PASURUAN, Tugujatim.id – Terduga tiga tersangka penimbun BBM jenis solar di Kota Pasuruan ditangkap Bareskrim Mabes Polri. Mereka memiliki perannya masing-masing dalam menjalankan bisnis ilegal penimbunan hingga penyaluran solar bersubsidi.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Hersadwi Rusdiyono menjelaskan, tiga tersangka penimbun BBM ini memiliki peran yang berbeda-beda. Tersangka AW, 55, warga Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, ini merupakan pemilik modal sekaligus direktur dari PT MCN (Mitra Central Niaga). Dia yang membiayai seluruh kegiatan bisnis penimbunan dan penyaluran BBM subsidi secara ilegal.
Baca Juga: Bareskrim Polri Bongkar Sindikat Penimbun BBM Subsidi di Pasuruan, 3 Tersangka Ditangkap
Sementara BFP, 23, pegawai PT MCN yang bertugas sebagai manajer keuangan. Dia yang mengelola keuangan sekaligus menjalankan bisnis dan koordinator lapangan.
“Lalu tersangka S, 50, yang jadi penyedia truk untuk membeli BBM solar subsidi,” ujar Hersadwi.
Dari hasil penyelidikan Tipidter Bareskrim Polri, PT MCN membeli BBM solar bersubsidi dari wilayah Kecamatan Purwosari hingga Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. BBM bersubsidi tersebut dibawa oleh truk tangki.
BBM jenis solar itu kemudian disimpan dan ditimbun di dua gudang penyimpanan. Yakni gudang di Jalan Kyai Sepuh No 106, Kelurahan Gentong, Kecamatan Gadingrejo; dan gudang di Jalan Komodir Yos Sudarso No 11, Kelurahan Mandaran, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.
Baca Juga: Tabrakan Maut Dua Motor di Pakis Malang, 2 Pemotor Koit di TKP
Sementara satu gudang lain di Jalan Komodor Yos Sudarso digunakan untuk tempat parkir truk tangki BBM.
“BBM subsidi itu disimpan terlebih dahulu, kemudian dijual kembali dengan harga lebih tinggi,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka penimbun BBM ini dijerat Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 Angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp60 miliar.
Writer: Laoh Mahfud
Editor: Dwi Lindawati