Tugujatim.id – 4 Januari diperingati sebagai World Braille Day (Hari Braille Sedunia). Peringatan yang bertepatan dengan tanggal lahir Louis Braille ini untuk mengenang jasa Louis Braille yang telah menciptakan sistem tulisan Braille.
Berkat jasanya, para tunanetra dapat membaca dan menulis menggunakan sistem Braille, sehingga bisa mendapatkan akses pendidikan dan penghidupan yang baik. Sistem tulisan ini berbentuk titik-titik timbul dengan konfigurasi unik yang terdiri dari enam titik yang dapat dibaca para tunanetra dengan ujung jari-jari tangan.
Peringatan hari Braille sedunia sendiri tidak bisa terlepas dari sejarah panjang perkembangan huruf Braile. Seperti apakah sejarah itu? Simak penjelasan Tugu Jatim berikut ini.
Melansir dari Modul Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan Bagi Tunanetra, sistem tulisan Braille diciptakan oleh Louis Braille yang lahir pada 4 Januari 1809 di Coupvray, Paris. Dia adalah seorang tunanetra sejak usia tiga tahun akibat kecelakaan dengan pisau milik ayahnya yang bernama Simon Rene Braille.
Menyadari pentingnya pendidikan bagi sang anak, ayah Braille memasukkan dirinya ke sekolah umum di sekitar tempat tinggalnya. Simon Braille membuat tulisan yang terbentuk dari paku-paku yang ditancapkan pada papan kayu agar Louis dapat membaca.
Menginjak usia 10 tahun, Louis masuk sekolah khusus tunanetra di Paris dan dia bertemu Kapten Charles Barbier. Lalu Barbier mengenalkan sistem tulisan Barbier kepadanya. Untuk diketahui, sistem Barbier merupakan sistem titik-titik timbul yang diciptakan Charles Barbier pada tahun 1815 yang mendasari sistem tulisan Braille yang kita kenal saat ini.
Sistem yang didasarkan metodologi fonetik (sonografi) ini, awalnya bukan diciptakan untuk pendidikan tunanetra, melainkan untuk memudahkan pasukan Barbier membaca perintah militer dalam kegelapan malam dengan meraba menggunakan ujung jari.
Meskipun Louis menyadari ada kekurangan dari sistem Barbier, dia sangat menyukai ide penggunaan titik-titik untuk tulisan bagi tunanetra. Maka, dia selalu memanfaatkan waktu luang untuk berusaha menciptakan tulisan yang cocok bagi tunanetra dengan modifikasi titik dan garis.
Hasil pekerjaannya selalu dia cobakan kepada kawannya yang tunanetra. Louis pun menyadari bahwa teman-temannya lebih peka terhadap titik daripada garis. Selain itu, dia pun mengurangi jumlah titik yang semula 12 menjadi enam. Loius pun memodifikasi sistem tulisan ini menggunakan titik timbul dengan konfigurasi yang unik, sehingga metodologi sonografi tidak lagi ia gunakan.
Setelah lebih dari sepuluh tahun, Louis bereksprerimen dan merancang inovasinya, pada tahun 1834, ia berhasil menyempurnakan sistem tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul itu. Sistem ini hanya memakai enam titik domino sebagai kerangka sistem tulisan dengan tiga titik ke bawah dan dua titik ke kanan.
Satu atau beberapa dari enam titik itu divariasikan letaknya sehingga dapat membentuk sebanyak 63 macam kombinasi yang cukup yang menggambarkan abjad, angka, tanda-tanda baca, matematika, musik, dan lain-lain.
Ketika Louis masih melakukan penyederhanaan tulisan itu, dia diangkat menjadi guru di Lembaga Nasional untuk anak-anak tunanetra di Paris yang didirikan Valentin Hauy pada tahun 1783. Sistem itupun disambut gembira dan sangat bermanfaat ketika para murid tunanetra mencobanya.
Setelah melalui perjalanan panjang, pada tahun 1831, Dr Dufau kepala sekolah yang baru mengajukan ciptaan Braille kepada Pemerintah Perancis agar mendapat pengakuan dan tanda jasa untuk Louis Braille. Namun, hingga dia meninggal pada 6 Januari 1852, tanda jasa dan pengakuan resmi belum diterimanya.
Beberapa bulan sepeninggal Louis Braille, ciptaannya diakui di Lembaga Nasional Anak Tunanetra di Paris dan digunakan di beberapa sekolah tunanetra di negara lain beberapa tahun kemudian. Sistem tulisan ini baru diterima secara universal dengan nama tulisan “Braille” menjelang akhir abad ke-19.
Untuk mengenang jasanya, bekas rumah Louis Braille di Coupvray diresmikan The World Council For The Welfare of The Blind (Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra), sebagai Museum Louis Braille. Dilansir oleh laman Difabel tempo.co, World Blind Union (Organisasi Persatuan Tunanetra Dunia) juga memperjuangkan penetapan World Braille Day, (Hari Braille Internasional).
Pihaknya menyebut sistem tulisan Braille sangat penting, terutama bagi tunanetra agar dapat membaca dan menulis layaknya orang normal, agar para tunanetra mendapatkan akses pendidikan terbaik sehingga bisa berpartisipasi di setiap bidang kehidupan.
Akhirnya, pada November 2018 PBB mendeklarasikan 4 Januari sebagai Hari Braille Sedunia, yang pertama kali diperingati pada 4 Januari 2019. Tanggal ini dipilih oleh PBB untuk mengenang kelahiran Louis Braille sebagai pencipta Sistem Braille yang mampu memberi pencerahan bagi tunanetra diseluruh dunia.