KEDIRI, Tugujatim.id – Permasalahan air tercemar di sumur warga Wonosari, Kelurahan Bujel, Kota Kediri, tengah ramai diperbincangkan setelah keluar hasil laboratorium yang dilakukan dinas kesehatan (dinkes) seminggu belakangan. Hasil tersebut menunjukkan jumlah logam besi ditemukan di 16 titik. Bahkan, kandungan logam tersebut melebihi batas toleransi.
Dari 30 sampel air yang dilakukan uji kualitas, kandungan logamnya mulai dari 1,1 mg/liter hingga yang tertinggi mencapai 3,7 mg/liter. Bahkan, kandungan Mangan (Mn) melebihi batas normal atau mencapai 3,3 mg/liter. Hal itu melebihi batas Permenkes RI No. 492/2010 untuk besi kadar maksimumnya 0,3 mg/liter dan Mangan 0,4 mg/liter.
Apa Penyebab dari Pencemaran Air di Bujel Kediri?
Ketua RW 06 Supandri, 41, mengatakan, permasalahan air tercemar dari sumber itu sudah berlangsung sejak kurang lebih 30 tahun yang lalu. Dia menceritakan, saat itu warga di lingkungan tempat tinggalnya memiliki pekerjaan sebagai pembuat batu bata merah. Jadi, daerah itu menjadi kubangan-kubangan besar bekas galian tanah yang dibuat batu bata.
“Karena akan membangun rumah, maka warga membutuhkan tanah untuk menguruk galian itu,” ungkapnya.
Andri, sapaan akrabnya, melanjutkan karena warga waktu itu tergiur dengan limbah pembuatan rokok yang diberikan oleh salah satu pabrik di sekitar lingkungan tersebut secara gratis. Solusi itu membuat warga berpikir dapat menghemat biaya menutup galian.
“Kalau beli tanah kan mahal dan menggunakan sampah dedaunan di sekitar juga lama. Karena ditawari dengan gratis ya, 30 tahun yang lalu warga mau. Mungkin karena keterbatasan pengetahuan tentang limbah jadi air tercemar,” jelasnya.
Hal itu seketika membuat sumber warga di RT 1, RT 2, dan RT 3 di lingkungan Wonosari itu menjadi keruh dan berbau. Namun, Andri tidak bisa menyebut berapa jumlah warga yang menggunakan limbah tersebut, tapi dampaknya dirasakan 3 RT di wilayah RW 06 itu.
“Setelah diuruk dengan limbah, waktu musim hujan warnanya kental kecokelatan seperti teh dan berbau. Bahkan kalau dimasak menjadi berkerak di alas panci yang digunakan,” tambah Andri.
Upaya untuk mengatasi masalah itu terus dilakukan warga dengan memperdalam sumber air yaitu dengan mengebor hingga kedalaman 20 meter untuk mendapatkan air bersih. Tapi, tetap saja air tersebut berbau dan keruh. Akhirnya selama puluhan tahun warga harus menggunakan air tercemar itu. Warga pun tetap mengonsumsinya.
“Kalau musim hujan, warga yang airnya keruh minta ke tetangga. Biasanya itu kalau musim hujan dan kemarau tidak terlalu keruh. Air itu diberi tawas dan gamping untuk menjernihkannya,” jelasnya.
Hingga sekarang, warga masih menggunakan air tersebut untuk kebutuhan mencuri piring dan baju, sedangkan untuk dikonsumsi harus membeli air galon. Tapi air yang masih jernih tetap dikonsumsi.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim