TRENGGALEK, Tugujatim.id – Isu polusi lingkungan yang diduga akibat aktivitas produksi aspal PT Punakawan Anugrah Samudra (PAS) di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek masih berbuntut panjang. Hasil pemantauan dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH), PT PAS belum memenuhi standar emisi dan izin penyimpanan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
Kasi Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Dinas PKPLH Kabupaten Trenggalek, Wahyu, mengatakan jika pihaknya melakukan pengawasan secara berkala terhadap PT PAS. Terhitung pada 2019, PKPLH menemukan pihak perusahaan belum memenuhi syarat uji emisi dan penyimpanan limbah B3.
“Pemantauan terakhir kami, sekitar November 2020,” ujarnya.
Wahyu melanjutkan, pemantauan pada November 2020, pihak PT masih belum memenuhi uji emisi, tapi sudah membangun penyimpanan limbah B3 meskipun belum mengurus izinnya. Menurut dia, alasan uji emisi yang tak dapat dipenuhi lantaran pihak PT tidak memiliki sarana dan prasarana (sarpras) yang memadai untuk pengambilan sampel.
“Emisi kaitannya dengan pengendalian potensi pencemaran udara, utamanya dari cerobong asap,” ungkapnya.
Tak sebatas itu, dinas melakukan pengawasan terhadap potensi polusi lingkungan lain, seperti ketinggian cerobong asap, kebisingan, hingga udara ambien. Menurutnya, standar ketinggian cerobong asap minimal 2,5 meter dari ketinggian rata-rata bangunan, baik ditinjau dari ketinggian bangunan PT maupun permukiman.
“Tapi biasanya, bagunan permukiman itu lebih rendah,” ujarnya.
Sementara sumber kebisingan yang ditimbulkan PT PAS itu dijelaskan berasal dari suara mesin. Diakui Wahyu, PKPLH tak dilibatkan ketika isu polusi lingkungan dari PT PAS mencuat pertama kalinya pada 2019. Di situ, ada rencana membangun cerobong bawah tanah untuk meredam kebisingan. Padahal, kata Wahyu, hal itu perlu meninjau efektivitasnya karena sumber kebisingan bukan dari cerobong asapnya, melainkan dari mesin diesel.
“Harus pastikan bahwa suara yang ditimbulkan itu dibawah ambang baku kebisingan yang diizinkan. Tapi tidak tahu lagi, misal kebisingan yang dikeluhkan itu karena pabrik beroperasi di luar waktu yang sudah disepakati,” ujarnya.
Di sisi lain, syarat udara ambien dari PT PAS, menurut Wahyu, sudah memenuhi baku mutu pada 2019, karena pihak perusahaan sudah mengambil sambel di dua titik, termasuk di pemukiman. Namun pada 2020, pihak PT belum mengambil sampel di permukiman.
“Cuma mereka ambilnya di lokasi pabrik,” ujar pria berkacamata itu.
Menyinggung isu polusi lingkungan yang diduga dari PT PAS yang kembali mencuat pada 2021. Wahyu mengaku, belum ada aduan dari masyarakat mengenai hal tersebut. Namun, kata dia, selain pemantauan yang bersifat reguler (terjadwal, red), dinas juga dapat melakukan pengawasan secara insidental.
“Misalnya permasalahan yang menjadi polemik di masyarakat, itu bisa menjadi dasar bagi kami melakukan pengawasan sebelum dijadwalkan,” ujarnya.
Dia menambahkan, dinas PKPLH mengagendakan pemantauan pada pekan depan, agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. “Iya kita jadwalkan Minggu depan, soalnya kemarin sudah ada koordinasi,” ucapnya.
DPRD Trenggalek Sebut PT PAS Sudah Kantongi Izin Lingkungan sebelum Berdiri
Sementara itu, Komisi IV DPRD Trenggalek menyebut, sebelum PT itu berdiri, sudah ada pengkajian analisis dampak lingkungan (amdal) dan memiliki izin lingkungan.
“Hal-hal (polusi lingkungan, red) itu kan sudah ada amdal dan pengkajian lingkungan, maka hal itu kan tidak mungkin terjadi. Saya rasa itu subjektif banget karena setiap orang itu kan tidak sama cara pandangnya,” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek Mugianto.
Dia menambahkan, ketika pihak PT PAS sudah mengantongi izin dan dilakukan pengkajian dampak lingkungannya. Artinya, PT tersebut sudah dapat melakukan operasi produksi. Namun, seiring berjalan, mengapa masyarakat justru mempersoalkan dampak polusi lingkungan sekarang.
Menurutnya, pihaknya harus menjaga jaminan investasi pada investor-investor yang masuk ke Trenggalek. Melalui para pemodal, harapannya angka pengangguran bisa menurun.
“Jangan sampai ketika sudah menanam modal ke Trenggalek, kemudian dikuya-kuya, jangan sampai. Saya itu gini, ingin membangun Trenggalek, itu harus dari semua sisi, bidang, dan lintas sektor,” tegas politikus Partai Demokrat ini.
Warga Kecewa, Sebut DPRD Trenggalek Hanya Pentingkan Uang dan Investasi
Sementara itu, Ketua Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT) Mustaghfirin mengaku menyayangkan pernyataan wakil rakyat yang berorientasi hanya dari aspek investasi. Menurut dia, pernyataan tersebut seharusnya tidak terlontar dari seorang anggota dewan. Sebab, ketika hanya mampu menarik investor tanpa melihat dampak lingkungan dan sosial, hal itu berbanding terbalik dengan visi misi bupati Trenggalek terkait ekologi yang berkelanjutan.
“Artinya, itu pernyataan yang konyol. Mereka sebagai wakil rakyat, bukan sebagai wakil perusahaan,” tegas aktivis lingkungan tersebut.
Firin, panggilan akrabnya melanjutkan, DPR berperan menampung aspirasi masyarakat dan sebagai pengawas kebijakan pemerintah. Ketika ada masyarakat yang berkeluh-kesah terkait kemunculan polusi lingkungan, wakil rakyat harus hadir menjadi penengah dalam menyelesaikan persoalan. Bukan justru menutup telinga dan lebih memberatkan aspek investasi. “Patut dipertanyakan apakah mereka paham dengan peran dan fungsinya atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Desa Ngadirenggo saat di konfirmasi melalui sambungan telefon mengatakan bahwasanya dirinya sebagai Kepala Desa sudah melakukan beberapa kali mediasi dari pihak pabrik dengan masyarakat RT 09, RW 04.
“Pernah saya melakukan mediasi dengan pihak terkait namun ada permintaan masyarakat yang saat ini masih menjadi polemik, jadi kalau dari segi politiknya saya lebih memilih masyarakat saya karena dia dulu juga ikut memilih saya,” pungkas Mulyanto.
Warga Keluhkan Polusi Pabrik Pengolahan Aspal di Pogalan, Trenggalek