SURABAYA, Tugujatim.id – “Beda era, beda pemikiran”. Kias itulah yang bisa menggambarkan pendapat Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Nurhasan ketika ditanyai Tugujatim.id soal peran generasi milenial dan gen Z saat ini. Cak Hasan, sapaan akrab Rektor Unesa, mengatakan warna peran generasi itu dalam partisipasi Gerakan Peradaban Indonesia.
Beberapa waktu, tepatnya di Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2023 organisasi Gerakan Peradaban Indonesia (GPI) menggandeng ribuan mahasiswa Unesa untuk turut berpartisipasi deklarasi GPI menuju Sumpah Peradaban.
“Organisasi ini perlu penguatan paling tidak ketika visi misi gerakan GPI itu bisa mewarnai kehidupan kita sehari-hari di NKRI. Saya kira kita akan back-up dan bantu untuk kegiatannya. Harapannya, momen kita diciptakan berbeda-beda, berbhinneka itu tampaknya GPI perlu penguatan,” kata Rektor Unesa Cak Hasan pada Jumat (28/07/2023).
Meski memiliki tujuan positif ingin memelihara bibit-bibit peradaban yang unggul dan berkualitas dari kalangan milenal dan gen Z, menurut dia, ada catatan penting yang harus dipertimbangkan yakni perihal mindset anak muda yang mengikuti alur zamannya.
“Kita tahu bahwa anggota GPI kebanyakan generasi baby boomer. Tapi, kita akan menghadapi gen Z dan milenial yang penuh tantangan di era digital ini. Jadi, harus bisa diformulakan dengan baik. Artinya, kita harus menyesuaikan karakter mereka,” katanya.
Menurutn dia, di era ketidakpastian global ini, milenial dan gen Z layaknya diedukasi dan diinformasikan tentang peradaban dan kemajuan NKRI. Namun, tampaknya yang menjadi PR untuk Gerakan Peradaban Indonesia adalah membuat formula menarik dan bisa diterima oleh kalangan milenial dan gen Z.
“Makanya pengurus GPI yang notabene generasi berbeda (baby boomer) itu harus mempelajari karakter anak muda yang persentasenya 50 persen lebih. Harus diformulakan bareng dari rujukan yang ada. Kalau tidak, mereka tidak akan masuk sama sekali,” ungkapnya.
Dalam hemat pandangan pria asal Bangil Pasuruan ini, bidang yang paling mudah diterima oleh kalangan milenial dan gen Z adalah seni serta olahraga.
“Anak muda itu keren-keren, kreatif, pengen tahu semuanya, nggak papa dan perubahnya sangat cepat. Dan yang bisa masuk sementara itu di bidang olahraga dan seni. Anak muda sekarang tidak mudah dikendalikan kalau strategi yang digunakan itu nggak relevan dengan masanya. Dia akan mengabaikan begitu saja,” tuturnya.
Satu langkah konkret dari organisasi Gerakan Peradaban Indonesia untuk memperkenalkan peradaban kebhinnekaan serta memperbaiki moral anak bangsa yakni dengan akan diselenggarakannya Sumpah Peradaban.
“Saya kira bagus karena pijakan itu ada jadi menggaungkan perlu. Beberapa generasi yang ada itu diajak karena momentumnya harus ada. Jadi, kita harus mampu beradaptasi di era ini,” jelasnya.
Pria kelahiran 1963 tersebut juga menuturkan bahwa proses pembentukan karakter anak muda saat ini juga menentukan kualitas bonus demografi pada 2045.
“Kalian nanti di zaman keemasan di bonus demografi 2045 itu wilayah kalian. Kalau tidak disiapkan, kalau tidak beradaptasi, maka akan lewat. Siapa yang mampu beradaptasi di era ini? Dia yang akan menang. Siapa pun. Individu, kelompok, desa, profesi, sampai negara,” ujarnya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati