SURABAYA, Tugujatim.id – Sebanyak 50 kasus kekerasan pada anak terjadi di Kota Surabaya, Jawa Timur, sepanjang tahun 2022 ini. Rata-rata kasus kekerasan adalah perundungan atau bullying.
“Sekitar bulan Januari hingga kini, kami mencatat sekitar 50 kasus kekerasan terhadap anak. Kasus tersebut didominasi adanya perilaku bullying di masyarakat,” beber Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Kota Surabaya, Syaiful Bachri, pada Minggu (27/11/2022).
Lanjut dia, kasus kekerasan itu kerap terjadi di sekolah. “Laporan adanya bullying tersebut mengakibatkan para korbannya sampai stres hingga bunuh diri. Perilaku ini sangat miris. Padahal sepatutnya sekolah menjadi rumah yang aman untuk anak-anak, tapi nyatanya tidak,” ucapnya.
Menurutnya, masalah ini adalah dampak dari pandemi Covid-19, yang mana anak-anak terbatas bergerak hanya di rumah saja. Kemudian, setelah masuk sekolah dengan tatap muka, anak-anak ini belum ada kesiapan mental. Terlebih lagi, mereka dibebani dengan tekanan masalah pelajaran.
“Dalam kasus ini, peran orang tua sangat dibutuhkan sekali. Persiapan pendampingan kepada anak harus dilakukan secara matang. Dampak psikologis dari perilaku bullying ini sangat bahaya dan bahkan tragis,” ucapnya.
Kata dia, yang bisa memutus rantai bullying seharusnya adalah keluarga, karena hanya keluarga yang mengerti tipikal atau sifat anak-anaknya.
Terkait predikat Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA), dia mengatakan perlu peran penting semua lini masyarakat. “Jadi kota layak anak atau ramah anak itu sebuah pelabelan yang tentunya prestise untuk pemerintah apapun stakholder,” ucapnya.
Maka, dia menilai bahwa peran masyarakat sangat penting, mulai dari tingkat RT, RW, hingga ke dinas terkait. “Surabaya disebut kota layak anak atau ramah anak, itu dikembalikan lagi dari sisi mana. Peran masyarakat sendiri sangat dominan,” pungkasnya.