Tugujatim.id – Bagus Muljadi jadi salah satu intelektual muda Indonesia yang sukses dalam bidang akademik dengan segala dinamika yang dia lewati saat bersamaan. Dia tanpa henti berusaha mencari solusi dan kelebihan dalam dirinya.
Dalam podcast bersama Gita Wirjawan, dia bercerita tentang lika-liku perjalanannya hingga mendapatkan gelar doktor dan menjadi Asisten Profesor Universitas Nottingham.
Baca Juga: Ribuan Massa Demo di Depan DPRD Jember, Kawal Putusan MK dan Tolak RUU Pilkada
Ada satu garis besar dalam pembahasan dalam podcast tersebut, yaitu ketika mendapati kesempatan yang kurang memuaskan ketika muda, maka kita harus lebih giat untuk bangkit dan menggali potensi diri. Berusahalah survive dalam kondisi apa pun dan tetap terapkan integritas tinggi dan jadilah inisiator di tempat kamu berpijak.
Berikut adalah beberapa hal yang harus dipahami agar terjaga dari sifat dungu/kebodohan. Simak tips dan rahasianya!
1. Jangan Jadikan Medsos sebagai Rujukan
Bagus Muljadi mengatakan, sepertiga informasi masyarakat dapatkan melalui media sosial. Medsos menjadi rujukan untuk menentukan pilihan.
“Sepertiga dari masyarakat mengaku, informasi yang mereka dapatkan melalui medsos, menjadi rujukan dalam menentukan pilihan, bahkan mengubah pilihannya,” ujarnya.
Namun, ada sebuah penelitian mengatakan bahwa medsos bisa menyebar berita kebohongan, enam kali lebih cepat daripada berita fakta. Sensasi bagai candu didorong oleh algoritma yang diciptakan untuk memaksimalkan keuntungan.
Bahkan, ketua PBNU bidang fatwa mengatakan, ada banyak komunitas yang tugasnya membuat berita palsu bayaran. Sebab, berita palsu lebih mudah untuk dibuat dan sangat menarik perhatian.
Hal ini yang menjadi fakta dan pengetahuan dikucilkan karena masyarakat alergi akan teori serta mudahnya opini kebodohan dibentuk adalah gejala dari penyakit intelektual yang harus dicari obatnya. Kalau tidak masa depan Indonesia akan berada di tangan segelintir perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan AI.
2. Waspadai Kebohongan yang Menyamar sebagai Kebenaran
Post Turth adalah kebohongan yang menyamar sebagai kebenaran. Kini menjadi sebuah anekdot populer yang merujuk kepada sebuah era di mana fakta objektif memiliki pengaruh yang jauh lebih kecil dalam membentuk opini dan keyakinan publik, dibandingkan emosi dan sensasi.
Ketika model terbaru untuk menarik perhatian adalah lelucon dan ketakutan, berpotensi akan lebih melandasi tindakan kita dibandingkan pengetahuan. Dengan adanya itu semua akan membawa dampak besar yakni demokrasi akan kehilangan fungsinya. Maraknya pemimpin-pemimpin politisi yang terpilih lewat lelucon dan kampanye ketakutan, adalah gejala membodohi rakyat agar kekuasaan terus terjaga.
3. Peka terhadap Lingkungan Sosial
Bagus Muljadi juga mengatakan dengan tegas anak-anak muda apa bisa merangkai kata-kata untuk menggambarkan emosi.
“Kita patut melihat, apakah di sekeliling kita, hikmah lebih bising daripada lelucon. Apakah anak-anak muda kita masih mampu berpakaian santun atau hanya bisa bercanda. Apakah mereka bisa merangkai kata-kata yang tepat untuk menggambarkan emosi atau hanya bersandar pada emoji,” ujarnya.
Dalam narasinya, Bagus Muljadi menekankan bahwa jika rakyat tidak mengerti dasar-dasar prinsip ekonomi, maka ada pemilihan pun sia-sia. Siapa yang menjanjikan subsidi dan komoditas gratis, pasti akan selalu dipilih. Hal ini tidak akan pernah terjadi jika masyarakat membayangkan dari mana uang itu berasal.
Dari hal tersebut akan muncul, bagaimana dia memiliki nilai dan akan tertarik mendengarkan konsep kandidat yang akan dipilihnya, akan lebih dari hal-hal omong kosong, atau dilihat dari potongan rambut.
Maka dari itu, dalam lingkup universitas mahasiswa diajarkan menemukan passion berdasarkan performa akademik. Para akademisi diajarkan tentang integritas lewat praktik kelas, hal tersebut akan menjadi ruh penyokong kehidupan berbangsa yang bermartabat.
Di akhir narasinya, Bagus Muljadi mengatakan akademisi harus bersuara lantang dan keahliannya harus berkontribusi untuk negara-negara besar.
“Akademisi harus tetap lantang bersuara dan keahlian harus menjadi bagian integral dalam pemerintahan di negara-negara besar. Riset dan akademisi selalu dijadikan landasan kebijakan,” katanya.
Minimal ada insentif untuk mengintegrasikan akademisi harus bersuara ketika krisis terjadi, memberikan jawaban pada masyarakat yang bertanya, dan kebebasannya harus dilindungi 100%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Ahmad Farhan Faiz/Magang
Editor: Dwi Lindawati