MALANG, Tugujatim.id – Dengan berdiri di pijakan kaki motor roda tiganya, Lindawati (36 tahun) berupaya menggapai mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di salah satu ATM Bank Negara Indonesia (BNI) drive thru di kawasan Soekarno-Hatta Kota Malang. Sambil jinjit, Linda, sapaan akrabnya, berhasil memasukkan kartu ATM ke dalam mesin itu.
Tantangan selanjutnya, wanita dengan tinggi badan 114 cm itu berupaya menggapai tombol-tombol di mesin ATM untuk menekan PIN dan melakukan transaksi. Tampak kesulitan, Linda mengeluarkan dompet warna merah dari dalam tasnya. Dompet itu ia gunakan sebagai alat bantu menekan tombol-tombol di ATM.
“ATM terlalu tinggi tombolnya. Mau gak mau aku harus pakai alat tambahan, dompet. Kalau lupa bawa dompet, kadang aku pakai HP (handphone). Jadi kalau mencet pakai dompet atau HP,” ucapnya, pada tugumalang.id, pada Jumat (16/12/2022).
Linda merupakan salah satu tunadaksa di Kota Malang. Sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta di Sawojajar, Kedungkandang, Kota Malang. Untuk mobilitasnya, Linda menggunakan sepeda motor Honda Beat yang telah dimodifikasi khusus untuknya.
Dia merupakan nasabah BCA, BRI, BNI, dan Jenius BTPN. Di ponselnya, Linda kerap menggunakan mobile banking BCA, BRI, dan Jenius. “Tapi mobile banking BRI gak aku pakai karena ngeri ada penipuan. BRI ku hanya untuk transfer-transfer aja,” jelasnya.
Linda mengaku tidak ada kesulitan berarti dalam mengakses layanan mobile banking. “Awal-awal susah mengaksesnya, takut harus ngapain, karena sering transaksi, akhirnya bisa. Tidak banyak kesulitan,” ujar alumni Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang itu.
Favorit Linda adalah layanan Jenius. “Jenius paling memudahkan. Semua transaksi aku gak kena charge sama sekali kalau misalkan ke bank lain,” ucapnya.
Sementara untuk layanan ATM, Linda mengaku jarang menggunakannya, kecuali terpaksa. “Aku jarang banget ambil tunai kalau gak bener-bener aku butuh banget. Itupun ambil di drive thru, biar aku gak turun, gak ribet, gak harus berhubungan dengan tangga,” ucapnya.
Linda memilih memakai ATM drive thru karena lebih memudahkannya. “Karena aku pakai motor roda tiga, kalau gak pakai motor juga gak nyampai,” ucapnya.
Selain itu, Linda mengaku jarang menabung lewat setor tunai ATM. “Mikirku bakal ribet banget,” ucapnya. Terlebih, Linda tidak pernah menemui ada alat bantu khusus untu difabel sepertinya di mesin-mesin ATM.
Jika menabung lewat teller bank, Linda juga mengalami kesulitan karena tinggi meja front office. “Aku udah maju (ke front office), orangnya gak kelihatan. Dicari sama tellernya. Trus aku agak mundur baru keliatan,” imbuhnya.
Linda berharap perbankan menyediakan layanan khusus untuk difabel. “Pertama, jangan tinggi-tinggi frontoffice-nya. Kedua, difabel tidak perlu mengantri, apalagi difabel yang (usia) tua kalau antri 100 orangkan kasihan juga,” ucapnya.
Selain itu, Linda berharap ada ATM khusus tunadaksa yang tingginya lebih rendah daripada ATM lainnya. “Atau tangganya jangan terlalu tinggi-tinggi. Juga semoga ada tangga khusus untuk difabel pengguna kursi roda, tangga beserta pegangannya. Jadi kalau dia ke sana sendirian bisa, pakai pegangan tangan itu,” pungkasnya.
Kesulitan mengakses layanan digital perbankan juga dialami difabel lain. Bedanya, tunanetra kerap kesulitan membuka rekening bank. Seperti dialami Fajar Ramadhan (26 tahun). “Anak difabel netra ke perbankan agak dipersulit. Jadi kalau mau ke sana kaya males. Kadang-kadang kita mau minta ATM sulit,” keluh atlet catur itu, pada Selasa (20/12/2023).
Bahkan, Fajar mengaku pernah tiga kali ditolak salah satu bank swasta untuk membuka rekening. “Pokoknya kalau tentang bank, difabel netra itu masih kasihan. Sampai kadang-kadang saya mikir kok sampai gini yaa. Saya juga butuh buat kerja saya. Dulu ngurus buat pencairan hadiah lomba, itu juga gitu,” ungkap pria yang tidak bisa melihat total sejak usia enam tahun itu.
Fajar mengaku membuka rekening bank tak semudah membalik telapak tangan. Dia harus menjelaskan ke pihak bank bagaimana cara ia menggunakan ponsel. Juga harus bersedia tanda tangan di atas materai. “Isinya bank kalau ada apa-apa tidak ikut bertanggung jawab. Mereka takut ada penipuanlah, (saya) ditipulah, nanti ambil uangnya juga gimana,” ungkapnya.
Meski kesulitan membuka rekening, kata Fajar, ada beberapa bank yang masih bersedia melayaninya. Saat ini, dia merupakan nasabah BRI, Bank Jatim, dan BSI. Dia juga menggunakan mobile banking dari tiga bank itu.
Kepada tugujatim.id, Fajar menunjukkan bagaimana cara ia mengakses layanan digital perbankan dari ponselnya. Ia sepenuhnya mengandalkan screenreader dan talkback di ponselnya. Screenreader itu mengeluarkan suara yang bisa membuat Fajar tahu apa saja yang muncul di layar ponselnya. “Jadi semua yang ada di layar itu dibaca sama asisten tadi,” jelasnya.
Sejauh ini, Fajar mengaku tidak pernah mengalami penipuan. Dia juga baru dua kali terblokir dari aplikasi mobile bankingnya, itupun karena lupa password. “Kemarin saya salah PIN ATM ngurus kembali harus pakai surat pernyataan tandatangan di atas materai, kalau ada apa-apa yang tanggungjawab orangtua,” bebernya.
Ia berharap regulator menaruh perhatian lebih kepada difabel, terutama tunanetra. “Kebijakan-kebijakannya diubahlah. Yang misalnya harus didampingi keluarga, tidak usah lagi, biar kalau ada apa-apa kami bisa sendiri,” ucap pria yang mobilitasnya bergantung pada ojek online itu.
Selain itu, ia berharap pelayanan perbankan bagi tunanetra tak lagi dipersulit. “Bukan zamannya tunanetra dipersulit. Semua sekarang serba digital. Saya merasa tunanetra tidak ada kekurangannya gituloh,” ucap alumni Pendidikan Luar Biasa Universitas PGRI Argopuro Jember itu.
Selain itu, pria yang mahir bermain piano itu juga berharap segera ada sosialiasi ke pihak perbankan agar tunanetra tak lagi dipersulit. “Perbankan masih awam terhadap difabel. Belum ada sosialisasi difabel itu kaya gimana,” ucapnya.
Ia merasa perbankan tidak perlu membuat aplikasi atau ATM khusus untuk tunanetra. Ia hanya berharap setiap ATM terpasang screenreader, mirip seperti di ponselnya.
Soal braille, kata Fajar, di beberapa ATM memang sudah terpasang, namun tidak banyak membantu. “Membantu dikit, soalnya dipencet gak bunyi, sama aja, kita gak tahu yang muncul di layar. Kecuali kalau tombolnya dipencet, screenreadernya bunyi, itu sangat membantu,” pungkasnya.
Sementara untuk Tuli, Soemiati (52 tahun) mengaku tak banyak kesulitan untuk mengakses layanan digital perbankan. Terlebih saat tidak ada lagi verifikasi telepon saat mengunduh aplikasi perbankan.
“Baik (layanan digital perbankan) karena gak ada kode pakai telepon,” ucapnya, pada Senin (19/12/2022). Sebagai orang Tuli, tentunya ia kesulitan jika harus berhubungan dengan suara, baik secara langsung maupun sambungan telepon.
Seomiati mengaku kesulitan saat mengantre di bank, terutama di cabang. “Gak ada nomor antrean, cuma panggil nama. Pernah titip nama, Tuli, tapi lupa panggol sampai belakang. Orang baru datang sudah selesai, daripada saya yang pertama datang,” keluhnya.
Ada nomor antreanpun, kata ia, percuma jika tidak ada layar besar yang menunjukkan nomor antrean yang sedang berlangsung. “Orang nunggu simpan kartu di saku atau di genggam tangan, sehingga Tuli sulit lihat kartu nomor antrean orang. Penjaga panggil nomer, Tuli juga gak dengar suara nomer,” jelasnya.
Ia berharap papan info pelayanan bank bisa jelas dan komunikatif. “Lebih bagus semua staf bank bisa bahasa isyarat ya. Ini perlu dan penting juga,” pungkasnya.
Layanan Bank untuk Difabel
Tugujatim.id mencontohkan layanan perbankan dari dua bank di luar negeri yang dinilai ramah difabel. Pertama datang dari Turki dengan bank bernama Yapi Kredi, bank pertama di Turki yang meluncurkan “Banking for the Disabled” atau ATM untuk Disabilitas, sejak 2009 lalu.
“Kami telah mendesain ulang salah satu ATM di cabang Kadıköy Rıhtım, cabang percontohan kami untuk proyek ini, untuk memfasilitasi akses kursi roda,” dilansir dalam laman resminya. Yapi Kredi juga telah mengubah satu ATM menjadi ATM untuk Disabilitas di setiap cabang Izmir Merkez, Ankara Kızılay, dan Fethiye Likya.
Yapı Kredi juga berjanji akan memperluas proyek untuk menyediakan layanan ini di ATM Yapı Kredi di seluruh Turki.
Dengan proyek ini, Yapı Kredi berupaya menawarkan standar tinggi yang sama dalam layanan perbankan, seperti yang ada di negara maju, kepada difabel.
Sebelumnya, Yapi Kredi telah mendesain ulang call center-nya untuk membantu nasabah tuna rungu. Yapı Kredi kemudian memperkenalkan teknologi text-to-speech sebagai tambahan untuk proyek “Banking for the Disabled”. Penambahan baru ini memungkinkan pelanggan tunanetra untuk menerima informasi suara tentang fluktuasi mata uang di pasar.
Sementara itu, Bank of America mengklaim telah membantu nasabah tunanetra dengan layanan asisten virtual gratis di ATM-nya guna menghubungkan difabel dengan timnya yang telah terlatih untuk memberikan informasi visual sesuai permintaan.
“Kami mempromosikan perbankan yang dapat diakses melalui berbagai alat dan layanan, termasuk fasilitas yang dapat diakses, bantuan tambahan, dan layanan tanpa biaya. ATM Berbicara memberikan instruksi lisan pribadi melalui headset yang dihubungkan ke jack audio untuk membantu pelanggan menyelesaikan transaksi mereka. Saat ini, ada hampir 16.000 ATM berbicara,” tertulis dalam laman resmi Bank of America.
Perlu Ada Standarisasi Infrastruktur
Pakar Keuangan Universitas Muhammadiyah Malang, Novi Puji Lestari SE MM mengatakan bahwa difabel kerap mengalami kesulitan mengakses layanan digital perbankan. “Beberapa kendala difabel, mereka belum ada fasilitas, kesulitan pastinya,” ucapnya, pada Kamis (22/12/2022).
Ia menyarankan perlu ada petugas bank yang menguasai bahasa isyarat untuk mempermudah orang Tuli. “Juga perlu running teks untuk memberikan akses pengetahuan untuk difabel itu,” ucapnya.
Selain itu, infrastruktur bangunan gedung juga perlu ada perhatian khusus. “Perlu ada sosialisasi standarisasi infrastruktur agar sesuai desain ramah difabel, seperti meja kursi yang lebih rendah, sehingga bisa diakses oleh pengguna kursi roda,” ucapnya.
Terkait mesin ATM, dia mendorong perbankan menyediakan ATM yang bisa diakses semua difabel. Seperti memberi petunjuk audio informasi otomatis yang lengkap.
Sementara terkait layanan digital berbasis gadget, Novi merasa saat ini layanan yang ada sudah mendukung difabel. “Sudah oke dengan beberapa aplikasi di perbankan,” ucapnya.
Di Indonesia, kata dia, sudah ada bank yang mulai ramah difabel, salah satunya BNI karena telah menyediakan mesin ATM khusus. “Mereka menyediakan headphone dan tombol braile sehingga nasabah netra bisa transaksi. Untuk menampilkan apapun, demi kemanan layanan transaksi di layar mereka juga ada, ada fitur voice command,” ucapnya.
2.500 ATM BNI Ramah Difabel
Menanggapi hal itu, BNI Pemimpin Wilayah 18, Arief Surarso mengatakan bahwa sebagai agen pembangunan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk hadir untuk para difabel agar dengan mudah mengakses layanan perbankan dari berbagai kanal unggulan.
“Khusus untuk nasabah penyandang tunanetra, kami telah menyediakan lebih dari 2.500 ATM di seluruh Indonesia yang telah dilengkapi dengan fasilitas huruf braille dan audio jack untuk headphone/earphone,” ujarnya, pada Rabu (28/12/2022).
“Fasilitas tersebut kami tujukan khususnya untuk dapat membantu penyandang tunanetra dalam beraktivitas finansial melalui ATM BNI,” imbuhnya.
Selain itu, untuk difabel, terutama pengguna kursi roda, kata dia, dapat menggunakan ATM lebih mudah di BNI dengan dibukanya fasilitas ATM yang dapat memenuhi kebutuhan khusus mereka.
“ATM khusus penyandang disabilitas ini memiliki spesifikasi yang memudahkan penggunanya, yaitu pertama, jalan akses menuju galeri ATM disiapkan agar dapat dilalui kursi roda,” ujarnya.
Kedua, tambah dia, pintu masuk ke lokasi ATM adalah pintu otomatis. Ketiga, lantai di bawah mesin ATM menggunakan lantai besi agar tidak licin saat dilalui kursi roda. Keempat, mesin ATM didesain lebih rendah dibandingkan ATM pada umumnya.
“Penyediaan ATM Khusus ini merupakan salah satu bagian dari upaya BNI untuk lebih memihak kepada para penyandang disabilitas,” ujarnya.
Ke depannya, BNI berencana terus menambah jumlah ATM yang mudah dilalui nasabah difabel.
Salah satu bank swasta di Indonesia, Bank Permata juga terus berupaya menghadirkan layanan teknologi perbankan yang menjangkau semua lapisan masyarakat, khususnya difabel.
“Ada inisiatif-inisatif Bank Indonesia yang Bank Permata selalu jadi pilot member ya. Ada QRIS, juga ada inisiatif baru tahun lalu, yang tahun ini terus dikembangkan, namanya BI Fast,” ujar Director, Technology & Operations Bank Permata, Abdy Salimin, pada Jumat (9/12/2022), saat pemaparan di Banking Journalist Academy.
“Sebenarnya itu hanya nama-nama saja. Artinya apa sih? Itu salah satu finansial inklusif yang didorong BI dan disokong Bank Permata. Jadi hari ini banking seharusnya tambah ke depan hari tambah affordable. Bukan untuk segmen atas saja, tapi segmen bahwa juga bisa pakai service banking, baik dari segi transfer maupun kredit,” imbuhnya.
Kata dia, layanan-layanan digital Bank Permata seperti Permata Mobile Aps dan lain-lain, bisa melakukan transaksi dengan QRIS dan BI Fast. Layanan-layanan itulah yang memudahkan semua segmen masyarakat, termasuk difabel, untuk mengakses digital perbankan.
“Apapun semua ada. Datang ke teller, dateng ke ATM, transfer pake QRIS atau BI Fast ada. Lain dengan bank lain. Di kami, satu channel bisa untuk semua,” pungkasnya.
Difabel Masuk Sasaran Utama Program Literasi dan Inklusi Keuangan OJK
Selaku penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan, sebagaimana tertuang di UU NO 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), OJK telah menerbitkan peraturan terkait penyediaan akses layanan ke semua pihak, termasuk difabel.
Peraturan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No 76/POJK.07/2016 tentang Litreasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan bagi konsumen dan/atau masuarakat dan POJK No 1/POJK/07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
“OJK juga telah menyusun Petunjuk Teknis Operasional (PTO) dalam memberikan standardisasi pelayanan keuangan kepada penyandang disabilitas yang dapat diadopsi oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK),” ujar Kepala OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, pada Selasa (27/12/2022).
Ia menjelaskan, beberapa pokok-pokok hal yang diatur dalam PTO itu antara lain: apabila konsumen/calon konsumen dengan disabilitas dapat mengambil keputusan secara mandiri, maka konsumen/calon Konsumen tersebut dapat mengakses layanan keuangan tanpa membawa pendamping.
“Kriteria konsumen/calon konsumen dengan disabilitas yang dapat mengambil keputusan secara mandiri yaitu memiliki identitas yang jelas, cakap secara hukum, dan memiliki kemampuan intelektual yang memadai untuk membuat keputusan secara mandiri,” jelasnya.
Ia menjelaskan, apabila konsumen/calon konsumen dengan disabilitas yang dapat mengambil keputusan secara mandiri memerlukan pendamping, maka pendamping tersebut dapat merupakan:
1) Pendamping yang disediakan oleh PUJK: staf PUJK yang terlatih untuk melayani Konsumen/Calon Konsumen dengan Disabilitas.
2) Pendamping yang Terdaftar : Pihak yang dapat menjadi pendamping bagi Konsumen/Calon Konsumen dengan Disabilitas dapat berasal dari Konsumen/Calon Konsumen sendiri, baik keluarga maupun bukan keluarga. Selain itu, juga memiliki kuasa untuk melakukan transaksi atas nama Konsumen dengan disabilitas.
3) Pendamping yang Tidak Terdaftar : Pihak-pihak yang dapat menjadi pendamping bagi Konsumen/Calon Konsumen dengan Disabilitas adalah dari Konsumen/Calon Konsumen sendiri, baik keluarga atau bukan keluarga. Namun, tidak memiliki wewenang untuk melakukan transaksi atas nama Konsumen.
Di dalam standar PTO dimaksud juga diatur, apabila Konsumen/Calon Konsumen dengan Disabilitas tidak dapat mengambil keputusan secara mandiri, maka Konsumen/Calon Konsumen tersebut wajib memiliki Pendamping Khusus. Pendamping Khusus bagi Konsumen/Calon Konsumen yang tidak dapat mengambil keputusan secara mandiri dapat merupakan orang tua kandung, atau selain orang tua kandung (baik individu atau lembaga).
Selain diatur mengenai tata cara pelayanan, kata dia, OJK juga memberikan panduan mengenai standar infrastruktur pendukung bagi lembaga jasa keuangan untuk layanan keuangan bagi konsumen/calon konsumen dengan disabilitas.
“Kantor lembaga jasa keuangan harus memberikan layanan keuangan yang ramah disabilitas, baik kantor pusat maupun outlet, menyediakan standar infrastruktur pelayanan fisik, non fisik, dan dokumen yang ramah bagi konsumen/calon Konsumen dengan disabilitas,” ujarnya.
Di tahun 2023 mendatang, kata dia, OJK juga telah menetapkan kebijakan secara nasional yaitu empat sasaran utama untuk program literasi dan inklusi keuangan. Mereka adalah disabilitas, UMKM, pelajar/santri, dan masyarakat daerah 3T.
“Untuk akses keuangan digital bagi disabilitas, dapat kita lihat misalnya di ATM perbankan juga menyediakan fasilitas ATM yang dilengkapi dengan headphone dan tombol dengan huruf braille. Di layanan mobile banking juga biasanya disediakan fitur virtual assistant (fitur voice command),” ujarnya.
Kata dia, OJK terus mendorong Industri Jasa Keuangan (IJK) untuk memberikan kemudahan akses layanan keuangan bagi kaum difabel.
“Harapan kita seluruh lembaga jasa keuangan dapat sadar betul untuk membantu kaum disabilitas dalam mendapatkan akses layanan keuangan secara langsung,” ucapnya.
Selain itu, kata dia, lembaga jasa keuangan juga harus memiliki standar pelayanan dan infrastruktur yang memudahkan kaum disabilitas agar dapat mengakses layanan keuangan baik produk simpanan maupun dukungan modal usaha berupa kredit/pembiayaan bagi pelaku UMKM disabilitas.