangka waktu 2 minggu ini sudah mulai penuh dan keteteran, sehingga banyak pasien baik yang terpapar COVID-19 maupun tidak yang kesulitan mendapatkan kamar,” jelasnya.
Oleh sebab itu, selain meniadakan Pilkada 2020 juga perlu ada koordinasi antar rumah sakit di Jawa Timur. Sehingga jika satu rumah sakit penuh, si pasien bisa dioper ke rumah sakit rujukan COVID-19 lain di Jawa Timu.
“Kita harus saling koordinasi dengan setiap rekan medis di Jawa Timur,” pungkasnya. (rap/gg)