SURABAYA, Tugujatim.id – Sebagai upaya pencegahan dan penanganan lebih dini, Satgas PPKS Univeritas Surabaya (Ubaya) merilis draft final rumusan indikator kampus bebas kekerasan seksual di Fakultas Kedokteran, Ubaya, Rabu siang (09/08/2023).
Kalab Psikologi Sosial sekaligus Koordintor Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Ubaya) Endah Triwijati mengatakan, rilisnya indikator ini bukan bertujuan untuk mengunggulkan nama baik kampus tapi sebagai upaya bersama sinergi antarkampus dalam penyelesaikan permasalahan kekerasan seksual di kampus.
“Di awal sebelum Permendikbud keluar, kami berpikir bahwa pencegahan dan penanggulangan itu harus ada bersama. Pencegahan itu dengan cara sharing kasus di masyarakat internal,” katanya pada Rabu (09/08/2023).
Dalam proses perumusan maupun rilis, Satgas PPKS Ubaya juga melibatkan 26 PTN dan PTS di Surabaya dan sekitarnya.
“Indikator itu akan kami upayakan nanti ada revisi-revisi agar supaya sebanyak mungkin bisa mengungkapkan keadilan bagi korban dan pencegahan keberulangan,” ungkapnya.
Mengaca pada hasil Survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi pada 2020, sebanyak 77 persen kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus. Tidak sedikit pula dalam angka tersebut, korban berani untuk speak up. Hal inilah salah satunya yang mendorong Satgas PPKS Ubaya dalam melalukan upaya perumusan.
Perempuan yang akrab disapa Tiwi tersebut menjelaskan bahwa aturan soal kekerasan seksual di kampus Ubaya sudah ada sebelum terbitnya Peraturan Kemendikbud Ristek No 30 Tahun 2022 terbit. Sehingga tak ayal jika Ubaya menjadi PTS yang memberikan implementasi contoh kepada kampus lain.
“Kami sebetulnya itu agak jauh Permendikbud muncul karena kami melihat bahwa kekerasan ada di mana-mana dan beberapa dosen di sini merupakan aktivis di luar dan melihat ini harus ada di perguruan tinggi,” ujarnya.
Seakan tidak lepas antara relasi kuasa dengan kekerasan seksual, perempuan yang juga aktif sebagai aktivis ini menegaskan bahwa perguruan tinggi harus menjadi pencetak bibit unggul berprestasi bukan sebagai pencetak pelaku kekerasan seksual. Mengingat lingkungan pendidikan tingkat tinggi merupakan wilayah civitas akademika.
“Isu nama baik itu paling kuat. Jadi dulu agak berat bagi univesitas dalam memberikan gambaran karena ini tidak lepas juga dari unsur politik. Kalau ada berita nggak bagus kan bisa jadi pemukul. Itu yang sangat dijaga, justru dengan adanya Permendikbud menjadi penguat,” katanya.
Melalui Inspektur Jenderal Kemendikbud RI Chatarina Muliana Girsang, langkah dari Ubaya ini juga didukung oleh Kemendikbud RI dalam proses implementasi Permendikbud No 30 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Kami mengapresiasi Ubaya melakukan kegiatan hari ini, bahkan mengundang PTS dan PTN di Surabaya karena ini sangat baik dalam pengembangan kapasitas dan juga memberikan pemahaman, pengetahuan antarsatgas sendiri jadi pengalaman baik, sharing knowledge dan base practise Ubaya dan dilakukan oleh satgas yang diundang,” bebernya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati