MALANG, Tugujatim.id – Kisah-kisah yang menyayat hati di balik Aremania remaja yang jadi korban tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya menyisakan kesedihan bagi keluarganya. Salah satunya kisah Anggara Putra Pratama, 13, warga Desa Blayu 2, RT 31, RW 09, Wajak, Kabupaten Malang, ini yang rela menyisihkan uang sakunya untuk menonton Arema FC di Stadion Kanjuruhan. Sayangnya, dia menjadi korban meninggal saat baru kali pertama nonton Arema FC di sana. Bagaimana kisahnya yang begitu menyayat hati ini?
Sholehatun Romla, 33, ibu dari Anggara, awalnya melarang anaknya untuk nonton pertandingan Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (01/10/2022). Dia khawatir karena laga itu adalah laga besar dan digelar malam hari.
Lambat laun, Romla tak bisa lagi melarang anaknya lagi. Sebab, Anggara mengatakan, dia menabung selama sekitar 15 hari untuk bisa membeli tiket Arema FC.
”Saat dilarang, anaknya juga marah-marah karena katanya sudah menabung,” kata Romla saat ditemui di rumah duka di Desa Blayu 2, RT 31, RW 09, Wajak, Kabupaten Malang, Rabu sore (05/10/2022).
Romla mengatakan, Anggara menabung dari hasil uang jajan di sekolahnya. Dia menabung sekitar Rp15 ribu setiap hari. Uang tabungannya itu lalu dibelikan tiket ekonomi seharga Rp65 ribu.
”Lalu ada uang sisa dua puluh ribu, saya tambahi sepuluh ribu buat uang saku ke stadion. Jadi, dia bawa uang saku Rp30 ribu ke stadion,” imbuhnya.
Anggara pun menonton Arema FC bersama tiga temannya yang lain dari desa tersebut. Mereka berangkat bersama-sama. Empat orang tersebut adalah teman ngaji di kampung.
”Anggara baru kali pertama nonton Arema FC di stadion, diajak teman-teman mengajinya,” katanya.
Selain Anggara, yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan ini adalah M. Ali Mukhtar, 17.
”Dua temannya yang lain itu yang menjaga jenazah Anggara dan Ali di RS Wafa Husada,” katanya.
Saat kejadian, Romla mengaku tidak punya firasat apa pun. Dia waktu itu sudah tidur sebelum tragedi terjadi.
”Pukul 03.00 saya dan suami dibangunkan guru ngajinya disebut kalau Anggara sudah meninggal,” katanya.
Sehari sebelum kejadian, Anggara melakukan aktivitas yang tak biasa. Dia melukis dengan pensil gambar dirinya sendiri. Dalam lukisan itu, separo badannya dibuat hitam.
”Dan jenazah dia seperti di lukisannya itu. Separo badannya hitam,” katanya.
Anggara juga yang menaruh lukisan itu ke dalam pigura. Karena tidak punya pigura lain, maka yang dipakai pigura yang berisi foto ayahnya.
Karya ini adalah karya terakhir dari Anggara dan menjadi kenang-kenangan bagi Romla beserta keluarga. Menurut dia, Anggara adalah pribadi yang rajin dan pendiam.
”Dia ingin menjadi orang baik ke depannya, ingin menjadi santri,” kata Zuliati, 51, tante dari Anggara.
Zuliati menyebutkan, kepergian Anggara yang merupakan anak pertama ini pukulan yang luar biasa bagi Romla dan suaminya Imam Syafi’i, 38.
”Ibunya pingsan terus, bahkan saat jenazah diberangkatkan, masih pingsan,” kata Zuliati.