Pencurian Kain Kafan dan Dorongan Krisis Ekonomi saat Pandemi

ilustrasi pencurian kain kafan
Ilustrasi kain kafan yang dipercaya masyarakat memiliki kekuatan magis. (Foto: Pixabay)

Fenomena pencurian kain kafan sempat menghebohkan masyarakat Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, Minggu (20/09/2020) lalu. Sebuah makam ibu muda yang meninggal sehari sebelumnya tampak telah terbongkar yang mana kain kafannya lenyap dicuri.

Menurut sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), Dwi Cahyono, praktik pencurian kain kafan ini biasanya didorong oleh alasan untuk memperoleh kekuatan magis tertentu. Di mana dorongan itu biasanya muncul beriringan dengan badai krisis finansial atau ekonomi yang melanda. Dalam hal ini, ia menganalisa bahwa badai pandemi corona atau COVID-19 adalah salah satu alasannya.

“Seperti sekarang ini kan juga terjadi krisis finansial yang membuat orang menjadi krisis keyakinan,” terang Dwi pada tugumalang.id, partner Tugu Jatim, Jumat (25/9/2020).

Baca Juga: 5 Fakta Pulau Sempu yang Ingin Dibangun Lapas oleh Kemenkumham

Menurutnya, karena krisis finansial tersebut banyak orang yang terpengaruh dan melakukan hal di luar nalar. Salah satunya adalah krisis keyakinan dan akhirnya melakukan hal-hal instan karena ingin memperoleh kekayaan dari ilmu hitam.

“Dulu di berbagai daerah terjadi (pencurian kain kafan, red). Kadang ada saat tertentu saat krisis keyakinan. Untuk orang yang kesulitan itu bisa melakukan macam-macam,” imbuh pria yang juga arkeolog tersebut.

Menelisik dari sejarahnya, ia beranggapan bahwa hal tersebut memang kerap kali terjadi. Dan sebenarnya hal tersebut merupakan praktik yang lumrah sejak zaman dulu. Dan biasanya, pencurian kain kafan tersebut dilakukan untuk memperoleh ilmu sihir agar tidak terlihat saat melakukan aksi pencurian.

“Sejak dulu media kain kafan ini memang digunakan untuk mendapatkan magi tertentu. Bisa jadi terkait untuk aksi pencurian,” tambahnya.

Dipercaya, jika kain kafan ini bisa dijadikan jimat yang membuat penggunanya tak terlihat. “Sehingga bisa melancarkan aksi pencuriannya. Dia jadi tidak bisa tertangkap dan tak kasat mata,” sambungnya.

Namun, bisa jadi menurut Dwi ini adalah praktik untuk aliran magis tertentu. “Bisa jadi untuk keyakinan tertentu. Bisa dijadikan azimat atau fetisi, makanya disebut magi (sihir) hitam,” paparnya serius.

Dan ada juga yang dijadikan syarat oleh dukun demi praktik guna-guna. “Itu riwayat di masa lalu. Bisa untuk dijadikan guna-guna yang disyaratkan dukun tertentu,” bebernya.

Biasanya yang Dicuri pada Hari Selasa Kliwon

Dwi menjelaskan bahwa biasanya yang diincar adalah kain kafan dari jasad yang meninggal di hari-hari tertentu. Karena dipercaya memiliki kekuatan lebih jika si jasad meninggal di hari spesial.

“Yang bagus itu saat Anggoro Kasih, atau meninggal di hari Selasa Kliwon. Tapi yang di Jombang ini meninggalnya di hari Sabtu, artinya ada motif tersediri dan tergantung dari guru spiritualnya,” jelasnya.

Latar belakang jenazah juga menjadi pertimbangan, biasanya yang diincar adalah kain kafan dari jasad wanita muda yang belum menikah.

Baca Juga: Mau Gaji Aman Hingga Akhir Bulan? Ikuti Langkah-Langkah Berikut ini!

“Yang meninggal sebelum menikah itu danggap punya kekuatan/daya magi lebih,” ujarnya.

Para praktisi magi hitam ini menurut Dwi biasa melaksanakan aksinya pada makam-makam baru. “Karena tanahnya masih baru jadi mudah digali, seperti yang di Jombang ini juga digali pakai piring seng,” sebutnya.

“Kalau dulu makam dijaga, terutama yang jasadnya adalah wanita muda yang belum menikah atau yang meninggal di hari Selasa Kliwon,” terangnya.

Namun, bukan hanya karena pencurian kain kafan, biasanya makam dijaga agar tidak digali hewan liar yang mencari makan. “Kalau dulu masih banyak hewan liar yang cari makan, jadi hewan-hewan ini menggali kuburan dan memakan daging mayat tersebut,” ungkapnya.

“Tapi kalau yang mengincar kain kafan itu jasadnya utuh, kadang kainnya hilang semua dan kadang sebagai. Karena sebagian itu cukup, dahulu yang biasanya diambil yang di atas kepala,” sambungnya.

Hanya Tradisi Tanah Jawa

Namun, ternyata praktik-praktik seperti itu ternyata banyak hanya terjadi di Jawa saja.Kalaupun ada, menurut Dwi memperoleh magi dari aksi pencurian kain kafan di daerah lain mungkin berbeda ritualnya.

“Ini setau saya terjadi kebanyakan di masyarakat Jawa. Saya belum tahu di Sunda atau luar Jawa. Mungkin di luar Jawa terjadi, tapi mungkin modusnya beda hanya polanya sama,” jelasnya.

Menaggapi aksi pencurian kain kafan yang terjadi di Jombang yang memiliki predikat Kota Santri, menurutnya hal tersebut tidak akan terlalu berpengaruh.

“Kota santri atau tidak itu bukan ukuran, karena dari jutaan warga pasti ada satu dua. Tapi tidak banyak,” pungkas dosen Ilmu Sejarah ini. (rap/gg)

Baca Juga Artikel Terkait: Mengulik Fenomena Pencurian Kain Kafan Bagian 1