PASURUAN, Tugujatim.id – Kekeringan di Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, dikeluhkan warga yang kesulitan air. Warga Wonosunyo berharap pemerintah bisa membangun saluran air tambahan di sekitar lereng Gunung Penanggungan.
Astono, juru pelihara dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah 11 Jawa Timur, mengatakan, Petirtaan Sumber Tetek ini jadi satu-satunya sumber mata air utamanya di wilayah lereng Gunung Penanggungan sisi timur. Setidaknya ada ribuan warga dari lima dusun di Desa Wonosunyo yang menggantungkan kebutuhan air bersih ke petirtaan belahan.
“Tiap hari warga ngambil airnya ya di sini, terutama yang daerah atas sana. Sebab, sumber satu-satunya ya di sini. Kalau di daerah bawah sumber, pasokan airnya aman,” ungkapnya.
Bahkan, warga yang berada di perbatasan Kecamatan Mojokerto pun turun ke situs pemandian peninggalan Raja Airlangga ini setiap musim kemarau. Sebab, menurut dia, di lereng Gunung Penanggungan bagian atas, sangat sedikit saluran airnya. Dan sebagian besar saluran air yang ada mengering.
“Kalau musim hujan masih tertolong air hujan, kalau kemarau begini kesulitan air,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan, Wariono, warga yang jadi penjaga Petirtaan Sumber Tetek di Dusun Belahan Jowo, Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Kekeringan air ini sudah dirasakan warga setiap tahun saat musim kemarau.
Dia mengatakan, kondisi ini selalu terjadi berulang sejak selama puluhan tahun. Dia berharap benar-benar ada solusi dari pemerintah untuk mengatasi kekeringan air di musim kemarau panjang ini.
“Ya, harapannya tidak hanya dropping air dari pemerintah, tapi juga menambah saluran air khususnya untuk warga Wonosunyo sisi atas sumber air,” ujar Wariono.
Sementara itu, Subhan, salah satu warga Wonosunyo, mengaku sudah hampir tiga bulan lebih dia mengalami kesulitan air. Setiap dua hari sekali dia harus turun membawa jerigen besar ke Petirtaan Belahan atau Sumber Tetek untuk mengambil air.
“Sulit airnya tidak keluar, kalau tidak ke sini, mau cari ke mana lagi,” ujarnya.
Writer: Laoh Mahfud
Editor: Dwi Lindawati