BOJONEGORO, Tugujatim.id – Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB, matahari pun mulai menampakkan sinarnya pada Selasa (15/06/2021). Barangkali semua orang bakal bergegas siap-siap menuju ke tempat kerja, termasuk saya. Mulai dari menggenggam ponsel, kening mulai mengerut, hingga jempol tangan tak berhenti bergerak mencari isu apa yang sedang ramai menjadi perbincangan saat ini karena profesiku adalah jurnalis.
Tiba-tiba saya ingat jika telah membuat janji dengan rekan seprofesi untuk melakukan liputan bersama. Saat menghubunginya, dia ternyata sudah menuju ke lokasi liputan. Sedikit panik sih, tapi saya langsung bergegas mempersiapkan diri. Dalam mempersiapkan semua keperluan liputan, saya tak pernah meninggalkan perlengkapan wajib, yaitu alat salat. Ini adalah salah satu perlengkapan yang wajib ada di jok motor, apalagi saat pandemi Covid-19 ini. Terpenting juga, saya tak lupa selalu memakai ID card Tugujatim.id yang menjadi kebanggaanku sebagai jurnalis.
Tak disangka-sangka, setelah semua siap, kuda besiku pun ngambek. Butuh waktu selama 1 jam untuk memperbaiki motor di bengkel. Tapi, itulah hidup tak selalu mulus seperti jalan tol. Apa yang sudah kita rencanakan tak selalu berjalan dengan baik. Pasti ada lika-likunya.
Perjalanan pun berlanjut selama satu jam menuju perbatasan Kota Bojonegoro. Di sanalah saya bertemu dengan kedua rekan jurnalis untuk meliput salah seorang warga Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Bojonegoro. Sesampainya di lokasi, kami disambut senyuman hangat oleh perempuan paro baya berparas ayu dan berkerudung kuning. Namanya Nurdiana, seorang pengusaha keripik gedebog atau batang pisang.
Saat di sana, Nurdiana langsung menyuguhkan hasil olahan keripik gedebog pisang miliknya. Awalnya ragu mencoba mencicipinya, tapi saya penasaran dengan rasanya. Setelah gigitan pertama memang seperti keripik pada umumnya yang mempunyai tekstur kriuk dan ada rasa gurihnya. Namun, setelah sampai gigitan terakhir baru terasa ada serat dari gedebog itu.
Nurdiana pun menceritakan bisa mengekspor produknya hingga ke Malaysia. Karena makin penasaran, saya pun bertanya lebih mendalam soal profesi lain dari Nurdiana selain jadi pengusaha. Ternyata, dia juga seorang guru di sebuah SD di dekat rumahnya. Tadinya saya yang merasa biasa-biasa saja mendadak jadi gugup karena Nurdiana adalah seorang guru yang luar biasa.
Ibu satu anak itu juga bercerita bagaimana dia merintis usaha keripik gedebog pisangnya bersama para tetangga agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Perempuan lulusan salah satu universitas di Jember ini juga telah mengikuti beberapa grup UMKM di Bojonegoro untuk bisa lebih banyak belajar dalam mengembangkan usahanya. Tak hanya jadi pengusaha sukses, ternyata dia juga mahir berbahasa Inggris. Tak segan dia menunjukkan kemahirannya berbahasa Inggris dengan bercakap bersama rekan seprofesiku yang juga mahasiswi sastra Inggris.
Setelah hampir lebih dari 2 jam berbincang, silaturahmi bersama Nurdiana pun berakhir. Namun, hujan membuat kami tak beranjak dari suguhan keripik gedebog pisang yang diletakkan di atas nampan bersama camilan lainnya. Obrolan kami pun berlanjut, dengan menanyakan foto yang dipajang di tembok rumahnya.
“Itu dulu saya waktu menari Thengul bersama guru-guru yang lainnya,” sahut Nurdiana.
Hingga saat ini, Nurdiana mengaku masih mengingat bagaimana lenggak-lenggok menarikan Tari Thengul khas Bojonegoro itu. Di rumahnya, perempuan single parent itu hanya tinggal berdua dengan anak perempuannya. Dia juga mengatakan, selain jadi guru juga merangkap menjadi ketua rukun tetangga (RT) di desanya.
Mendengar cerita Nurdiana, saya pun merasa kagum dengan segala tekad dan niatnya yang pantang menyerah. Nurdiana pun mampu menjalani kehidupannya dengan enjoy dan semangat tanpa mengucapkan keluhan sedikit pun saat berbincang dengan kami.