SURABAYA, Tugujatim.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menilai debat cawapres pada Minggu (21/01/2024) tidak substansial untuk menjawab persoalan masyarakat di ranah lingkungan.
Isu Food Estate dan Reformasi Agraria berkali-kali disinggung dalam pembahasan debat cawapres. Namun, Ketua Walhi Jatim Wahyu Eka Setyawan mengatakan, sejauh ini reforma agraria belum menjadi jalan untuk menyelesaikan konflik lingkungan.
Dia menyebut, beberapa konflik lingkungan di Jawa Timur seperti di Wongsorejo, Pakel, dan Pasuruan yang belum tuntas hingga detik ini.
“Ini berkaca dari konflik agraria di Jawa Timur yang belum selesai hingga hari ini. Pada basis kami seperti di Wongsorejo, Pakel, sampai Pasuruan hingga saat ini belum ada kepastian penyelesaian konflik. Mereka masih sering bolak-balik ke ATR-BPN untuk meminta dilakukan reforma agraria,” kata Wahyu, Selasa (23/01/2024).
Wahyu menyayangkan dalam debat cawapres kemarin tidak menyinggung soal dampak UU Cipta Kerja kepada pelestarian lingkungan. Karena dalam UU Ciptaker bahwa dokumen amdal menjadi bagian syarat administrasi pengajuan izin usaha. Artinya, dalam regulasi UU Ciptaker, publik tidak memiliki wewenang untuk pembuatan amdal.
Baca Juga: 4 Cara Kuliah di Luar Negeri secara Gratis Tahun 2024, Cek Syarat Lengkapnya!
“Amdal bukan menjadi perhatian utama karena dengan diturunkan status amdal dari penting menjadi moderat atau tidak menjadi syarat wajib perizinan membuat banyak korporasi yang akhirnya mengabaikan soal ini dan tidak punya komitmen soal pencegahan kerusakan lingkungan, dengan syarat yang ketat saja masih melanggar apalagi yang longgar,” bebernya.
UU Cipta Kerja juga mengakibatkan tertutupnya akses daerah dalam keterlibatan perencanaan tata ruang. Sepertinya halnya kasus pertambangan mineral logam budi daya di Trenggalek, Jawa Timur, yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat.
“Contoh kasus di Trenggalek, pemda setempat membuat aturan tata ruang yang tidak memasukkan tambang mineral logam, tapi di RTRW provinsi memfasilitasi dan pusat juga memfasilitasi, maka Trenggalek dipaksa merevisi,” ujarnya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati