MALANG, Tugujatim.id – Objek wisata religi di Dusun Krajan, Desa Sumberrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, tepatnya di Pesanggrahan Giri Kelop (Gunung Emas), ini memiliki sejarah dan cerita mistis yang kental.
Subani Harsono selaku ketua Paguyuban Pesanggrahan Giri Kelop mengatakan, jika dulu lokasi ini dipercaya merupakan tempat persinggahan raja-raja. Karena itulah diberi nama Pesanggarahan atau bisa diartikan persinggahan.
“Disebut Pesanggrahan karena merupakan tempat persinggahan Raden Panji Asmarabangun yang merupakan bekas Raja Jenggolo dan istrinya, Ibu Sekartaji. Lalu saat Raden Panji Asmarabangun meninggal, dia dikuburkan di suatu desa, tapi saat dimandikan beliau hilang. Konon dia berdomisili di sini,” terangnya saat dikonfirmasi tugumalang.id, partner tugujatim.id, pada Selasa (20/04/2021).
Selain itu, tokoh-tokoh Jawa lainnya juga pernah bersinggah di sini seperti Panembahan Senopati Kerajaan Mataram.
“Banyak yang ada di sini, contoh lain Eyang Rawit Ndokosari yang juga Panembahan Senopati Kerajaan Mataram,” tuturnya.
Lalu nama Giri Kelop sendiri artinya adalah Gunung Emas, dipercaya dahulu kala gunung ini bersinar seperti emas.
“Lalu dinamakan Giri Kelop atau Gunung Emas itu karena dulu kalau malam bersinar ke atas seperti emas,” jelasnya.
Dan di zaman penjajahan Belanda, gunung ini adalah lokasi berlindung oleh warga Dusun Krajan, Desa Wonokerto, dari gempuran meriam-meriam Belanda.
“Dulu di sini itu dijadikan tempat berlindung orang-orang khusus Dusun Krajan, Desa Sumberrejo. Jadi, ketika Belanda menyerang dan menembak dengan kapal-kapal itu tidak ada satu pun peluru yang kena,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pria yang pernah menjadi ketua RT di Desa Sumberrejo ini mengatakan jika banyak cerita mistis di Pesanggarahan ini. Dia meyakinkan jika Pesanggarahan Giri Kelop ini sering dijadikan lokasi pertemuan makhluk-makhluk gaib dari berbagai lokasi gunung lainnya.
“Di sini juga persinggahan dari eyang gaib gunung-gunung lain seperti Gunung Kelop Dampit, Gunung Kelop Gedangan, Gunung Semeru, Gunung Arjuno, Gunung Batok Pantai Ngeliyep, dan Gunung Kawi. Jadi, para gaib ini pertemuannya secara giliran di gunung-gunung tadi, termasuk di sini,” bebernya.
Subani juga menceritakan ketika Pesanggarahan Giri Kelop ini belum terawat seperti saat ini, ada seorang warga Desa Sumberrejo yang dijumpai langsung oleh penghuni Pesanggarahan Giri Kelop saat orang tersebut hendak berziarah ke Gunung Kawi.
“Zaman dulu di sini belum banyak diketahui orang, banyak orang yang ke Gunung Kawi untuk berziarah. Lalu ada seseorang ditemui eyang gaib tadi dengan badan seperti manusia, lalu ditanya orang mana, dijawab ‘saya orang Sumberrejo.’ Lalu sosok tadi bilang ‘kok jauh-jauh ke sini, lebih baik rawat saja Gunung Kelop itu, saya sebenarnya menghuni di sana. Tapi, karena tidak ada yang merawat, maka saya pindah ke sini (Gunung Kawi), di sana (Gunung Kelop) rawatlah,'” kenangnya sambil menunjuk arah barat di Gunung Kawi.
“Lalu beberapa tahun yang lalu sosok tersebut menemui orang lain lagi yang merawat Gunung Kelop dan bilang ‘ee orang-orang sudah ingat dengan saya.’ Karena itu, kami sekarang merajut kembali budaya nenek moyang,” imbuhnya.
Saat ini sudah banyak warga Desa Sumberrejo yang akhirnya mau merawat Pesanggarahan Giri Kelop. Mereka rata-rata tergabung ke dalam Paguyuban Pesanggrahan Giri Kelop Desa Sumberrejo.
“Yang datang ke sini untuk bersih-bersih, kadang ada 15 orang. Biasanya yang rutin di paguyuban itu rutinan itu minggu ke berapa di suatu bulan untuk kerja bakti. Selain itu, setiap Malam Sabtu Pon di sini biasanya ada tahlilan dan musyawarah demi kelancaran di sini. Yang terpenting kami tidak melakukan penentangan dengan peraturan agama maupun pemerintah,” katanya sambil tersenyum.
Paguyuban Pesanggrahan Giri Kelop sendiri ingin menjadi lokasi ini sebagai wisata religi satu-satunya yang ada di Desa Sumberrejo.
“Ini ke depannya karena swadaya masyarakat, saya inginnya untuk menjadi wisata religi. Kami sudah membangun sedikit demi sedikit karena yang membangun masyarakat kecil sehingga kalau ada rezeki sedikit kami sumbangkan,” bebernya.
Dan langkah itu pelan-pelan dapat terlaksana dengan pembangunan jalan dari paving dari jalan besar menuju Pesanggarahan Giri Kelop. Jadi, jalan menuju tempat persinggahan ini tidak lagi dari tanah liat.
“Hingga akhirnya terwujud, kami buatkan jalan dari paving hasil swadaya yang aksesnya ke jalan besar. Tujuannya, agar perjalanan itu tidak sulit, masalahnya di sini sudah banyak orang dari luar desa yang datang bertujuan minta barokah kepada Gusti Allah SWT. Kedua, mereka minta syafaat kepada Kanjeng Nabi Rasulullah,” tandas pria asli Desa Sumberrejo ini.
“Makanya kami banyak membangun macam-macam di sini, termasuk tempat duduk di sana tujuannya agar orang yang singgah ada tempatnya. Ke depannya kami juga ingin membangun anak tangga menuju ke sini agar orang tidak terpeleset ketika melewatinya,” lanjutnya.
Terakhir, pria paro baya ini memiliki harapan agar masyarakat lebih mengenal lagi Pesanggarahan Giri Kelop. Menurut dia, masyarakat harus mengenal lokasi ini karena merupakan peninggalan sejarah nenek moyang yang harus dijaga.
“Ke depannya saya ingin dengan membangun Pesanggarahan agar masyarakat tahu ini tempat wisata religi. Rupa-rupanya masyarakat sendiri sudah mulai sadar, buktinya setiap malam 1 Suro lebih dari 100 orang kemari untuk kenduren (selamatan),” tegasnya.
“Makanya saya ingin masyarakat mengenal Pesanggarahan ini. Tujuannya agar meminta perlindungan kepada Allah SWT, mendapatkan syafaat dari Kanjeng Nabi Rasulullah, dan masyarakat sini dijauhkan dari marabahaya apa pun, baik penyakit, bala, musibah, dan lain-lainnya. Dan mudah-mudahan masyarakat, khususnya di Dusun Krajan, Desa Sumberrejo, diberi rezeki yang banyak, barokah, guyub, rukun antar sesama,” ujarnya.