MOJOKERTO, Tugujatim.id – Perjalanan para pelaku usaha khususnya UMKM di Kabupaten Mojokerto sangat beragam. Setiap tahapan yang telah mereka lewati membawa pelajaran yang bisa dipetik hikmahnya. Seperti yang dialami oleh owner RFM Mojokerto Frangkianto.
Owner RFM Mojokerto itu banyak melalui jatuh bangun dalam membangun bisnis. Bagi Frangkianto, bisnis yang besar dan sustainable (berkelanjutan) tidak dibangun dalam waktu sehari semalam saja. Bahkan, dia menekuni dunia usaha sejak masih kuliah.
“Jualan itu saya mulai sejak kuliah karena terkendala biaya. Dulu jadi reseller fashion awalnya, kayak kaus, kemeja, dan lain-lain,” kata Frangki, sapaan akrab Frangkianto, pada Sabtu (08/04/2023).
Perlahan tapi pasti, dia mulai merintis usaha fashion kecil-kecilan dengan berjualan baju dan kaus. Namun pasca usahanya mulai menurun, dia coba peruntungan dengan bekerja di sektor perbankan.
“Usaha sempat sepi, saya coba kerja di perbankan waktu itu. Hitung-hitung buat nambah pengalaman dulu, walaupun sebenarnya saya lebih suka punya usaha sendiri,” imbuh alumnus Universitas Mayjen Sungkono itu.
Ngaku Apes saat Pandemi, Bangkit karena Semangat
Namun, Frangki mengaku apes saat pandemi Covid-19 datang. Bencana non alam tersebut melanda tidak lama saat dia memutuskan keluar dari sektor perbankan. Tak pelak, hal tersebut cukup memukul dirinya.
“Saat pandemi itu memang benar-benar apes kalau mau dibilang kayak gitu. Pas abis keluar dari kerjaan, tiba-tiba ada pandemi. Mau nggak mau harus putar otak,” bebernya.
Pandemi yang belum kunjung reda membuat Frangki melirik sektor fashion lain. Dia mulai berselancar di dunia maya, lalu tercetuslah ide berbisnis hijab.
Dia memilih hijab karena banyak perempuan yang memakai hijab sehingga berpotensi raup banyak konsumen. Selain itu, dia memilih hijab karena proses pembuatannya yang relatif simpel, tidak seperti baju atau kaus yang harus membikin pola sebelum dijahit.
“Akhirnya memilih jualan hijab. Selain banyak dipakai perempuan, bikin hijab kan lebih mudah. Tidak perlu bikin pola kayak mau bikin kaus atau baju,” terang pria asli Mojokerto itu.
Melalui modal pinjaman, dia putuskan membeli beberapa alat dan bahan seperti kain, mesin jahit, dan meteran. Awalnya dia mengajak tiga karyawan saja.
“Dengan modal yang ada, saya belanjakan alat sama bahan, lalu mengajak tiga orang. Ternyata belum cukup, harus di-push sama cara lain,” kata Frangki.
Cara yang dimaksud Frangki adalah menjual hijab secara online. Marketplace seperti Shopee dan TikTok langsung dia garap. Sembari bertukar ilmu jualan dengan teman sesama komunitas UMKM, Frangki mendapat banyak ide tentang cara membikin konten jualan yang menarik, bagaimana menarik konsumen melalui promo yang disediakan, dan lain-lainnya.
“Hasil dari punya teman komunitas sesama pelaku UMKM itu salah satunya membantu menaikkan penjualan. Jadi sebenarnya jualan online itu tidak bisa sendiri. Harus belajar kepada yang lebih pandai,” terangnya.
Dari berbagai masukan yang diterima Frangki, tidak disangka hampir tiap hari pesanan datang tidak pernah sepi. Dari dua marketplace saja, ribuan hijab tiap hari keluar dari tempat produksi. Belum lagi reseller lain yang kulakan dari tempat Frangki.
“Hingga hari ini tiap hari rutin ribuan hijab yang keluar. Semua itu selain karena konten jualan online, juga masukan dari teman-teman komunitas pelaku UMKM,” ujarnya.